JS
Fakta Singkat
Nama Lengkap
Jenderal TNI (Purn) H. Umar Wirahadikusumah
Lahir
Sumedang, Jawa Barat, 10 Oktober 1924
Jabatan
Wakil Presiden ke-4 RI (1983–1988)
Jenderal TNI (Purn) Umar Wirahadikusumah menjadi Wakil Presiden ke-4 RI pada masa pemerintahan Presiden Soeharto periode 1983–1988. Ketika masih remaja, pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat ini telah aktif di Pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian, bergabung dengan Tentara Kemanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal TNI.
Pada masa kemerdekaan, Umar yang telah menjadi prajurit Angkatan Darat ditempatkan di Kodam III/Siliwangi. Kariernya di militer terus meningkat. Pada 1959, ia dipercaya sebagai Pangdam V/Djayakarta yang bertanggung jawab terhadap keamanan Ibu Kota dan sekitarnya. Kariernya terus melejit, saat Soeharto sebagai Pejabat Presiden, pada 12 Maret 1967, Umar dipercaya menggantikannya sebagai Panglima Kostrad. Selanjutnya menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat dan puncak karier militernya adalah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 1969.
Karier militernya berakhir pada 1973 ketika ia diangkat menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dijabatnya selama dua periode (1973–1983). Puncak karier suami dari Karlinah ini adalah ketika ia dipilih Presiden Soeharto sebagai Wakil Presiden ke-4 RI untuk masa jabatan 1983–1988. Ayah dua putri dan enam cucu ini meninggal dunia dalam usia 79 tahun pada 21 Maret 2003 di Rumah Sakit Pusat TNI Gatot Soebroto, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Bangsawan Sunda
Umar Wirahadikusumah lahir di Situraja, Sumedang, Jawa Barat pada 10 Oktober 1924. Umar berasal dari keluarga bangsawan. Ia terlahir sebagai anak kelima dari pasangan Raden Rangga Wirahadikusumah dan Raden Ratnaningrum. Ayah Umar Wirahadikusumah adalah seorang Wedana Ciawi, Tasikmalaya, sedangkan ibunya, Raden Ratnaningrum adalah putri Patih Demang Kartamenda di Bandung.
Lahir dari keluarga terpandang, Umar mendapat pendidikan yang baik. Ia mengenyam pendidikan dasar di Eropeesche Lagere School (ELS) pada 1935 hingga 1942, kemudian melanjutkan ke pendidikan tingkat SMP di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Sambil menyelesaikan pendidikan di MULO (1942–1945), pada 1943 Umar mengikuti pendidikan kemiliteran pemuda Seinendojo (Sunen Dancho) di Tangerang selama delapan bulan. Lantas, setamat pendidikan Seinendojo, pada 1944 ia masuk latihan perwira (Shoodanchoo) Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor selama enam bulan. Berikutnya, tahun 1951 Umar mengikuti pendidikan Chandra Muka dan SSK AD pada 1955. Umar masuk tentara atas kesadarannya sendiri untuk membela tanah air.
Tahun 1955, Umar melanjutkan pendidikan tingkat SMA hingga lulus tahun 1957. Usai mengantongi ijazah SMA, sambil menyelesaikan kuliah di Universitas Padjadjaran, Bandung, ia juga mengikuti pendidikan kemiliteran Sus Jenderal pada 1966.
Umar Wirahadikusumah menikah dengan Karlinah Djaja Atmadja pada 2 Februari 1957, dan dikaruniai dua orang anak, Rina Ariani dan Nila Shanti.
RAT
Artikel Terkait
Karier
Perjalanan karier militer Umar Wirahadikusumah dimulai pada zaman Jepang. Sejak remaja Umar telah menentukan pilihan hidupnya, yakni menjadi prajurit untuk membela tanah air. Pada masa pendudukan Jepang, Umar aktif dalam PETA menjabat sebagai komandan peleton di Tasikmalaya selama satu tahun, kemudian dipindahkan ke Pangandaran. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Umar bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di TKR, Umar menjadi komandan di Cicalengka pada 1 September 1945.
Karier keprajuritannya di militer terus berlanjut pada masa kemerdekaan. Umar ditempatkan di TNI Tingkatan Darat yakni di Kodam VI/Siliwang (sekarang menjadi Kodam III/Siliwangi). Tahun 1946 Umar menjadi Wakil Kepala Staf Res. X Tasikmalaya dengan pangkat Kapten. Kemudian Umar diangkat menjadi Ajudan Panglima Kodam (Pangdam) VI SIliwangi yang dijabat oleh AH Nasution.
Tahun 1947 Umar diangkat menjadi Dirlat di Garut dan Komandan Batalyon (Danyon) 1-U/III Cirebon. Kariernya terus menanjak. Tahun 1949 Umar dipercaya sebagai Danyon IC/Be XIII Solo, kemudian Komandan Komando Militer Kota (Dan KMK) Cirebon. Selanjutnya menjabat Kepala Staf Urusan Ex KNIL Divisi Siliwangi pada 1950.
Setahun berikutnya, ia menjabat Kepala Su-II Divisi Siliwangi. Tahun 1952 Umar diangkat sebagai Kas Brigif-L Cirebon, dan Res XI/Cop Sektor A-1 pada 1952-1953, dan Inspektur Jenderal (Irjen) T dan TIII pada 1953–1954. Ia juga pernah menjadi Pengganti Sementara (Pgs) Su.2 TT III pada 1954–1957.
Setelah itu, Umar menjabat Dan Men 10-Dan RTP Sibolga dengan pangkat Letnan Kolonel (Letkol) pada 1957. Sesudah dari Sibolga, Umar mendapat promosi jabatan sebagai Komandan Komando Militer Kota Besar (Dan KMKB) Jakarta Raya pada 1959. Tahun berikutnya, ia dipercaya sebagai Pejabat (ps) Pangdam V/Jaya-I dengan pangkat Kolonel, kemudian menjadi Pangdam V/Jaya pada 1961–1965 naik menjadi Brigadir Jenderal (Brigjen). Saat menjabat sebagai Pangdam V/Jaya inilah Umar ikut terlibat dalam penumpasan Gerakan 30 September.
Semasa berkarier di TNI, Umar juga banyak terlibat dalam berbagai operasi militer, di antaranya, Umar terlibat dalam pelucutan senjata Jepang di Cicalengka/Tasikmalaya tahun 1945, dan Kerusuhan “Merah” di Cirebon, Brebes, dan Tegal pada 1946–1947.
Ia pernah pula ikut dalam operasi penghancuran pasukan Sutan Akbar Ciniru/Kuningan pada 1947. Selain itu, pada 1947–1948 Umar turut andil dalam Agresi Belanda (Clash) I tahun 1947–1948, dan Wehr Kreise II/Daerah Gerilya III Kuningan Barat sebagai Komandan Batalyon I Brigade Cirebon.
Antara tahun 1948–1950, Umar sebagai Komandan Batalyon IV dengan pangkat Mayor turut menumpas Peristiwa Madiun. Kemudian sebagai Komandan Ko Troepen Long March Solo-Tasikmalaya Barat-Ciamis Utara pada 1948–1952; penumpasan Darul Islam (DI) Jawa Barat pada 1950–1952, dan penumpasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Tapanuli pada 1958.
Ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada 1965, Umar yang saat itu menjabat Pangdam Jaya bertanggung jawab terhadap keamanan di kawasan Jakarta. Ia melapor kepada Pangkostrad Mayjen Soeharto mengenai penculikan para jenderal, dan melihat pasukan tidak dikenal berada di depan Istana Merdeka.
Sebagai Pangdam Jaya, Umar mendukung keputusan Pangkostrad Mayjen Soeharto untuk mengambil alih kepemimpinan Tingkatan Darat dan mendukung Soeharto dalam menumpas Gerakan 30 September.
Umar menyetujui pembentukan KAP-GESTAPU ketika Gerakan 30 September dinyatakan didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dukungan penuh Umar pada upaya Soeharto menumpas pemberontakan G30S membuat Umar mendapat kepercayaan penuh dari Soeharto.
Melesatnya karier militer Soeharto, seiring pula dengan melesatnya karier militer Umar. Pada 2 Desember 1965 Mayjen Soeharto mengangkat Umar menjadi Panglima Kostrad (Pangkostrad) menggantikan dirinya. Umar juga diangkat menjadi Pangkolaga pada 1966. Jabatan Pangkostrad dijalaninya hingga 17 April 1967.
Dua tahun kemudian pada 1969, Umar diangkat sebagai Wakil Panglima Tingkatan Darat, dan puncak karier militernya di TNI adalah ketika ia diangkat sebagai Kepala Staf TNI Tingkatan Darat (KSAD) pada 1969 yang diembannya hingga April 1973. Setelahnya, Umar meninggalkan dunia militer aktif untuk menjalankan tugas negara di pemerintahan.
Lantas Umar dipercaya untuk menduduki jabatan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jabatan itu dipegangnya selama 10 tahun atau dua periode sejak 1973 hingga 1983.
Puncak kariernya di pemerintahan adalah tatkala Sidang Umum MPR tahun 1983 menetapkan Umar Wirahadikusumah sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1983–1988. Umar Wirahadikusumah merupakan Wakil Presiden keempat RI menggantikan Wakil Presiden Adam Malik. Selesai menjadi Wakil Presiden, Umar mundur dari dunia politik.
Umar Wirahadikusumah meninggal dunia dalam usia 79 tahun pada 21 Maret 2003 di Rumah Sakit Pusat TNI-AD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, setelah dirawat intensif selama dua pekan karena penyakit jantung yang telah dideritanya selama 13 tahun.
KOMPAS/ANSEL DA LOPEZ
Menko Kesra Surono, Panglima ABRI Jenderal LB Moerdani, Ketua Bepeka M. Jusuf dan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah menjelang Sidang Kabinet Paripurna di Gedung Sekretriat Kabinet, Rabu, 30 Desember 1987.
Daftar penghargaan
- Kesetiaan 24 (XXIV) tahun Perang Kemerdekaan I-II
- GOM I-II-V
- Sapta Marga
- Wira Dharma
- Lencana Penegak
- Dwija Sista,
- Das Gross Vergenst Kreus Jerman,
- Legion of Merit USA
- Orde van Oranye Nassau-Nederland
- Panglima Setia Mahkota-Malaysia
- Bintang Keamanan no 1 dari Korea Selatan
Penghargaan
Pengabdian hampir separuh hidupnya untuk membela negara, membawa Umar Wirahadikusuma banyak menerima penghargaan. Pemerintah RI memberinya berbagai bintang jasa atas keterlibatannya dalam perjuangan membela NKRI, di antaranya Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Kartika Eka Paksi I-II-III, Bintang Jalasena Klas I-II, Bintang Bhayangkara I-II, Satyalancana Kesetiaan 24 (XXIV) tahun Perang Kemerdekaan I-II, Satyalancana G.O.M I-II-V, Sapta Marga, Satyalancana Wira Dharma, Satyalancana Penegak, dan Satyalancana Dwija Sistha.
Umar Wirahadikusumah juga mendapat penghargaan dari negara lain, seperti “Das Gross Vergenst Kreus” dari Jerman, “Legion of Merit” dari Amerika Serikat, “Orde van Oranye Nassau” dari Nederland, Belanda, “Panglima Setia Mahkota” dari Malaysia, dan “Bintang Keamanan No.1” dari Korea Selatan.
KOMPAS/JB SURATNO
Usai peringatan detik-detik Proklamasi RI, .Presiden dan Ny. Tien Soeharto beserta Wakil Presiden dan Ny. Karlinah Umar Wirahadukusumh pada acara ramah-tamah dengan Perintis Kemerdekaan, Legiun Veteran, Angkatan 45, Pepabri, Warakawuri Pahlawan, Wredatama, Perip dan Piveri di Istana Negara, Senin, 17 Agustus 1987.
Pengabdian di BPK
Pada 8 Mei 2008, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution meresmikan penamaan baru Gedung utama BPK pusat Jakarta dengan nama Gedung Umar Wirahadikusumah. Pengunaan nama tokoh Umar Wirahadikusumah dilakukan sebagai wujud penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa dan pengabdiannya selama berkarya di BPK.
Sebelum menjabat Wakil Presiden RI pada 1983–1988, Umar Wirahadikusumah menjabat sebagai Ketua BPK selama 10 tahun atau dua periode (1973–1978 dan 1978–1983). Kala itu, ia menyatakan bahwa tidak ada satu pun departemen yang bersih dari penyelewengan. “Mana ada yang bersih”, ujar Umar Wirahadikusumah pada 5 Oktober 1981.
Menurut Umar saat itu, makin besar anggaran pembangunan, maka makin besar pula peluang bagi orang untuk berbuat korupsi atau penyelewengan. Meskipun pedoman yang menyangkut efisiensi administrasi keuangan, pengurusan barang dan pelaksanaan lelang sudah lengkap, akan selalu dicari kelemahan-kelemahan peraturan tersebut. Padahal di beberapa instansi pemerintah sudah ada sarana pengendalian keuangan yang lengkap. Namun, masalahnya sekarang adalah soal mental, jelas Umar Wirahadikusumah.
Umar tergolong pejabat yang banyak kerja tetapi tidak banyak bicara. Sebagai Ketua BPK ia bertanggung jawab untuk memastikan bahwa departemen pemerintah, kementerian, dan badan pemerintahan menggunakan uang negara dengan baik. Ia tidak ragu memberi penilaian suram pada departemen pemerintah terkait penyelewengan atau korupsi.
Selama menjabat sebagai Ketua BPK, telah banyak yang ia lakukan untuk kemandirian dan kewibawaan BPK. Umar mengenalkan empat hal dasar dan monumental pada BPK, yaitu diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK, yang mengembalikan kemandirian BPK yang terpisah dari pemerintah sebagaimana amanat UUD 1945.
Ia juga mengenalkan Sapta Prasetya Jati dan Ikrar Pemeriksa dalam melaksanakan tugas sebagai pemeriksa BPK. Masa kepemimpinan Umar juga ditandai dengan pembangunan dan peresmian gedung BPK yang kini menjadi Kantor Pusat BPK, serta Majalah Pemeriksa sebagai publikasi resmi BPK.
Sindhunata
Referensi
- “Ketua Badan Pemeriksa Keuangan: Mental Petugas Menyebabkan Tidak Satupun Departemen Bersih”. Kompas, 5 Oktober 1981.
- “Tidak Pernah di Sebut-sebut Sebelumnya: Umar Wirahadikusumah Calon Tunggal Wakil Presiden”. Kompas, 26 Februari 1983.
- “Umar Wirahadikusumah, Sederhana Sejak Semula”. Kompas, 1 Maret 1983.
- “Umar Wirahadikusumah Tutup Usia”. Kompas, 22 Maret 2003.
- “‘In Memoriam’: Jenderal Umar Wirahadikusumah”. Kompas, 22 Maret 2003.
- –
- https://www.wapresri.go.id/sejarah/
- https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/21/150000365/profil-wakil-presiden-ri–umar-wirahadikusumah-1983-1988-?page=all
- https://nasional.kompas.com/read/2022/05/28/13575391/profil-umar-wirahadikusumah-dari-militer-jadi-wakil-presiden-ke-4-indonesia
- https://nasional.kompas.com/read/2008/05/08/09580025/~Nasional
Biodata
Nama
Jenderal TNI (Purn) H. Umar Wirahadikusumah
Lahir
Sumedang, Jawa Barat, 10 Oktober 1924
Jabatan
Wakil Presiden RI ke-4 (1983–1988)
Pendidikan
Umum :
- SD Europeesche Lagere School (ELS) (1935–1942)
- SMP Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) (1942–1945)
- SMA (1955–1957)
- Sarjana (S1) Universitas Padjadjaran (1957)
Khusus:
- Sunen Dancho (1943)
- PETA (1944)
- Chandra Muka (1951)
- SSK AD (1955)
- Sus Jenderal (1966)
Karier
Karier militer:
- Komandan Tentara Kemanan Rakyat (TKR) Cicalengka (1945)
- Wakil Kepala Staf Res. X Tasikmalaya (1946)
- Ajudan Panglima Kodam VI
- Dirlat di Garut
- Komandan Batalyon (Danyon) 1-U/III Cirebon (1947)
- Danyon IV/Be XIII Solo (1949)
- Komandan Komando Militer Kota (Dan KMK) Cirebon
- Kas Ur Ex KNIL Divisi Siliwangi (1950)
- Ka Su-II Divisi Siliwangi (1951)
- Kas Brigif-L Cirebon (1952)
- Dan Res XI/Cop Sektor A-1 (1952–1953)
- Inspektur Jengeral (Irjen) T & TIII (1953–1954)
- Pengganti Sementara (Pgs) Su.2 TT III (1954–1957)
- Dan men 10-Dan RTP Sibolga (1957)
- Komandan Komando Militer Kota Besar (Dan KMKB) Jakarta Raya (1959)
- Pejabat (Ps) Pangdam V/Jaya-I (1960)
- Pangdam V /Jaya-1 (1961-1965)
- Panglima Komando Strategi Tjadangan Angkatan Darat (Pangkostrad) (1965-1967)
- Pangkolaga (1966)
- Wakil Panglima Angkatan Darat (Wapangad) (1967–1969)
- Kepala Staf AD (Desember 1969 — April 1973)
Operasi militer:
- Perlucutan senjata Jepang di Cicalengka/Tasikmalaya (l945)
- Kerusuhan “Merah” di daerah Cirebon, Breber dan Tegal (1946–1947)
- Clash I (1947–1948),
- Wehr Kreise II/Daerah Gerilya III Kuningan Barat sebagai Komandan Batalyon I Brigade Cirebon (1947–l948)
- Menghacurkan pasukan Sutan Akbar Ciniru/Kuningan (1947)
- Menumpas Peristiwa Madiun sebagai Komandan Batalyon IV (1948–1950),
- Clash II sebagal Komandan Ko Troepen Long Mars Solo-Tasikmalaya Barat-Clamis Utara (1948–1950)
- Penumpasan Darul Islam (Dl) Jawa Barat (1950–1952),
- Penumpasan PRRI di Tapanuli (1958)
- Penumpasan G-30-S sebagai Pangdam V/Jaya (l965)
Pemerintahan
- Ketua Badan Pengawas Keuangan (BPK) (1973–1983)
- Wakil Presiden RI (1983–1988)
Organisasi
–
Penghargaan
- Bintang Dharma,
- Bintang Gerilya
- Kartika Eka Paksi I-II-III
- Jalasena Klas I-II
- Bhayangkara I-II
- Kesetiaan 24 (XXIV) tahun Perang Kemerdekaan I-II
- GOM I-II-V
- Sapta Marga
- Wira Dharma
- Lencana Penegak
- Dwija Sista,
- Das Gross Vergenst Kreus Jerman,
- Legion of Merit USA
- Orde van Oranye Nassau-Nederland
- Panglima Setia Mahkota-Malaysia
- Bintang Keamanan no 1 dari Korea Selatan
Keluarga
Istri
Karlinah Djaja Atmadja
Anak
- Rina Ariani
- Nila Shanti
Sumber
Litbang Kompas