Tokoh

Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno

Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno merupakan Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia mendampingi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1993-1998. Ia termasuk salah satu Wakil Presiden yang berasal dari militer dengan jabatan sebelumnya adalah Panglima ABRI (1988-1993).

TOK

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Jenderal TNI (Purn.)  Try Sutrisno

Lahir
Surabaya, Jawa Timur, 15 November 1935

Jabatan
Wakil Presiden ke-6 RI (11 Maret 1993 — 11 Maret 1998)

Sidang Umum MPR masa bakti 1992–1997 memilih Try Sutrisno menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Presiden Soeharto yang kembali terpilih untuk masa jabatan 1993–1998. Pria kelahiran Surabaya, 15 November 1935 ini berlatar belakang militer dengan jabatan terakhir sebagai Panglima ABRI (1988–1993).

Sejak remaja ia telah mengenal dunia militer, bergabung dengan Batalyon Angkatan Darat Poncowati, kemudian masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung tahun 1956. Tahun 1974 ia terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto hingga 1978. Karier militernya terus melesat. Usai menjadi ajudan, suami Tuti Sutiawati ini diangkat sebagai Kepala Komando Daerah Staf di Kodam XVI/Udayana pada 1978. Setahun kemudian, ia dipercaya sebagai Pangdam IV/Sriwijaya, lalu empat tahun kemudian ke Jakarta sebagai Pangdam V/Jaya.

Pada 1985, ia naik pangkat menjadi Letjen TNI, dan bersamaan dengan itu diangkat sebagai Wakil KSAD mendampingi KSAD Jenderal TNI Rudini. Satu setengah tahun menjadi Wakil KSAD, pada medio Juni 1986 ia diangkat sebagai KSAD. Pada 27 Februari 1988 ayah tujuh anak ini dipromosikan menjadi Panglima ABRI menggantikan Jenderal TNI LB Moerdani.

Selama lima tahun, Try Sutrisno menjadi orang nomor satu di ABRI yang saat itu masih terdiri dari institusi TNI AD, TNI AU, TNI AL, dan Polri. Try Sutrisno mencapai puncak karier politiknya ketika ia terpilih sebagai Wakil Presiden ke-6 RI masa jabatan 1993–1998 menggantikan Letjen TNI (Purn) Sudharmono, S.H.

Arek Surabaya

Try Sutrisno dilahirkan di Surabaya pada 15 November 1935 dari pasangan suami istri, Soebandi dan Mardheyah. Try adalah anak ketiga dari lima saudara. Anak pertama, Siti Asmah, anak kedua perempuan meninggal saat masih bayi, lalu lahir anak laki-laki, tetapi meninggal saat masih bayi. Anak keempat dari pasangan ini adalah Chamimah. Soebandi tinggal bersama sang istri, Mardheyah, dan anak-anak mereka di kampung Genteng, Bandar Lor, Surabaya. Di situlah Try Sutrisno dilahirkan dan dibesarkan.

Masa kecil Try dilalui dalam kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan. Ayahnya adalah seorang sopir mobil ambulance di kantor Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surabaya. Ketika Belanda kembali menduduki Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, masih dalam situasi perang, Try dan keluarganya mengungsi dari Surabaya ke Mojokerto. Try terpaksa berhenti sekolah. Ayahnya bekerja di Bagian Kesehatan Batalyon Poncowati di Kediri, sehingga Try menjadi tulang punggung bagi ibu dan adik-adiknya dengan bekerja sebagai penjual koran dan rokok.

Try kemudian menyusul dan mengikuti jejak ayahnya bergabung dengan Batalyon Poncowati. Ketika itu, ia berusia 13 tahun. Karena masih terlalu muda, Try dipekerjakan sebagai kurir di markas tentara tidak jauh dari tempatnya menungsi di Purwosari, Kediri. Ia ditugaskan mencari informsi ke daerah-daerah yang diduduki tentara Belanda, serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia. Setelah Belanda mundur, keluarga Try kembali ke Surabaya dan ia dapat melanjutkan sekolahnya pada 1956.

Setelah lulus SMA ia melanjutkan pendidikan militer di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) di Bandung. Meskipun sempat gagal saat pemeriksaan fisik, Mayjen GPH Djatikusumo tertarik kepada Try dan memanggilnya kembali. Ia lulus dari Atekad tahun 1959.

Try menikah dengan Tuti Sutiawati pada 21 Januari 1961. Mereka dikaruniai empat anak laki-laki dan tiga anak perempuan, yaitu Nora Tristyana yang menikah dengan Ryamizard Ryacudu, Taufik Dwi Cahyono, Firman Santyabudi, Nori Chandrawati, Isfan Fajar Satrio, Kunto Aref Wibowo, dan Natalia Indrasari.

Karier

Karier militernya dimulai dengan pangkat Letnan Dua Zeni, setelah lulus dari ATEKAD tahun 1959. Try mengawali penugasan militernya di Palembang sebagai Komandan Peleton Zeni Tempur. Pada tahun itu pula, ia turut dalam operasi militer melawan pemberontakan PRRI. Selanjutnya mendapat penugasan di Kendari selama setahun dengan jabatan Danton Zikon.

Dua tahun kemudian kembali ke Palembang sebagai Dankima Yonzikon-2 dengan pangkat Letnan Satu. Tahun 1965 selama setahun Try bertugas di Jakarta sebagai Dankizi I/DTR. Di Jakarta, ia diangkat sebagai Wakil Komandan (Wadan) Denma Dirziad pada 1967 dan naik pangkat menjadi Kapten. Tahun berikutnya, ia bertugas di Bandung sebagai Wadanyon Zipur 9/Para hingga tahun 1970, dan menyelesaikan Sekolah Staf dan Komando di Bandung tahun 1972.

Selama menjadi perwira muda, Try tidak pernah absen mengikuti semua operasi besar seperti, penumpasan DI/TII di Aceh tahun 1957, penumpasan PRRI tahun 1959, Trikora pembebasan Irian Barat tahun 1962, penumpasan Gerakan 30 September tahun 1965, dan Operasi Seroja di Timor Timur tahun 1979.

Jabatan tertinggi di pasukan yang pernah dipegangnya adalah Komandan Batalyon Zeni Tempur Amphibi di Surabaya dengan pangkat Mayor. Kemudian, ia ditarik ke Markas Besar TNI Angkatan Darat untuk menjabat Kepala Biro pada Staf Umum Angkatan Darat 2/Operasi dari tahun 1972 sampai tahun 1974 dengan pangkat Letnan Kolonel (Letkol). Di tempat ini, pengalamannya sebagai perwira staf banyak ditempa. Setelah dua tahun di Markas Besar TNI Angkatan Darat, Try ditugaskan menjadi ajudan Presiden RI (1974–1978).

Usai menjalankan tugas ADC Presiden, karier militernya terus melesat. Ia, selanjutnya, mengikuti Sekolah Staf dan Komando Gabungan pada 1977. Setahun setelah mengikuti Sesko Gabungan ABRI, Try ditunjuk menjadi Kepala Staf Kodam XVI/Udayana Bali/Nusatenggara dengan kenaikan pangkat menjadi Kolonel.

Dari Denpasar Try Sutrisno ke Palembang. Pada 1979, ia ditunjuk menjadi Pangdam IV/Sriwijaya dan mendapat kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal (Brigjen). Jabatan ini dipegangnya hingga tahun 1982. Pada 11 Desember 1982 Menhankam/Pangab melalui SKEP/1423/XI/1982 menariknya ke Jakarta untuk menduduki jabatan Pangdam V/Jaya menggantikan Letjen TNI Norman Sasono dan mendapat kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal (Mayjen).

Saat menjabat sebagai Pangdam V/Jaya, di ibu kota terjadi peristiwa Tanjungpriok dan peledakan gedung BCA. Sebagai Pangdam, ia bisa memadukan sikap tegas dan persuasif. Jabatan Pangdam V/Jaya dipegangnya hingga tahun 1985. Try juga tercatat sebagai anggota MPR RI selama dua periode, sejak 1983 hingga 1993.

Karier Try kian meroket. Usai menjadi Pangdam V/Jaya, Try diangkat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan mendapat kenaikan pangkat menjadi Letnan Jenderal (Letjen). Tidak sampai setahun sebagai Wakasad, ia kemudian diangkat sebagai KSAD pada 25 Juni 1986 hingga Februari 1988. Pada 20 April 1987 Try mendapat kenaikan pangkat menjadi Jenderal. Karier militer Try Sutrisno berada di puncak ketika dirinya diangkat sebagai Panglima ABRI menggantikan Jenderal TNI LB Moerdani pada 27 Februari 1988 hingga 18 Februari 1993.

Puncak karier politik Try Sutrisno adalah ketika Sidang Umum MPR 1997 menetapkan dirinya sebagai Wakil Presiden ke-6 RI mendampingi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1993 hingga 1998. Pada akhir masa jabatan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno telah memberi isyarat menolak dipilih kembali sebagai Wakil Presiden untuk kedua kalinya.

Masa jabatan Try Sutrisno sebagai Wakil Presiden ke-6 RI berakhir pada 11 Maret 1998. Ia menolak untuk dicalonkan kembali, dan Sidang Umum MPR 1998 menetapkan oleh BJ Habibie sebagai Wakil Presiden RI. Aktifitas Try Sutrisno setelah tidak lagi menjabat wapres, pada 1998 ia terpilih sebagai Ketua Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) hingga 2003.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang saat itu ketua umumnya adalah Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat. Saat ini, Try Sutrisno dipercaya sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (2022–2027).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno bersama sang istri Tuti Sutiawati Try Sutrisno (19-09-2013)

Daftar penghargaan

  • Knight Grand Cross of the Most Noble Order of the Crown of Thailand (GCCT) – Thailand (1986)
  • Commander of the Legion of Merit (LOM) – Amerika Serikat
  • Nishan-e-Imtiaz – Pakistan
  • Pingat Panglima Gagah Angkatan Tentera (PGAT) – Malaysia
  • Panglima Mangku Negara (PMN) – Malaysia (1988)
  • Darjah Utama Bakti Cemerlang – Tentera (DUBC) – Singapura (7 Agustus 1991)
  • Knight Grand Cross of the Most Exalted Order of the White Elephant (KCE) – Thailand
  • Darjah Paduka Keberanian Laila Terbilang Yang Amat Gemilang – Peringkat Pertama (DPKT) – Brunei
  • Commanter of the Philippine Legion of Honor (CLH) – Filipina

Penghargaan

Sepanjang perjalanan karier di militer dan politik, Try Sutrisno telah meraih berbagai penghargaan dan tanda jasa, mulai dari bintang hingga satyalancana, baik dari dalam maupun luar negeri (negara lain), di antaranya: Bintang Yudha Dharma Utama; Bintang Kartika Eka Paksi Utama; Bintang Jalasena Utama; Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama; Bintang Bhayangkara Utama; Bintang Kartika Eka Paksi Pratama; Bintang Kartika Eka Paksi Nararya; Bintang Legiun Veteran RI; Bintang Dharma; Bintang Mahaputera Adipradana; Bintang RI Adipradana; dan Bintang Mahaputera Adipurna.

Penghargaan berupa satyalancana, seperti: Satyalancana Kesetiaan 24 Tahun; Satyalancana GOM VII; Satyalancana Sapta Marga; Satyalancana Satya Dharma; Satyalancana Wira Dharma; Satyalancana Penegak; Satyalancana Seroja; dan Satyalancana Wira Karya.

Penghargaan dari negara lain, di antaranya dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, antara lain: “First Rank of the Order of the Yugoslav Flag eith Sish” dan “First Rank of the Order of Military Meris with Great Star” dari Yugoslavia; “Grand Cross of the Order of Merit of the Federal Republic of Germany” dari Jerman; “Commander of the National Order of the Legion of Honour” dari Perancis; “Gold Decoration of Merit” dari Belanda; “Commander of the Legion of Merit (LOM)” dari Amerika Serikat.

Penghargaan dari negara-negara di Asia, di antaranya: “Knight Grand Cross of the Most Noble Order of the Crown of Thailand (GCCT)” dari Thailand; “Sri Paduka Mahkota Johor (SPMJ)” dari Johor; “Nishan-e-Imtiaz” dari Pakistan; “Pingat Panglima Gagah Angkatan Tentera (PGAT)” dan Panglima Mangku Negara (PMN)” dari Malaysia; Order of National Security Merit – 1st Class (Tong-il-Medal) dari Korea Selatan; “Darjah Utama Bakti Cemerlang – Tentera (DUBC)“ dari Singapura, dan

“Knight Grand Cross of the Most Exalted Order of the White Elephant (KCE)” dari Thailand.

KOMPAS/JB SURATNO

 Presiden Soeharto, dan Wakil Presiden Try Sutrisno (kanan) didampingi Menhub Harjanto Dhanutirto (ke-2 kiri), dan Gubernur DKI Surjadi Soedirdja (kiri), meninjau maket gedung terpadu Departemen Perhubungan yang diresmikan, Kamis (18/9/1997).

UKI

“Untuk meneruskan tradisi positif yang telah berjalan, yaitu untuk jabatan Wakil Presiden sebaiknya cukup selama satu periode saja,” ujar Wapres Try Sutrisno (Kompas, 18 Februari 1998).

Wapres satu periode

Jelang Sidang Umum MPR tahun 1997, mulai muncul banyak nama bakal calon wakil presiden yang disuarakan berbagai kelompok dan organisasi. Nama-nama calon wapres yang muncul dan sering disebut-sebut, antara lain, Try Sutrisno, BJ Habibie, Hartarto, Harmoko, Hartono, dan Ginandjar Kartasasmita.

Wakil Presiden Try Sutrisno yang masa jabatannya akan berakhir 1998, namanya pun termasuk yang banyak disebut untuk kembali menduduki jabatan wapres periode 1998–2003. Namun, dengan tegas Try Sutrisno menyatakan ketidaksediaannya dicalonkan kembali menjadi wakil presiden periode 1998–2003.

Try Sutrisno menjelaskan mengenai alasan dirinya tidak bersedia dicalonkan kembali menjadi wapres, yaitu meneruskan tradisi sebelumnya. Dari Wapres Hamengku Buwono IX hingga Wapres Sudharmono SH semua wapres tersebut menjabat selama satu periode atau satu kali saja. Try Sutrisno melihat hikmah positif dari menjabat satu kali itu, dan ia ingin meneruskan tradisi tersebut.

Hal itu memang tidak ada dalam ketentuan UUD. Dalam UU disebutkan, wapres dipilih untuk lima tahun sama dengan presiden, dan dapat dipilih kembali. Namun, Try Sutrisno menyatakan yang terjadi di Orde Baru bahwa semua wapres menjabat satu kali atau hanya satu periode saja. Ia mengambil hikmah positifnya, seperti dapat memberi kesempatan kepada kader-kader bangsa.

Sikap dan pemikiran Try Sutrisno agar jabatan wapres ditradisikan satu kali saja mendapat tanggapan dari kalangan anggota DPR. Mereka menilai sikap tersebut patut dihargai dan dijadikan teladan oleh seluruh bangsa. Namun, untuk dibakukan dalam peraturan perundang-undangan, masih perlu dipikirkan lebih mendalam.

Kalangan DPR berpendapat, bahwa penolakan Try Sutrisno untuk dicalonkan kembali sebagai wapres bukan gambaran dari skap pesimis terhadap pencalonan wapres, melainkan untuk memberi kesegaran dalam proses pemilihan wapres. Pak Try memberi contoh jika memang sudah waktunya mundur, ya harus mundur. Ini sikap negarawan yang siap mundur meski masih banyak yang mendukungnya.

TOK

Referensi

Arsip Kompas
  • “Mayjen Try Sutrisno dilantik sebagai Pangdam V/Jaya *Lulusan Akademi Militer yang pertama menjabat panglima di Jawa”. Kompas, 29 Desember 1982.
  • “Mayjen Try dengan 1000 Perwira”. Kompas, 31 Januari 1983.
  • “Try Sutrisno, Wakil KSAD * Sugito, Pangdam Jaya”. Kompas, 7 Agustus 1985.
  • “Try Sutrisno: Tokoh Pertama Non-Angkatan 45 di Tampuk Pimpinan TNI-AD”. Kompas, 21 Agustus 1985.
  • “Bangsa Indonesia Tidak Perlu Ragu Terhadap Perkembangan ABRI”. Kompas, 25 Juni 1986.
  • “Jenderal Try Sutrisno Diangkat Jadi Pangab”. Kompas, 11 Februari 1988.
  • “Hari ini, Kamis 11 Maret. Soeharto-Try Sutrisno Mengucapkan Sumpah/Janji”. Kompas, 11 Maret 1993.
  • “Try di Tengah-tengah keluarga”. Kompas, 12 Maret 1993.
  • “Try di Mata orang yang Mengenalnya”. Kompas, 12 Maret 1993.
  • “Pasangan Soeharto-Try dan Masa Depan Kita”. Kompas, 13 Maret 1993.
  • “Pak Try tak Bersedia Dicalonkan * Jabatan Wapres Cukup Satu Periode”. Kompas, 19 Februari 1998.
  • “Sikap Try Sutrisno Jadi Teladan”. Kompas, 20 Februari 1998.
Buku
  • Sukmawati, Carmelia. 2005. Pengabdian Tiada Akhir: Berjuang dan Mengabdi demi NKRI & Pancasila. Jakarta: Merjasa.

Biodata

Nama

Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno

Lahir

Surabaya, Jawa Timur, 15 November 1935

Jabatan

Wakil Presiden RI ke-6 (1993–1998)

Pendidikan

Umum :

  • SD Ambengan (1942–1950)
  • SMP 2 Kepanjen (1950–1953)
  • SMA Wijayakusuma (1953–1956)
  • Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) (1956–1959)

Khusus:

  • Susjurpazikon/MOS (1962)
  • Latihan Dasar Para (1964)
  • Kupaltu (1965)
  • MOS Amfibi (1967)
  • Suslapa Zeni (1968)
  • Seskoad (1972)
  • Seskogab (1977)

Karier

Karier militer:

  • Komandan Peleton (Danton) Zipur di Palembang (1959–1962)
  • Danton Zikon di Kendari (1962–1963)
  • Dankima Yonzikon-2 di Palembang (1964)
  • Dankizi I/DTR di Jakarta (1965–1967)
  • Wakil Komandan (Wadan) Denma Dirziad di Jakarta (1967–1968)
  • Wadanyon Zipur 9/Para di Bandung (1968–1970)
  • Danyon Zipur 10/FIB di Pasuruan (1970–1971)
  • Karo Suad-2 di Jakarta (1972–1974)
  • ADC Presiden di Jakarta (1974–1978)
  • Kasdam XV/Udayana di Denpasar (1978–1979)
  • Pangdam IV/Sriwijaya di Palembang (1979–1982)
  • Pangdam V/Jaya di jakarta (1982–1985)
  • Wakil KSAD (1985–1986)
  • KSAD (25 Juni 1986 — 1988)
  • Panglima ABRI (27 Februari 1988 — 18 Februari 1993)
  • Anggota MPR RI di Jakarta (1983–1993)

Pemerintahan

  • Wakil Presiden RI (11 Maret 1993 — 11 Maret 1998)

Organisasi

  • Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) (1985-1993)
  • Ketua Umum Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) (1998-2003)
  • Ketua Umum Prima (Persahabatan RI-Malaysia) (sejak 2002)
  • Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (2022-2027)

Penghargaan

  • Bintang Yudha Dharma Utama
  • Bintang Kartika Eka Paksi Utama
  • Bintang Jalasena Utama
  • Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama
  • Bintang Bhayangkara Utama
  • Bintang Kartika Eka Paksi Pratama
  • Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
  • Satyalancana Kesetiaan 24 Tahun
  • Satyalancana GOM VII
  • Satyalancana Sapta Marga
  • Satyalancana Satya Dharma
  • Satyalancana Wira Dharma
  • Satyalancana Penegak
  • Satyalancana Seroja
  • Satyalancana Wira Karya
  • Bintang Legiun Veteran RI
  • Bintang Dharma
  • Bintang Mahaputera Adipradana (12 Agustus 1992)
  • Bintang RI Adipradana (17 Maret 1993)
  • Bintang Mahaputera Adipurna (17 maret 1993)
  • First Rank of the Order of the Yugoslav Flag eith Sish – Yugoslavia
  • First Rank of the Order of Military Meris with Great Star – Yugoslavia
  • Grand Cross of the Order of Merit of the Federal Republic of Germany – Jerman
  • Knight Grand Cross of the Most Noble Order of the Crown of Thailand (GCCT) – Thailand (1986)
  • Commander of the National Order of the Legion of Honour – Prancis
  • Sri Paduka Mahkota Johor (SPMJ) – Johor
  • Gold Decoration of Merit – Belanda
  • Commander of the Legion of Merit (LOM) – Amerika Serikat
  • Nishan-e-Imtiaz – Pakistan
  • Pingat Panglima Gagah Angkatan Tentera (PGAT) – Malaysia
  • Panglima Mangku Negara (PMN) – Malaysia (1988)
  • Order of National Security Merit – 1st Class (Tong-il-Medal) – Korea Selatan
  • Darjah Utama Bakti Cemerlang – Tentera (DUBC) – Singapura (7 Agustus 1991)
  • Knight Grand Cross of the Most Exalted Order of the White Elephant (KCE) – Thailand
  • Darjah Paduka Keberanian Laila Terbilang Yang Amat Gemilang – Peringkat Pertama (DPKT) – Brunei
  • Commanter of the Philippine Legion of Honor (CLH) – Filipina

Keluarga

Istri

Tuti Sutiawati

Anak

  • Nora Tristyana (menikah dengan Ryamizard Ryacudu)
  • Taufik Dwi Cahyono
  • Firman Santyabudi
  • Nori Chandrawati
  • Isfan Fajar Satrio
  • Kunto Aref Wibowo
  • Natalia Indrasari

Sumber
Litbang Kompas