Tokoh

Presiden ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie

Prof. Dr. Ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng atau BJ Habibie adalah Presiden RI ke-3. BJ Habibie sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Soeharto. Ketika Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, Habibie yang menjabat Wakil Presiden ditunjuk menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI.

KUM

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Bacharuddin Jusuf Habibie

Lahir
Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936

Jabatan
Presiden RI ke-3 (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)

Habibie menjadi Presiden ke-3 RI selama satu tahun lima bulan (21 Mei 1998 — 20 Oktober 1999). Pada masa pemerintahannya, Provinsi Timor-Timur lepas dari Indonesia setelah hasil referendum dimenangkan pihak yang ingin menjadi negara yang berdiri sendiri. Kemudian, Sidang Umum MPR tahun 1999 menolak pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie, antara lain, terkait Timtim yang lepas dari NKRI dan soal tidak dilakukannya pengusutan harta kekayaan Presiden Soeharto.

BJ Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936. Ia adalah seorang ilmuwan dan profesor dalam bidang teknologi aviasi internasional. Gelar Doctor Ingenieur diraihnya di fakultas teknik mesin, jurusan desain dan konstruksi pesawat terbang dari Rhenisch Wesfalische Technische Hochscule, Aachen, Jerman. Ia pernah bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum kemudian kembali ke Indonesia atas permintaan Presiden Soeharto.

Sepulangnya ke Indonesia, Habibie dipercaya menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT selama 20 tahun (1978–1998). Ia juga memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis. Pada 11 Maret 1998, melalui Sidang Umum MPR, BJ Habibie diangkat sebagai Wakil Presiden RI yang ke-7. Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia termasuk Indonesia mendorong rakyat menuntut reformasi total. Akhirnya pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya, dan pada hari yang sama BJ Habibie diambil sumpahnya sebagai Presiden ke-3 RI.

Anak Pare-Pare

BJ Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936. Ia adalah anak keempat dari sembilan putra-putri dari pasangan Alwi Abdul Djalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardoyo. Ayahnya berasal dari Gorontalo yang berprofesi sebagai ahli pertanian, sedangkan ibunya berasal dari Jawa, anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta  bernama Puspowardojo.

Kakek BJ Habibie dari garis keturunan ayah merupakan seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama, dan salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor.

Habibie menjalani masa kecil bersama saudara-sadudaranya di Pare-Pare. Sejak kecil Habibie yang mempunyai nama panggilan Rudy ini gemar menunggang kuda. Saat remaja, Habibie harus kehilangan ayahnya yang meninggal dunia karena penyakit jantung pada September 1950.

Habibie lalu menempuh pendidikan SMA di Bandung di Gouvernments Middlebare School. Kepandaiannya mulai tampak saat duduk di bangku SMA terutama dalam mata pelajaran eksakta.

Tamat SMA pada 1954, Habibie melanjutkan studi di jurusan Teknik Mesin di Universitas Indonesia di Bandung (sekarang menjadi ITB) pada 1956.

Namun, berselang enam bulan di ITB Habibie berpindah melanjutkan studi di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Aachen, Jerman. Usai belajar lima tahun di Jerman, tahun 1960 Habibie meraih Diplom-ingenieur dengan mendapat cumlaude dari Fakultas Teknik Mesin Jurusan Desain dan Konstruksi pesawat terbang. Di perguruan tinggi yang sama pada 1965 Habibie meraih gelar Doctor Ingenieur dengan predikat summa cumlaude. Tahun 1967 Habibie diangkat sebagai Profesor Kehormatan atau Guru Besar di ITB.

BJ Habibie menikah dengan seorang adik kelas yang dikenalnya sejak remaja, dokter Hasri Ainun Besari pada 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Mereka dikaruniai dua putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.

Karier

Habibie mengawali karier di Jerman dengan menjadi Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg pada 1965–1969. Lalu menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen pada 1969–1973. Puncak kariernya di Jerman yakni saat Habibie dipercaya menjadi Wakil Presiden sekaligus Direktur Teknologi MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen pada 1973–1978.

Habibie juga menghasilkan 48 karya ilmiah dan ikut serta dalam pengembangan sejumlah pesawat terbang sipil dan militer, seperti pesawat tempur serba guna (MRCA) dan Airbus A-300. Habibie kemudian kembali ke Indonesia.

Tahun 1974 Habibie kembali ke Indonesia. Ia mengawali kariernya sebagai penasihat pemerintah bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Tugas ini dijalaninya hingga 1978. Selanjutnya, ia diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Jabatan Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT itu dipegangnya selama lima periode (1978–1998) Kabinet Pembangunan yang berakhir pada 1998 Habibie juga menjabat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional. Jabatan lainnya, antara lain, sebagai Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Direktur Utama PT PAL, Pindad, Ketua Dewan Pembina Industri Strategis Indonesia.

Habibie juga sebagai Ketua Dewan Standarisasi Nasional, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, juga Koordinator Perencana dan Pelaksana Proyek Gas Natuna. Dari bidang teknologi kiprahnya juga melebar saat ia terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, Ketua Dewan Pembina Persatuan Insinyur Indonesia, Ketua Dewan Pembina Yayasan Abdi Bangsa, juga Ketua Badan Pengelola Harian Rumah Sakit Harapan Kita.

Pada 11 Maret 1998 lewat Sidang Umum MPR, BJ Habibie diangkat sebagai Wakil Presiden ke-7 RI. Pada saat bersamaan tengah terjadi krisis ekonomi di Asia, termasuk di Indonesia. Krisis ini juga berimbas pada krisis politik di dalam negeri. Rakyat menuntut reformasi total. Akhirnya, pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden RI. Pada hari yang sama, Habibie sebagai Wakil Presiden kemudian menggantikan Soeharto setelah diambil sumpahnya sebagai Presiden ke-3 RI.

BJ Habibie menduduki jabatan Presiden ke-3 RI selama 512 hari atau 17 bulan. Berakhirnya masa jabatan BJ Habibie sebagai Presiden RI menyusul penolakan pertanggungjawaban Habibie dalam Sidang Umum MPR pada 20 Oktober 1999, salah satunya terkait masalah Timor Timur yang akhirnya lepas dari NKRI, Habibie dinilai melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor Timur.

Meski singkat, era pemerintahan Habibie sangat krusial dan menjadi kunci era transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Habibie memberikan kebebasan pers yang sempat dibungkam hingga diberedel selama masa Orde Baru. Ia juga melaksanakan restrukturisasi perbankan Indonesia dan memisahkan Bank Indonesia (BI) dari pemerintahan agar tetap objektif dan tidak terpengaruh oleh politik. Pemisahan tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999.

Habibie juga membuat sejarah dengan membentuk undang-undang yang mengatur kebebasan rakyat Indonesia dalam pemilu yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 1999 tentang Pemilu. Bahkan pada era Habibie, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa diakhiri dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 26 Tahun 1999 dan Inpres No. 4 Tahun 1999. Inpres tersebut menghapus larangan bicara dan mengajar Bahasa Mandarin yang sebelumnya dilakukan era Soeharto.

Setelah penolakan pertanggungjawaban Presiden RI, BJ Habibie menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Usai tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI, Habibie mendirikan The Habibie Center (THC) pada 10 November 1999. THC merupakan lembaga pemikir yang berkomitmen untuk memberi masukan dan warna dalam demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

BJ Habbie meninggal dunia pada 11 September 2019 pukul 18.05 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan di sebelah pusara istrinya, Hasri Ainun Besari yang meninggal dunia pada 22 Mei 2010. Sang istri meninggal dunia di di RS Ludwig Maximilians-Universitat, Klinikum Gro’hadem, Muenchen, Jerman.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden ke-3 BJ Habibie di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/5/2019). Selain mengucapkan selamat atas kemenangan rekapitulasi Pemilu presiden 2019, Habibie juga mengingatkan semua pihak untuk menjaga persatuan.

Daftar penghargaan

  • Bintang Budaya Parama Dharma (27 Mei 1998)
  • Bintang Bhayangkara Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Yudha Dharma Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Kartika Eka Pakci Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Jalasena Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Jasa Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Republik Indonesia Adipurna (27 Mei 1998)
  • Doktor “Honoris Causa” dalam bidang Filsafat Teknologi Universitas Indonesia (30 Januari 2010)
  • The Star of Soekarno Award dari Universitas Bung Karno (29 Mei 2011)
  • Das Grosse Verdienstkreuz Mit Stern und Schulterband dan Bintang Penghargaan Das Grosse Verdienstkreuz dari Pemerintah Republik Federal Jerman (21 Januari 2015)

Penghargaan

Sejumlah penghargaan dan tanda jasa diterima Habibie terkait kiprahnya, baik dari perguruan tinggi, lembaga pemerintah dalam dan luar negeri, swasta dan pemerintah RI. Tahun 1977 Habibie diangkat sebagai guru besar bidang konstruksi pesawat terbang di ITB. Habibie juga terpilih menjadi Anggota Kehormatan Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar Jerman, dan sebagai Anggota The Royal Aeronautical Society Kerajaan Inggris, serta Gessellschaft fuer Luft und Raumfahrt, Jeman.

Tahun 1984 Habibie terpilih sebagai salah satu dari 21 tokoh dunia dalam bidang penerbangan dan angkasa luar oleh editor Aviation Week & Space Technoligy. Habibie menjadi satu-satunya tokoh dari benua Asia.

Tanda jasa dari berbagai pemerintah, Indonesia maupun negara lain diterimanya, seperti dari Jerman, Belanda, Spanyol dan negara lainnya. Bintang kehormatan Grand of King Leopold II dari Raja Belgia pada 1991. Habibie juga menerima penghargaan internasional di bidang kedirgantaraan dalam acara pertemuan tahunan dan kongres ke-18 International Council of The Aeronautical Sciences (ICAS) di Beijing tahun 1992. Habibie juga menerima anugerah Edward Warner Award dari Intenational Civil Aviation Organization (ICAO) tahun 1994.

Nama “Habibie” digunakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengenang jasa Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie dan sekaligus Pencetus Anugerah Habibie Award (saat ini Habibie Prize), Presiden Republik Indonesia yang ketiga, Menteri Riset dan Teknologi sejak tahun 1978-1998, dan dikenal luas sebagai intelektual internasional dalam bidang teknologi, atas pemikiran, komitmen dan dedikasi besar beliau dalam upaya memajukan kehidupan IPTEK di Indonesia.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko widodo (kanan) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (ketiga kiri) tiba di mimbar kehormatan untuk mengikuti Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2017). Hadir juga dalam acara itu, Ibu Ani Yudhoyono (kiri), Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kiri), Presiden Ke-3 BJ Habibie (keempat kiri), Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri (kelima kiri) serta tamu undangan lainnya.

WAK

“Jangan terlalu banyak diskusi, jangan cengeng, tetapi terjunkan diri ke proses nilai tambah secara konsisten, pasti Indonesia akan terkemuka di Asia Tenggara dan di dunia,” ujar BJ Habibie

 (Kompas, 9 Maret 1986)

Bapak Teknologi Indonesia

BJ Habibie telah memperlihatkan komitmen besar untuk menjadikan bangsa Indonesia maju dalam hal iptek dan mampu bersaing dalam percaturan internasional. Sosok jenius di bidang teknologi ini pernah lama bekerja di industri pesawat terbang terkemuka Messserschmitt-Bolkow-Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg, Jerman.

Selama bergabung di MBB, Habibie banyak menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang,  seperti “Habibie Factor”, “Habibie Theorem”, dan “Habibie Method”.

BJ Habibie mendapat julukan “Mr. Crack”. Kisah menarik ini adalah karena kejeniusannya menemukan teori Crack (crack propagation theory) yang kemudian menjadi nama rumus Factor Habibie, yaitu rumus yang digunakan untuk menghitung keretakan hingga atom pesawat-pesawat terbang. Dengan perhitungan yang tepat, materi pesawat dapat lebih kuat dan presisi. Teori ciptaan Habibie ini sangat penting, sebab saat itu masih banyak kecelakaan pesawat akibat kegagalan struktural.

Habibie menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman tersebut. Sebelum mencapai usia 40 tahun, karier Habibie sangat cemerlang dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Bahkan ia menjadi Penasihat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB. Habibie mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Namun demikian, ia tidak melupakan Indonesia, sehingga kembali ke tanah air pada 1973 untuk membantu mengembangkan teknologi. Ia kemudian ditunjuk sebagai CEO Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

BJ Habibie sempat merancang proyek pesawat CN-235 bersama para insinyur dari perusahaan Spanyol, CASA, yang prototipenya berhasil mengudara pada akhir 1983. Dengan kecerdasan dan pengalamannya, sosok BJ Habibie akhirnya berhasil membuat pesawat pertama Indonesia, yakni N250 Gatotkaca, pada 1995. Bersama timnya dari IPTN, BJ Habibie merancang pesawat baling-baling dengan daya angkut sekitar 50 penumpang dan bisa diperbesar hingga 70 penumpang bernama N-250 Gatot Kaca.

Kontribusi Habibie terhadap kemajuan bangsa Indonesia dinilai sangat inovatif dan inspiratif. Habibie menjadikan teknologi bangsa Indonesia disegani di tingkat dunia, serta terus-menerus menekankan pentingnya penguasaan iptek untuk kemajuan Bangsa Indonesia. Besarnya kontribusi BJ Habibie di bidang teknologi penerbangan bagi Indonesia hingga ia mendapat kehormatan menyandang gelar Bapak Teknologi Indonesia.

 

BAH

Referensi

Arsip Kompas
  • KOMPAS, 28 Maret 1977. Prof. B.J. Habibie Guru Besar Tidak Tetap ITB.
  • KOMPAS, 23 Desember 1984. Lebih jauh dengan: Bacharuddin Jusuf Habibie.
  • KOMPAS, 26 Juni 1986. Setengah Abad BJ Habibie.
  • KOMPAS, 16 Desember 1990. Lebih jauh dengan: Bacharuddin Jusuf Habibie.
  • KOMPAS, 16 Mei 1991. Nama dan Peristiwa: Prof Dr Ing B.J. Habibie Menerima Bintang Kehormatan dari Raja Belgia.
  • KOMPAS, 11 Maret 1998. Habibie, Jalan Menuju Puncak.
  • KOMPAS, 22 Mei 1998. Pembawa Tongkat Estafet.
  • KOMPAS, 20 September 2006. Kesaksian BJ Habibie: Detik-detik Menentukan pada Tahun 1998.
  • KOMPAS, 1 Oktober 2006. Persona: Habibie Mengetik dengan Lelehan Air Mata.
  • KOMPAS, 19 Mei 2008. BJ Habibie: “Back to Basics” di Era Global.
  • KOMPAS, 3 Januari 2014. Wawancara Khusus: Habibie – Sambut Generasi Muda Indonesia.
  • KOMPAS, 26 Juni 2016. Ulang Tahun Habibie, Simpul Solititas Elite Politik.
  • KOMPAS, 12 September 2019. Selamat Jalan, Inspirator Bangsa.
  • KOMPAS, 12 September 2019. Obituari: “Mr Crack” dan Pesan untuk Bangsanya.
Buku
  • Habibie, Bacharuddin Jusuf. Detik-Derik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta: THC Mandiri. 2006.

Biodata

Nama

Prof. Dr.-Ing. Ir. H. B.J. Habibie, FREng

Lahir

Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936

Jabatan

Presiden Republik Indonesia ke-3 (1998-1999)

Pendidikan

  • SMP 5 di Jalan Jawa, Makassar
  • SMAK, Dago, Bandung
  • Sarjana (S1) Institut Teknologi Bandung (ITB) (hanya 1 tahun) (1954)
  • Sarjana (S2) Diplom-Ingenieur dari Fakultas Teknik Mesin Jurusan Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang, Rheinisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Aachen, Jerman (1960)
  • Sarjana (S3) Doctor Ingenieur di Fakultas Teknik Mesin, Jurusan Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang, Rheinisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Aachen, Jerman (1965)

Karier

Pekerjaan:

  • Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Angkut Niaga dan Militer di Messerschmitt-Boikow-Blohm (MBB) (1969-1973)
  • Vice President sekaligus Direktur Teknologi di Messerschmitt-Boikow-Blohm (MBB) (1974-1978)
  • Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) (1974-1998)
  • Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio – sekarang PT Dirgantara Indoneisa (Persero) (1976-1998)
  • Direktur Utama Perum Dok dan Galangan Kapal – sekarang PT PAL Indonesia (Persero) (1978-1998)
  • Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (1978-1998)
  • Direktur Utama PT Pindad (Persero) (1983-1998)
  • Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (1989-1998)

Legislatif

  • Anggota MPR RI dari Golkar (1992-1997)

Pemerintahan

  • Menteri Riset dan Teknologi, Kabinet Pembangunan IV (1978-1983)
  • Menteri Riset dan Teknologi, Kabinet Pembangunan V (1983-1988)
  • Menteri Riset dan Teknologi, Kabinet Pembangunan VI (1988-1993)
  • Menteri Riset dan Teknologi, Kabinet Pembangunan VII (1993-1998)
  • Wakil Presiden ke-7 Republik Indonesia (11 Maret 1998-21 Mei 1998)
  • Presiden ke-3 Republik Indonesia (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)

Organisasi

  • Ketua Dewan Riset Nasional (1984-1998)
  • Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) (sejak 1990)
  • Presiden Forum International Islam untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sumber Daya Manusia (IIFTIHAR) (sejak 1997)
  • Pendiri dan Ketua Dewan Pembina The Habibie Center (sejak 1999)
  • The Inter-Action Council (organisasi yang beranggotakan sekitar 40 mantan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dari berbagai negara)
  • Anggota Liga Muslim Dunia (Rabithah ‘Alam Islami) (sejak 2001)
  • Anggota The National Academic of Engineering, Amerika Serikat
  • Salah satu pendiri Asosiasi International Bidang Kolegium pakar Etika dan Politik yang didirikan di Bled, Slovenia.

Penghargaan

  • Profesor Kehormatan/Guru Besar (22 Maret 1977)
  • Bintang Penghargaan Tertinggi dari Pemerintah Negara Bagian Niedersachsen (1 Desember 1980)
  • Bintang Penghargaan Tertinggi Republik Federasi Jerman (11 Nopember 1980)
  • Bintang Penghargaan Tertinggi Kerajaan Spanyol (14 Mei 1980)
  • Satyalancana Dwidya Sistha (9 Agustus 1982)
  • Ilmu Pengetahuan (29 Oktober 1982)
  • Bintang Penghargaan Tertinggi Kerajaan Belanda (25 Mei 1983)
  • Tokoh Teknologi Penerbangan (2 Januari 1984)
  • Grand Cross of Aeronautical Merit (3 Oktober 1985)
  • Grand Cordon Of The Order of Al-Istiqlal, Yordania (14 April 1986)
  • Cavaliere di Grand Croce, Italia
  • Grand Cross of King Leopold II, Belgia
  • Bintang Mahaputra Adipradana RI (12 Maret 1998)
  • Bintang Budaya Parama Dharma (27 Mei 1998)
  • Bintang Bhayangkara Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Yudha Dharma Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Kartika Eka Pakci Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Jalasena Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Jasa Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama (27 Mei 1998)
  • Bintang Republik Indonesia Adipurna (27 Mei 1998)
  • Doktor “Honoris Causa” dalam bidang Filsafat Teknologi Universitas Indonesia (30 Januari 2010)
  • The Star of Soekarno Award dari Universitas Bung Karno (29 Mei 2011)
  • Das Grosse Verdienstkreuz Mit Stern und Schulterband dan Bintang Penghargaan Das Grosse Verdienstkreuz dari Pemerintah Republik Federal Jerman (21 Januari 2015)

Karya

Publikasi

Makalah/Karya Tulis

Keluarga

Istri

Hasri Ainun Besari (meninggal pada 22 Mei 2020 di Jerman)

Anak

  • Ilhan Akbar
  • Thareq Kemal

Sumber
Litbang Kompas