RAT
Fakta Singkat
Nama Lengkap
Jenderal Besar TNI (Purn) H.M. Soeharto
Lahir
Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta, 8 Juni 1921
Jabatan
Presiden RI ke-2 (27 Maret 1968 — 21 Mei 1998)
Akibat dari situasi politik yang memburuk setelah peristiwa G30S, Sidang Istimewa MPRS 12 Maret 1967 menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden RI menggantikan Presiden pertama RI Soekarno. Setahun kemudian pada 27 Maret 1968, Soeharto baru secara resmi dikukuhkan sebagai Presiden kedua RI, sekaligus dimulainya era Orde Baru.
Soeharto terpilih kembali melalui MPR pada 1973, dan selanjutnya berturut-turut kembali terpilih tahun 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada Mei 1998 terjadi kerusuhan dan pendudukan gedung MPR/DPR oleh ribuan mahasiswa. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan Kerusuhan 1998 ini memaksa Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998.
Di dunia internasional, Soeharto populer dengan sebutan “The Smilling General” karena raut wajahnya yang selalu tersenyum. Berlatar belakang pendidikan militer, Soeharto mengawali pendidikan di sekolah militer di Gombong pada 1 Juni 1940. Soeharto yang lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Bantul, Yogyakarta pada 8 Juni 1921 merupakan lulusan terbaik. Ia juga terpilih sebagai prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, dan resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.
Karier militernya cemerlang, berbagai penugasan dan memimpin pasukan dipercayakan pada dirinya. Tahun 1962 ia diangkat sebagai Panglima Kostrad hingga 1965. Tahun 1968 Soeharto resmi dikukuhkan menjadi Presiden kedua RI. Selama tiga dasawarsa Soeharto memimpin Indonesia hingga masa pemerintahannya berakhir pada 21 Mei 1998.
Anak petani
Soeharto lahir di dusun Kemusuk, desa Argomulyo, kecamatan Sedayu, kabupaten Bantul, Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Soeharto lahir dari keluarga kurang mampu. Ayahnya, Kertosudiro adalah seorang petani dan pembantu lurah dalam mengairi persawahan desa.
Perkawinan kedua orangtua Soeharto tidak berlangsung lama. Ketika Soeharto masih kecil kedua orang tuanya bercerai. Kemudian, Soeharto diasuh oleh Mbah Kromodiryo seorang dukun bayi di Kemusuk. Ibunya kemudian menikah lagi dengan Atmopawiro dan mempunyai tujuh orang anak, salah satunya adalah H. Probosutedjo. Ayahnya juga menikah lagi dan mempunyai empat orang anak.
Saat Soeharto berusia 4 tahun, ia diambil ibunya dari Mbah Kromodiryo untuk diasuh sendiri. Soeharto mulai masuk sekolah dasar pada usia delapan tahun dengan beberapa kali pindah sekolah. Soeharto mengawali pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SR) di Puluhan, kemudian pindah ke SR Pedes, lalu pindah lagi di SR Tiwir yang terletak di sekitar Kemusuk tahun 1929–1931.
Atas keinginan ayah kandungnya, Soeharto dititipkan kepada bibinya (istri dari Prawiroharjo seorang mantri pertanian) di Wuryantoro, Wonogiri. Usai tamat SD, Soeharto melanjutkan ke Schakel Scholl di Wonogiri, dan Schakel Muhammadiyah di Yogyakarta hingga selesai pada 1939.
Setelah menyelesaikan pendidikan, pada 1940 Soeharto bekerja sebagai pembantu klerk pada Volks Bonk (bank desa) di Wuryantoro. Namun Soeharto tidak menyukai pekerjaan itu, sehingga berhenti bekerja di bank. Kemudian ia ikut test ujian masuk Kopral Koninkelijik Nederlandsch – Indische Leger atau KNIL (tentara kerajaan Belanda). Soeharto diterima sebagai kopral dan lulus dengan nilai terbaik pada 1940.
Tahun 1941 Soehato dikirim ke Sekolah Kadet di Gombong untuk mendapatkan pangkat sersan. Kemudian Soeharto ditugaskan ke Bandung. Penugasan ke Bandung berakhir ketika Belanda menyerah kepada Jepang.
Pada awal pemerintahan Jepang tahun 1942 Soeharto diterima sebagai keibuho (polisi). Setahun kemudian Soeharto diterima menjadi Shodanco (komandan peleton) Tentara Pembela Tanah Air (PETA) ditempatkan di Wates, kemudian di Glagah, Pantai Selatan Yogyakarta. Tahun 1944 Soeharto diangkat sebagai chudanco (komandan kompi) dan di Markas Besar PETA di Solo.
Setelah Indonesia merdeka, pada 5 Oktober 1945 dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di Yogyakarta dibentuk Divisi IX, pasukan bawah Divisi IX, dan Soeharto diangkat menjadi Komandan Batalyon X dengan pangkat Mayor. Tahun 1948 Soeharto menjadi Komandan Brigade X (Brigade Mataram) Wehrkreise III dengan pangkat Letnan Kolonel membawahi wilayah Yogyakarta.
Di usia 26 tahun Soeharto menikahi Siti Hartinah yang berusia 24 tahun. Siti Hartinah adalah putri dari Soemoharjomo, wedana di Wuryantoro. Soemohardjomo juga adalah seorang pegawai Keraton Mangkunegaran di Surakarta. Soeharto dan Siti Hartinah menikah pada 26 Desember 1947 di Solo. Mereka dikaruniai enam orang anak, yakni tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Mereka adalah dari yang tertua Siti Hardijanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
RAT
Artikel Terkait
Karier
Soeharto memilih berkarier di militer. Ia diangkat menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Di masa kemerdekaan itu Soeharto mendapat tugas memimpin pasukan melawan aksi-aksi militer Belanda yang berusaha kembali menjajah Indonesia.
Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi puncak serangan TNI terhadap Agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Nama Soeharto makin dikenal masyarakat karena perannya dalam serangan untuk menguasai kota Yogyakarta.
Tahun 1961 Brigadir Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala dan dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor Jenderal. Perjuangan untuk merebut kembali Irian Barat memaksa Belanda untuk mengadakan perundingan dengan pemerintah RI. Usai penugasan di Irian Barat, Soeharto ditarik ke markas besar ABRI. Tahun 1962 Soeharto mendapat kepercayaan menjadi Panglima Kostrad.
Tahun 1965 terjadi peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September (G30S) yaitu penculikan dan pembunuhan enam jenderal pada dini hari 1 Oktober 1965. Selang dua hari Presiden Soekarno menunjuk Mayjen Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban terkait peristiwa G30S. Pada 14 Oktober 1965 Mayjen Soeharto diangkat sebagai Menteri atau Panglima Angkatan Darat menggantikan Letjen Ahmad Yani. Pelantikan dilaksanakan pada 16 Oktober 1965. Kemudian pada 1 November 1965 Mayjen Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.
Peristiwa G30S memicu munculnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang berisi tentang pemberian kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil dan menentukan segala tindakan supaya permasalahan selesai dan dapat memulihkan keamanan dan ketertiban. Terkait Surat Supersemar hingga kini masih menjadi kontroversi karena surat tersebut hilang atau tidak jelas keberadaannya.
Sejak keluarnya Supersemar, jabatan Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dipegang oleh Soeharto. Sidang Istimewa MPRS pada 7 Maret 1967, Soeharto yang mendapat kenaikan pangkat sebagai Jenderal Bintang Empat pada 1 Juli 1966 ditunjuk sebagai pejabat Presiden berdasarkan TAP MPRS No.XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.
Melalui Sidang Istimewa MPRS pada 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dipilih sebagai Pejabat Presiden RI, dan pada 27 Maret 1968 diangkat sebagai Presiden RI dan menjadi awal lahirnya masa pemerintahan Orde Baru. Sebenarnya Soeharto mulai menjabat sebagai Presiden RI sejak keluarnya Supersemar pada 1966, tetapi ia baru dilantik oleh MPRS pada 1968.
Masa pemerintahan Soeharto disebut sebagai masa Orde Baru, kebijakan politik dalam dan luar negeri diubah. Salah satunya, Indonesia kembali sebagai anggota PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) pada 28 September 1966. Di masa Presiden Soekarno, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Program pemerintahan Soeharto diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi dilakukan dengan membendung laju inflasi agar harga barang-barang kebutuhan pokok tidak melonjak. Rehabilitasi ekonomi yakni dengan perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi.
Setelah pembentukan Kabinet Pembangunan pada Juli 1968, pemerintah Orde Baru melaksanakan pembangunan nasional yang direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Mulai 1 April 1969 Presiden Soeharto mencanangkan Program Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
Selama pemerintahannya sudah lima REPELITA dilaksanakan, yaitu REPELITA I (1969-1974), REPELITA II (1974-1979), REPELITA III (1979-1984), REPELITA IV (1984-1989), REPELITA V (1989-1994) dan REPELITA VI (1994-1997) tidak dapat diselesaikan, sebab pada 21 Maret 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden RI.
Saat awal menjadi Presiden RI, Soeharto belum mempunyai wakil presiden. Mulai tahun 1973 hingga 1998 Presiden Soeharto didampingi wakil presiden. Yang pertama menjadi Wakil Presiden yakni Sultan Hamengkubuwono IX untuk Kabinet Pembangunan I (6 Juni 1968-28 Maret 1973), selanjutnya H. Adam Malik untuk Kabinet Pembangunan II (19 Maret 1978-19 Maret 1983).
Adam Malik kemudian digantikan oleh Syarif Thayeb, karena Adam Malik diangkat menjadi Ketua MPR/DPR. Pada Kabinet Pembangunan III (19 Maret 1978-19 Maret 1983) Presiden Soeharto kembali didampingi Wakil Presiden Adam Malik setelah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Ketua MPR/DPR pada 1978.
Pada Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983-22 Maret 1988) Soeharto didampingi Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah. Kemudian Jenderal Sudharmono yang menjabat Menteri/Sekretaris Negara di Kabinet Pembangunan IV dipercaya sebagai Wakil Presiden pada Kabinet Pembangunan V (23 Maret 1988-17 Maret 1993).
Pada Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993-14 Maret 1998) Soeharto memilih Wakil Presiden Try Sutrisno. Pada Kabinet Pembangunan VI yang hanya berselang 70 hari setelah Soeharto diangkat kembali menjadi presiden terpaksa mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka pada 21 Maret 1998. Soeharto digantikan oleh Wakil Presiden B.J Habibie sebagai Presiden RI.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Mantan Presiden Soeharto memasuki mobil sesaat setelah berziarah ke makam ibunya, Sukirah di desa Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Jumat (23/9/2005). Setiap menjelang Bulan Suci Ramadhan, Soeharto selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam kedua orangtuanya (Kertosudiro dan Sukirah) di bantul dan makam istrinya, Siti Hartinah (Tien Soeharto) di Karanganyar. Soeharto ditemani oleh tiga anaknya, Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut), Bambang Trihatmodjo (Bambang), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek)
Daftar penghargaan
- The Raja of The Order of Sikatuna (Filipina)
- Grand Collier of The Order of Sheba (Ethiopia)
- Grand Collier de L’Order National de L’independence (Kamboja)
- The Most Auspicious Order of The Rajamitrabhorn (Thailand)
- Darjah Utama Seri Mahkota Negara (DMN) (Malaysia)
- Order Van de Nederlandse (Special order of the Grand Cross) (Jerman)
- Grand Cordone (Italia)
- Grand Gordon Order de Leopold (Belgia)
- Grand Croiix de Legion 1 honneur (Prancis)
- Groos Stern des Ehren Zeichens Feur Verdienste um die Republik Qesterreich (Austria)
- Tanda penghargaan Yugoslavia
- Satyalancana pahlavi (Iran)
- Grand Cordon of the Supreme Order of the Chrysanthemum
- Bapak Pembangunan RI
- Bintang Kehormatan Moogunghwa dari gerakan kepanduan Korea Selatan (1 Juli 1986)
- Penghargaan Medali Emas FAO (21 Juli 1986)
- Pengharaan Kependudukan PBB (United Nations Population Award – UNPA (8 Juni 1989)
- Medali emas Unesco Avicenna (pendidikan) (19 Juni 1993)
Penghargaan
Hampir selama 32 tahun memerintah, Soeharto menerima berbagai penghargaan atas capaian yang diraihnya, baik dari dunia militer, pemerintahan, lembaga dalam maupun luar negeri.
Dari TNI, Soeharto antar lain menerima Bintang Mahaputera Klas I, Bintang Gerilya, Satyalancana Perang Kemerdekaan I & II, GOM I, II, III, IV, Bintang Yuda Dharma Klas I, Bintang Bhayangkara Klas I, Bintang Jalasena Klas I, dan Bintang Kartika Eka Paksi Klas I.
Penghargaan dari pemerintah yakni melalui Tap MPR No.V Tahun 1983, MPR mengangkat Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Republik Indonesia. Presiden Soeharto juga memperoleh penghargan medali emas dari FAO pada 21 Juli 1986, dan penghargaan Kependudukan PBB (United Nations Population Arard – UNPA pada 8 Juni 1989, serta memperoleh medali emas Uniesco Avicenna bidang pendidikan pada 19 Juni 1993.
Penghargaan dari pemerintah negara lain di antaranya The Raja of The Order of Sikatuna dari Filipina; The Most Auspicious Order of The Rajamitrabhorn dari Thailand; Order Van de Nederlandse Leeuw dari Belanda; Sounderstute des Grosskreuzes (Special order of the Grand Cross) dari Jerman; Grand Cordone dari Italia; Grand Gordon Order de Leopold dari Belgia; Grand Croiix de Legion 1 honneur dari Perancis; Groos Stern des Ehren Zeichens Feur Verdienste um die Republik Qesterreich dari Austria, dan Bintang Kehormatan Moogunghwa dari gerakan kepanduan Korea Selatan pada 1 Juli 1986.
KOMPAS/JB SURATNO
Presiden Soeharto didampingi Menkeu Mar’ie Muhammad dan Mensesneg Moerdiono, Rabu (4/2/1998) malam, menerima Presiden Bank Dunia, James D Wolfensohn (kiri) dan rombongan di kediaman Jalan Cendana, Jakarta. Kepala Negara juga mengadakan pembicaraan dengan James D Wolfensohn
Berhenti jadi Presiden
Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto setelah berkuasa selama sekitar 32 tahun pada 21 Mei 1998 menyatakan berhenti sebagai Presiden RI periode 1998 -2003. Keputusan Presiden Soeharto turun dari tampuk kekuasaannya didahului oleh kerusuhan sosial 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya, juga di Solo yang memakan banyak korban.
Peletakan jabatan Presiden berlangsung pada pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka. Sebelum mengumumkan pengunduran dirinya, Soeharto yang didampingi Wakil Presiden BJ Habibie mengadakan pertemuan silaturahmi selama lima menit dengan para pimpinan MPR/DPR, termasuk Sekjen DPR Afif Ma’roef, di Ruang Jepara, Istana Merdeka.
Pukul 09.00 WIB Presiden Soeharto menyatakan, ”Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional.”
“Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII, namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara-cara sebaik- baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.”
“Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Karena itu dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan Fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998,” ujar Soeharto.
Sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden Prof Dr Ir BJ Habibie melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003.
RAT
Referensi
- KOMPAS, 20 Mei 1998. Pak Harto: Saya Ini Kapok Jadi Presiden.
- KOMPAS, 21 Mei 1998. Selamat Datang Pemerintahan Baru.
- KOMPAS, 21 Mei 1998. Kita Memasuki Babakan Baru.
- KOMPAS, 22 Mei 1998. BJ Habibie Minta Dukungan Rakyat.
- KOMPAS, 22 Mei 1998. Tanggal-tanggal Penting HM Soeharto.
- KOMPAS, 22 Mei 1998. Pergantian Pimpinan Negara dan Kabinet Reformasi Pembangunan.
- KOMPAS, 28 Januari 2008. Soeharto Berpulang: Obituari – Orang Besar Itu Telah Tiada.
- KOMPAS, 28 Januari 2008. Soeharto Berpulang: Soeharto, Pejuang, Diktator * Ukuran Besar Salah Terkubur Bersama.
- KOMPAS, 28 Januari 2008. Soeharto Turun Sendiri Melihat Kondisi Sawah.
- KOMPAS, 28 Januari 2008. Perjalanan Karier Militer Soeharto.
- KOMPAS, 28 Januari 2009. Soeharto Berpulang: Warisan Soeharto.
- Ambarsari, Anita Dewi. Pak Harto: The Untold Stories. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2011.
- Dwipayana, Ramadhan K.H. Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Jakarta: Edifikasi Media Indonesia. 2018.
- Guide Arsip Presiden Ke-2 Republik Indonesia: Soeharto 1967-1998. Direktorat Pengolahan Arsip Nasional Republik Indonesia. Jakarta. 2018
- Susilo, Taufik Adi. Soeharto: Biograi Singkat 1921-2008. Yogyakarta: Garasi. 2020.
- https://www.museumsoeharto.com/logo/soeharto-center/
- https://www.gramedia.com/literasi/biografi-soeharto
- https://tni.mil.id/tokoh-9-soeharto.html
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/soeharto-bapak-pembangunan/
- https://anri.go.id/download/guide-tematis-arsip-presiden-soeharto-19671998-1630548591
- https://regional.kompas.com/read/2022/01/27/125352278/5-fakta-menarik-soeharto-dari-presiden-terlama-hingga-julukan-the-smiling?page=all
- https://nasional.kompas.com/read/2022/02/19/06500071/profil-presiden-soeharto-bapak-pembangunan-yang-32-tahun-berkuasa
Biodata
Nama
Jenderal Besar TNI (Purn) H.M. Soeharto
Lahir
Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta, 8 Juni 1921
Jabatan
Presiden Republik Indonesia ke-2 (1968-1998)
Pendidikan
- SD di Tiwir, Yogyakarta; Wuryantoro, Wonogrii; Solo (1929-1934)
- SMP dan Sekolah Agama, Wonogiri dan Yogyakarta (1935-1939)
- Masuk KNIL dan mengikuti Pendidikan Dasar Militer di Gombong (1 Juni 1940)
- Sekolah Kader di Gombong (2 Desember 1940)
- Masuk Kepolisian Jepang Keibuho (Mei 1943)
- SSKAD, Bandung (1959-1960)
Karier
Karier militer:
- Shodanco (Komandan Peleton) PETA di Yogyakarta (8 Oktober 1943)
- Cudanco (Komandan Kompi) PETA setelah mengikuti pendidikan (1944)
- Membentuk Barisan Keamanan Rakyat di Yogyakarta (Agustus 1945)
- Komandan Batalyon Brigade (1945-1950)
- Komandan Brigade Pragola Sub Teritorium IV Jawa Tengah (1953)
- Komandan Resimen Infanteri 15 (1953)
- Kepala Staf Teritorium IV Divisi Diponegoro (1956)
- Deputi I KASAD (1960)
- Ketua Komite Ad Hoc Retooling TNI-AD (1960)
- Atase Militer RI di Beograd, paris dan Bonn (1961)
- Panglima Mandala Pembebasan irian Barat (1962)
- Panglima Kostrad (1963-1965)
- Pimpinan Sementara TNI AD (1965)
- Panglima TNI AD (1966)
Karier pemerintahan:
- Ketua Presidium Kabinet Ampera (1966)
- Pejabat Presiden RI (1967)
- Presiden RI hasil Sidang Umum MPR (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968 masa jabatan pertama)
- Merangkap jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan (6 Juni 1968)
- Presiden RI (TAP MPR No. IX/1973 masa jabatan kedua)
- Presiden RI (TAP MPR No. X/1978 masa jabatan ketiga)
- Presiden RI oleh SU MPR (TAP MPR No.VI/MPR 1983 masa jabatan keempat)
- Presiden RI (10 Maret 1988 masa jabatan kelima)
- Ketua Gerakan KTT Non Blok (GNB) (1992-1995)
- Presiden RI oleh SU MPR (11 Maret 1993 masa jabatan keenam)
- Ketua Asia Pasiic Economic Cooperation (APEC) di Bogor
- Presiden RI (masa bakti 1998-2003 masa jabatan ketujuh)
- Mengundurkan diri sebagai Presiden RI (21 Mei 1998)
Organisasi
- Ketua Dewan Pembina Golkar (… – 1998)
Penghargaan
- Bintang RI Kelas I
- Bintang Mahaputra Kelas I
- Bintang Jasa Kelas I
- Bintang Dharma
- Bintang Sakti
- Bintang Gerilya
- Bintang Sewindu APRI
- Bintang Kartika Eka Paksi Kelas I
- Bintang Jalasena Kelas I
- Bintang Bhayangkara Kelas I
- Satya Lencana Teladan
- Satya Lencana Kesetiaan
- Satya Lencana Perang Kemerdekaan I
- Satya Lencana Perang Kemerdekaan II
- GOM I, GOM II, GOM III, GOM IV
- Satyalancana Satya Dharma
- Satyalancana Wira Dharma
- Satyalancana Penegak
- Bintang Yudha Dharma Klas I
- The Raja of The Order of Sikatuna (Filipina)
- Grand Collier of The Order of Sheba (Ethiopia)
- Grand Collier de L’Order National de L’independence (Kamboja)
- The Most Auspicious Order of The Rajamitrabhorn (Thailand)
- Darjah Utama Seri Mahkota Negara (DMN) (Malaysia)
- Order Van de Nederlandse (Special order of the Grand Cross) (Jerman)
- Grand Cordone (Italia)
- Grand Gordon Order de Leopold (Belgia)
- Grand Croiix de Legion 1 honneur (Prancis)
- Groos Stern des Ehren Zeichens Feur Verdienste um die Republik Qesterreich (Austria)
- Tanda penghargaan Yugoslavia
- Satyalancana pahlavi (Iran)
- Grand Cordon of the Supreme Order of the Chrysanthemum
- Bapak Pembangunan RI
- Bintang Kehormatan Moogunghwa dari gerakan kepanduan Korea Selatan (1 Juli 1986)
- Penghargaan Medali Emas FAO (21 Juli 1986)
- Pengharaan Kependudukan PBB (United Nations Population Award – UNPA (8 Juni 1989)
- Medali emas Unesco Avicenna (pendidikan) (19 Juni 1993)
- Gelar Doktor Honoris Causa dari banyak perguruan tinggi, namun selalu menolak.
Karya
Publikasi
- –
Makalah/Karya Tulis
- –
Keluarga
Istri
- Siti Hartinah (Tien Soeharto) (meninggal pada 28 April 1996)
Anak
- Siti Hardiyanti Hastuti
- Sigit Harjojudanto
- Bambang Trihatmodjo
- Siti Hediati Herijadi
- Hutomo Mandala Putra
- Siti Hutami Endang Adiningsih
Sumber
Litbang Kompas