Tokoh

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD

Mahfud MD adalah seorang pakar hukum tata negara yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Keahlian akademis dan intelektualnya di bidang hukum dan politik membawanya menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan di Kabinet Indonesia Maju 2019–2024.

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmuddin, S.H., S.U., M.I.P.

Lahir
Sampang, Jawa Timur, 13 Mei 1957

Almamater
Universitas Islam Indonesia (UII)
Universitas Gadjah Mada (UGM)

Jabatan Terkini
Menko Polhukam (2019–2024)

Mahfud MD merupakan salah satu pakar hukum tata negara yang memiliki pengalaman lengkap sebagai dosen dan pernah duduk di kursi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Di posisi eksekutif, ia pernah menjadi Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan HAM, kemudian di posisi legislatif sebagai anggota DPR, dan di bidang yudikatif sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

Ketika dipercaya menjadi menteri pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid, Mahfud MD memegang jabatan itu kurang dari satu tahun. Ia memegang jabatan Menteri Pertahanan selama 11 bulan, kemudian menjabat Menteri Kehakiman dan HAM kurang dari satu bulan. Ia mundur dari jabatan menteri bersamaan dengan lengsernya Abdurahman Wahid dari jabatan Presiden.

Ia kembali menjadi menteri setelah didapuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan. Jabatan menteri itu dipercayakan padanya setelah sebelumnya menjabat sebagai anggota Dewan Pengarah Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan bersikap netral dalam Pilpres 2019.

Mahfud MD resmi ditunjuk sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi calon presiden Ganjar Pranowo yang diusung PDI Perjuangan. Hal ini diumumkan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di kantor DPP PDI-P Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023).

Saat menyampaikan pengumuman, Megawati didampingi Ketua Umum PPP Mardiono, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, dan sejumlah anggota Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo.

Keluarga Madura

Mohammad Mahfud atau lebih dikenal dengan nama Mahfud MD lahir di Sampang, Madura pada tanggal 13 Mei 1957. Ia merupakan anak dari pasangan Mahmodin dan Siti Khadijah. Ia anak keempat dari tujuh bersaudara dan menjadi anak laki-laki tertua. Ayahnya adalah pegawai negeri sipil golongan dua, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Ibunya melahirkan Mahfud saat berusia 18 tahun, setelah melahirkan tiga anak perempuan.

Inisial MD di belakang namanya merupakan singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin. Tambahan nama itu berawal saat ia menimba ilmu di Pendidikan Guru Agama (PGA), lembaga pendidikan setara SMP, yang dalam satu kelas terdapat beberapa murid dengan nama Mahfud. Untuk membedakan, wali kelas meminta semua murid bernama Mahfud untuk memasang nama orang tuanya di belakang setiap Mahfud. Mahfud merasa tidak keren dan kampungan jika mencantumkan nama Mahmodin di belakang namanya. Maka, nama Mahmodin ia singkat menjadi MD.

Di Madura, ada kepercayaan bahwa anak laki-laki tertua merupakan simbol keluarga dan memiliki tanggung jawab paling besar. Itulah sebabnya keluarga besarnya menganggap Mahfud MD sebagai anak yang istimewa sejak kecil. Ayahnya sering mengajak Mahfud kecil berkunjung ke rumah kyai-kyai besar di Madura. Dengan cara itulah ia memahami dasar-dasar agama dan terbiasa untuk berdiskusi.

Mahfud muda menempuh dua jenis pendidikan, yakni agama dan umum. Setiap pagi ia belajar pendidikan umum di sekolah, lalu dari siang hingga malam ia belajar pendidikan agama dengan para santri di pesantren.

Mahfud kecil menamatkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Waru Barat I, Pamekasan tahun 1970. Kemudian, ia melanjutkan sekolah ke Pendidikan Guru Agama (PGA), sebuah sekolah setara SMP di Pamekasan dan lulus tahun 1974.

Setelah lulus dari PGA, Mahfud MD masuk ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta, sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama. Sekolah yang didirikan oleh KH Wahid Hasyim ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan hakim-hakim agama khususnya Islam. Sejak itu, Mahfud mulai tertarik pada ilmu hukum. Ia menyelesaikan pendidikan di PHIN tahun 1977.

Ketertarikannya pada ilmu hukum membuatnya melanjutkan pendidikan di Jurusan Hukum Tata Negara, Universitas Islam Indonesia (UII). Pada waktu yang bersamaan, ia pun kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Jurusan Sastra Arab. Namun, ia tidak melanjutkan pendidikannya di UGM karena lebih fokus di Jurusan Hukum Tata Negara.

Setelah mengecap bangku kuliah selama hampir enam tahun, gelar sarjana hukum dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta akhirnya diraihnya tahun 1983. Kemudian, ia mengabdikan ilmunya sebagai dosen di almamaternya. Di tengah kesibukannya sebagai pengajar, Mahfud kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1989. Tak lama berselang, Mahfud melanjutkan pendidikan doktoralnya di kampus yang sama.

Gelar doktor di bidang hukum diraihnya tahun 1993 setelah berhasil mempertahankan disertasinya tentang “Perkembangan Politik Hukum, Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Karakter Produk Hukum di Indonesia” di hadapan dewan penguji. Disertasi tersebut kemudian dibukukan dengan judul Politik Hukum di Indonesia.

Disertasi itu memaparkan hubungan kausa antara konfigurasi politik dan produk hukum pada berbagai periode, yaitu periode Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Orde Baru. Mahfud MD memaparkan hubungan tersebut dengan mengkaji hukum pemilihan umum, hukum pemerintahan (di daerah) dan hukum agraria.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE)

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD (kanan) berbincang dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Belanda Geert JM Cortens seusai pertemuan pimpinan kedua lembaga itu di Gedung MK, Jakarta, Jumat (18/6). Pertemuan itu, antara lain, membahas pertukaran informasi mengenai kondisi kedua mahkamah serta peningkatan kerja sama di antara kedua lembaga tersebut.

Karier

Setelah lulus dari Fakultas Hukum tahun 1983, Mahfud MD bekerja sebagai dosen di Universitas Islam Indonesia dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sambil mengajar, ia pun melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di UGM.

Mahfud MD sangat mencintai dunia mengajar karena sudah menjadi kebutuhannya. Ia bahkan rela menghabiskan waktu akhir pekannya untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi. Profesi dosen mengharuskannya untuk selalu membaca buku-buku baru dan selalu bertemu orang-orang baru untuk beradu ilmu.

Sebelum terjun di politik dan menjadi pejabat pemerintahan, Mahfud MD aktif sebagai pengajar di sejumlah perguruan tinggi, antara lain, Universitas Islam Indonesia, IAIN Sunan Kalijaga, dan STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta. Tak hanya itu, ia juga menjadi guru besar dan memiliki jabatan akademik. Jabatan akademik yang pernah dia pegang, antara lain, Pembantu Rektor I UII (1994–2000), Direktur/Guru Besar Fakultas Hukum UII (1996–2000), dan Rektor Universitas Islam Kadiri (2003–2006).

Karier Mahfud MD di bidang eksekutif dimulai tahun 2000 ketika pemerintah menunjuknya menjadi Deputi Menteri Negara Urusan HAM yang membidangi produk legislasi Hak Asasi Manusia. Kemudian, kariernya meningkat menjadi menteri pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Tahun 2000–2001, ia dipercaya sebagai Menteri Pertahanan, kemudian tahun 2001 sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Ia melepas jabatan menteri bersamaan dengan lengsernya Presiden Abdurrahman Wahid.

Selepas dari jabatan menteri, Mahfud terjun ke dunia politik dengan aktif di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB.

Pada Pemilu 2004, ia mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR dari PKB untuk Daerah Pemilihan X Jawa Timur yang wilayahnya meliputi Lamongan dan Gresik. Ia kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI dari PKB untuk wilayah Jatim.

Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPR dengan penugasan di Komisi III yang memiliki lingkup tugas di bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan. Selain di Komisi III, Mahfud juga menjabat Wakil Ketua Badan Legislatif DPR.

Selepas dari lembaga legislatif di DPR, Mahfud berkiprah di lembaga yudikatif, yakni di Mahkamah Konstitusi. Ia terpilih sebagai hakim konstitusi baru MK setelah mengantongi 38 suara anggota Komisi III dalam pemilihan terbuka Komisi III DPR. Ia menggantikan Hakim Konstitusi Achmad Roestandi, yang memasuki masa pensiun per 31 Maret 2008.

Setelah menjadi hakim konstitusi di MK, ia kemudian terpilih menjadi Ketua MK periode 2008–2011 dengan meraih lima suara dari sembilan hakim konstitusi MK. Ia menggantikan Jimly Asshiddiqie yang telah menjabat Ketua MK selama dua periode.

Pada pemilihan Ketua MK periode 2011–2013, ia terpilih kembali menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi setelah mengantongi lima suara hakim konstitusi.

Banyak terobosan besar yang dilakukan selama Mahfud MD menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang paling menonjol adalah penerapan keadilan substantif. Penerapan keadilan tersebut berhasil membongkar dugaan kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samat Riyanto dan Chandra Hamzah.

Dalam ajang Pilpres 2014, Mahfud MD sempat digadang-gadang menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dari PKB, namun dalam perkembangannya PKB kemudian mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kemudian Mahfud MD justru memilih mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa sebagai Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta Rajasa.

Juni 2017, Mahfud ditunjuk Presiden Jokowi menjadi anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Lembaga itu bertujuan membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada masyarakat. Setahun kemudian UKP-PIP menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasial (BPIP).

Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo menunjuk Mahfud MD menjadi Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju 2019–2024. Jokowi menyebut tugas Mahfud MD adalah menangani hal-hal yang berkaitan dengan korupsi, penegakan hukum, deradikalisasi, dan antiterorisme.

Pada Pemilu 2024, Mahfud MD berpasangan dengan Ganjar Pranowo mencalonkan diri sebagai pasangan capres dan cawapres. Pasangan capres Ganjar Pranowo dan cawapres Mahfud MD didukung beberapa partai: PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Perindo, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD mengantongi nomor urut 3 dalam Pemilihan Presiden 2024.

Daftar Penghargaan

  • Dosen Teladan I Kopertis Wilayah V, Nominator Tingkat Nasional (1990)
  • Tokoh Publik Pilihan 2012 dari Forum Konferensi Serikat Perusahaan Pers di Yogyakarta (2012)
  • Anugerah Universitas Islam Indonesia (UII Award), Yogyakarta (2010)
  • Bintang Mahaputera Adipradana (2013)
  • Anugerah Konstitusi M Yamin untuk kategori Karya Monumental (2016)

Penghargaan

Selama berkarier di bidang hukum, Mahfud MD mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain, Dosen Teladan Kopertis Wilayah V (1990), Praktisi Pemerintahan Terbaik dari Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (2013), UII Award dari Universitas Islam Indonesia (2010), UNS Award dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo (2013), dan Paramadina Award 2018. Sementara dari negara, ia menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana (2013).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat diwawancara di Kantor Kemenko Polhukam RI, di Jakarta, Selasa (28/7/2020). Mahfud menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menangkap dan memulangkan buron kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra

Ideologi Pancasila

Mahfud MD merupakan salah satu tokoh yang kerap menyuarakan pentingnya merawat dan memperkuat Pancasila sebagai ideologi dan pemersatu bangsa. Hal itu terus dia suarakan ketika ia menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan saat menjabat Menko Polhukam.

Dalam kuliah umumnya di salah satu kampus di Bandung, Jawa Barat, Mahfud MD mengatakan bahwa gerakan anti-Pancasila tumbuh di berbagai kampus harus dilawan dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila. Penanaman nilai Pancasila dapat dilakukan lewat dua jalur, yaitu jalur kurikuler dalam materi pembelajaran dan melalui gerakan yang membangun kesadaran bertoleransi di tengah perbedaan.

“Konsepsi kebinekaan dalam kehidupan berbangsa juga harus terus dirawat. Sebab, hal itu sudah menjadi dasar pemikiran para pendiri bangsa saat berjuang merebut kemerdekaan. Soekarno dan pendiri bangsa lainnya sudah mendiskusikan itu. Perbedaan bukan untuk dilawan. Namun, berlombalah untuk maju bersama dalam persatuan,” kata Mahfud (Kompas, 22/12/2018).

Hal senada disuarakan saat dialog kebangsaan di Solo, Jawa Tengah. Ia mengatakan Pancasila sebagai dasar ideologi negara tidak akan tergantikan. Sejarah membuktikan upaya-upaya untuk mengganti ideologi Pancasila baik melalui jalan pemberontakan maupun pemilu tidak pernah berhasil.

”Berdasarkan pengalaman panjang dan banyak itu, mari kita bekerja saja sekarang untuk membangun bangsa ini. Bersatu membangun negeri ini, tidak usah bermimpi mengganti sistem kenegaraan, mengganti ideologi negara,” ujar Mahfud MD (Kompas, 21/2/2019).

Ketika menjabat Menko Polhukam, ia pun terus menyuarakan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila. Langkah yang dia lakukan bersama Pemerintah adalah mengajukan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) ke DPR pada 16 Juli 2020. RUU BPIP itu diusulkan sebagai sebagai sumbang saran pemerintah pada DPR sekaligus merespon perkembangan masyarakat tentang ideologi Pancasila.

Selain itu, hadirnya RUU BPIP ini semata-mata untuk melahirkan payung hukum yang kokoh bagi upaya pembinaan ideologi bangsa melalui BPIP. RUU BPIP terdiri atas 7 bab dan 17 pasal, berbeda dengan RUU HIP yang berisikan 10 bab dan 60 pasal. Substansi pasal-pasal RUU BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur kelembagaan BPIP yang telah ada di peraturan presiden yang mengatur tentang BPIP (Kompas, 17 Juli 2020).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Ketua DPR Puan Maharani (kiri) bersama Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan keterangan kepada wartawan di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Pada kesempatan itu, pemerintah menyerahkan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk dibahas di DPR menggantikan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Media Sosial

Biodata

Nama

Prof. Dr. H Mohammad Mahfud Mahmuddin, S.H., S.U., M.I.P.

Lahir

Sampang, Jawa Timur, 13 Mei 1957

Jabatan

Menko Polhukam (2019–2024)

Pendidikan

  • SD Negeri Waru Barat I, Pamekasan, Madura (1970)
  • Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN), Pamekasan, Madura (1974)
  • Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), Yogyakarta (1977)
  • Sarjana Strata 1, Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, UII, Yogyakarta (1983)
  • Sarjana Strata 2, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Politik, UGM, Yogyakarta (1989)

Karier

Pekerjaan

  • Dosen Luar Biasa Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
  • Dosen Luar Biasa STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta
  • Redaktur Majalah Unisia (UII-Yogyakarta)
  • Dosen Fakultas Hukum UII, Yogyakarta (1984)
  • Dosen Pascasarjana Program Magister Manajemen dan Program Magister Hukum UII, Yogyakarta (1993)
  • Pembantu Rektor I UII, Yogyakarta (1994–2000)
  • Direktur/Guru Besar Fakultas Hukum UII, Yogyakarta (1996–2000)
  • Pengacara/Advokat pada Kantor Pengacara Mahfud MD & Associates (2003)
  • Rektor Universitas Islam Kadiri (2003–2006)
  • Hakim Konstitusi (2008–2013)
  • Ketua Mahkamah Konstitusi (Hakim Konstitusi) (2008–2013)

Pemerintahan

  • Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (1999–2000)
  • Deputi Menteri Negara Urusan HAM (2000)
  • Menteri Pertahanan Kabinet Abdurrahman Wahid (2000–2001)
  • Menteri Kehakiman dan HAM Kabinet Abdurrahman Wahid (2001)
  • Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (2019–2024)

Legislatif

DPR dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) (2004–2009)

  • Anggota Komisi III dari Fraksi PKB
  • Anggota Komisi I dari Fraksi PKB

Kiprah Organisasi

  • Ketua Umum Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS) se-Jawa Tengah dan Yogyakarta (1996–1998)
  • Wakil Ketua Dewan Pembina Pengurus Pusat BKS-PTIS (1998–2003)
  • Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial
  • Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam
  • Keluarga Alumni UGM (Kagama)
  • Keluarga Alumni UII
  • HMI (1978-1981)
  • ICMI (1994)
  • Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (1994)
  • Parliament Watch Indonesia (1999–2000)
  • Ketua DPP PKB (2000–2002)
  • Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB (2002–2007)

Penghargaan

  • Dosen Teladan I Kopertis Wilayah V, Nominator Tingkat Nasional (1990)
  • Pengamat dan Narasumber Paling Simpatik, PWI Yogyakarta (2000)
  • Tokoh Publik Pilihan 2012 dari Forum Konferensi Serikat Perusahaan Pers di Yogyakarta (2012)
  • Anugerah Universitas Islam Indonesia (UII Award), Yogyakarta (2010)
  • UNS Award di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, dalam rangka Dies Natalis ke-37 UNS (2013)
  • Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia sebagai Praktisi Pemerintahan (2013)
  • Bintang Mahaputera Adipradana (2013)
  • Anugerah Integritas Nasional (2013)
  • Anugerah Konstitusi M Yamin untuk kategori Karya Monumental (2016)

Karya

Publikasi

  • Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara (1987)
  • Hukum Kepegawaian Indonesia (1988)
  • Mahkamah Agung Puncak Kekuasaan Kehakiman (1989)
  • Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (1993)
  • Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia (1993)
  • Konfigurasi Poltik dan Produk Hukum, Otoriter dan Konservatif (1995)
  • Politk Hukum di Indonesia (1998)
  • Setahun Bersama Gus Dur, Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit (2003)
  • Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (2006)
  • Hukum Tak Kunjung Tegak (2007)
  • Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca-Amandemen Konstitusi (2007)
  • Konstribusi Pemikiran untuk 50 Tahun Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, Retrospeksi terhadap Masalah Hukum dan Kenegaraan (2007)
  • Gus Dur: Islam, Politik dan Kebangsaan (2010)

Artikel Kompas

Beberapa waktu yang lalu seorang kawan lama yang saat mahasiswa aktif bersama saya di Himpunan Mahasiswa Islam datang kepada saya untuk meminta tolong agar, atas nama ukhuwwah islamiyyah, saya membantu memenangkan seorang calon kepala daerah yang sedang beperkara di Mahkamah Konstitusi…

Di pesawat Garuda rute Yogyakarta- Jakarta, 25 Oktober 2010 pagi, saya kaget dan lemas setelah membaca satu artikel di harian Kompas. Refly Harun, ahli hukum konstitusi yang cemerlang, menulis dengan gagah bahwa dirinya pernah mendengar dan melihat sendiri praktik suap dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi…

Dalam perjalanan menuju Serang, Sabtu (10/11) sekitar pukul 23.00, ada cicitan dari Said Didu yang menyebut saya. Bunyinya, ”Prof. @mohmahfudmd, katanya sudah jadi contoh dunia.”….

Melihat semua langkah dan hasil upaya pemberantasan korupsi selama Era Reformasi, rasanya kita menjadi pesimistis untuk bisa mengatasi korupsi di Indonesia…

Berlebihan dan tak berdasar jika untuk menghindari kelumpuhan Mahkamah Konstitusi setelah vonis Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan Keputusan Presiden No 87/P tanggal 22 Juli 2013, Presiden harus melakukan banding dan kasasi atas putusan itu.

Banyak yang kaget ketika diberitakan pemerintah memasukkan kembali pasal-pasal penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru.Berita itu muncul setelah pada 6 Juli 2015 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyampaikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP)…

Pandangan bahwa pencegahan merupakan tugas utama yang harus dijadikan fokus pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah keliru dan agak menyesatkan. Sebab, jika pencegahan diartikan sebagai upaya preventif agar korupsi tidak sampai terjadi, KPK tidak akan dapat melakukan tugas itu secara proporsional dan efektif. Adalah benar bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan dalam pemberantasan korupsi, tetapi keliru…

Ketika kita meributkan pengangkatan Arcandra Tahar yang diangkat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,  sebenarnya kita sama sekali bukan menolak atau tidak menolak pemberlakuan sistem dwikewarganegaraan. Yang kita ributkan saat itu adalah  pelaksanaan hukum positif atau hukum yang sedang berlaku yang melarang orang yang bukan warga negara Indonesia menjadi menteri…

Apakah rencana sebagian partai politik di DPR untuk memberlakukan sistem proporsional tertutup dalam pemilihan umum legislatif tidak melawan putusan Mahkamah Konstitusi? Apakah keinginan parpol-parpol untuk memberlakukan threshold (ambang masuk, ambang batas) dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden juga tidak bertentangan dengan putusan MK?…

Buktikan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan Islam itu tidak ada. Islam itu lengkap dan sempurna, semua diatur di dalamnya, termasuk khilafah sebagai sistem pemerintahan”. Pernyataan dengan nada agak marah itu diberondongkan kepada saya oleh seorang aktivis ormas Islam asal Blitar saat saya mengisi halaqah di dalam pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur ketika saya masih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi…

”Pemerintah tidak boleh menjatuhkan sanksi sebelum ada putusan pengadilan bahwa seseorang atau organisasi benar-benar bersalah. Kalau itu dilakukan berarti pemerintah melakukan tindakan melanggar hukum, menyalahgunakan kekuasaan, dan bertindak sewenang-wenang”…

Sejak awal Desember, dua bulan yang lalu, banyak yang sudah menduga bahwa vonis Mahkamah Konstitusi tentang Pansus Angket KPK akan menyatakan KPK adalah bagian dari lembaga eksekutif, sesuai—antara lain—celotehan anggota DPR, tentang lobi-lobi dan ”deal-deal” gelap. Dugaan itu ternyata benar. Kamis (8/2) sore, di tengah kemacetan jalan menuju Bandara Halim Perdanakusuma dan di bawah guyuran hujan…

Banyak orang yang salah memahami, atau sengaja memelintir, sebuah isu atau pernyataan yang sebenarnya sudah jelas struktur logika dan argumentasinya. Masalah keberlakuan hukum Islam di dalam kerangka hukum nasional yang pernah saya kemukakan, misalnya, bisa dielaborasi sebagai contoh.Dalam sebuah dialog interaktif di televisi, saya pernah mengutip…

Jika islamofobia diartikan sebagai rasa benci atau takut terhadap Islam yang menimbulkan sikap diskriminasi dan represi terhadap umat Islam oleh pemerintah, maka dapat dipastikan saat ini tak ada islamofobia di Indonesia. Begitu juga jika pada sisi lain dipandang bahwa sebagai akibat dibenci dan ditakutinya Islam kemudian menyebabkan orang Islam malu atau takut mengaku sebagai Islam, maka…

Keluarga

Istri

Zaizatun Nihayati, S.H.

Anak

  • dr. Muhammad Ikhwan Zein, Sp.KO
  • Vina Amalia
  • Royhan Akbar

Sumber
Litbang Kompas