Paparan Topik

Ratu Elizabeth II: Sosok, Kharisma, dan Perannya untuk Dunia

Setelah tujuh dekade menjadi pemimpin Kerajaan Inggris, Ratu Elizabeth II meninggal di usia 96 tahun. Dalam perjalanan kepemimpinannya, ia telah menorehkan berbagai catatan historis, baik di Inggris, dunia internasional, bahkan Indonesia.

KOMPAS/RB SUGIANTORO

Ratu Elizabeth II disambut Sri Sultan Hamengku Buwono IX setibanya di Keraton Yogyakarta (20/3/1974). Kunjungannya ke Yogyakarta merupakan salah satu rangkaian kunjungan kenegaraan Ratu Elizabeth II ke Indonesia pada tahun 1974.

Fakta Singkat

  • Ratu Elizabeth wafat pada 8 September 2022 dalam usia 96 tahun.
  • Masa kekuasaan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris adalah 70 tahun atau yang terlama dalam catatan sejarah Kerajaan Inggris.
  • Wafatnya Sang Ratu akan diikuti rangkaian upacara penghormatan terakhir dan penyerahan takhta kepada anak sulungnya, Pangeran Charles.
  • Pada awalnya, sebagai urutan ketiga pewaris takhta, Elizabeth II tidak dipandang akan pernah memimpin Kerajaan Inggris.
  • Tahun 1992 menjadi tahun yang buruk bagi Elizabeth II, dikenangnya sebagai “annus horribilis” atau “tahun yang mengerikan”.
  • Sebagai Kepala Negara dalam monarki konstitusional, Elizabeth II bertugas menjadi simbol negara, menjalin hubungan dan melantik Perdana Menteri, dan peran sebagai diplomat.
  • Salah satu upaya perdamaian yang dilakukan Elizabeth II adalah kunjungannya ke Irlandia yang tengah berkonlfik dengan Inggris – menjadi kunjungan anggota monarki Inggris pertama setelah 90 tahun.
  • Ratu Elizabeth II pernah mengunjungi Indonesia pada 15 sampai dengan 22 Maret 1974.
  • Dengan didampingi suami dan rombongannya, kunjungan Ratu Elizabeth II di Indonesia meliputi Bali, Jakarta, dan Yogyakarta.
  • Tujuan kunjungan Elizabeth II ke Indonesia selain berlibur adalah menegaskan peran penting Indonesia bagi Inggris dan menyatakan dukungan.

“Sang Ratu meninggal dengan damai di Balmoral sore ini. Raja dan Permaisuri akan tetap berada di Balmoral malam ini dan akan kembali ke London besok,” tulis pernyataan resmi Kerajaan Inggris melalui Twitter pada Jumat (9/9/2022) pukul 18.30 waktu setempat. Bersamaan dengan terbitnya pernyataan tersebut, negeri Inggris dan seluruh penjuru dunia seketika turut berduka mendengar berita wafatnya Ratu Elizabeth II yang terjadi sehari sebelumnya, Kamis (8/9/2022) sore atau Jumat (9/9/2022) dinihari waktu Indonesia.

Setelah berkuasa selama 70 tahun lamanya, Ratu Elizabeth II meninggal pada usia 96 tahun di Balmoral, Skotlandia. Menjelang wafatnya, ia didampingi oleh para anggota keluarga kerajaan. Seluruh anak-anak Elizabeth II hadir, termasuk Pangeran Charles dan istrinya Camila Parker Bowles. Begitu juga para cucu, Pangeran William dan Pangeran Harry.

Sebelumnya, pihak keluarga Kerajaan Inggris dan publik telah diberitahu bahwa Ratu Elizabeth II tengah berada dalam pengawasan medis. Pada pukul 12.32 waktu setempat, pihak Istana Buckingham telah menyampaikan bahwa dokter kerajaan prihatin dengan kondisi kesehatan Elizabet II dan berada dalam pantauan ketat. Dengan kondisi demikian, pihak keluarga pun diberitahu dan segera melakukan perjalanan ke Balmoral.

Mengacu pada laporan BBC (9/9/2022, Queen Elizabeth II has died), di Istana Buckingham di London, khalayak ramai menanti kabar terbaru tentang kondisi Ratu Elizabeth II sebelum wafatnya. Setelah pengumuman resmi disampaikan, orang banyak tersebut mulai menangis. Bendera persatuan di atas istana turut diturunkan menjadi setengah tiang pada pukul 18:30 waktu setempat.

Seiring dengan wafatnya Sang Ratu, turut terjadi perubahan takhta dalam struktur Kerajaan Inggris. Anaknya Pangeran Charles akan naik menggantikan takhta yang ditinggalkan. Sang Pangeran akan naik takhta menjadi Raja Charles III, bersama dengan istrinya Camila yang menjadi permaisuri. Pangeran William dan istrinya, Catherine, juga akan menjadi Duke dan Duchess of Cambridge dan Cornwall.

Raja Charles III menyampaikan bahwa kematian sang Ibu adalah “kesedihan yang luar biasa” baginya dan seluruh keluarganya. Charles III juga menyampaikan bahwa wafatnya terasa di seluruh dunia. “Kami sangat berduka atas meninggalnya seorang penguasa yang disayangi dan seorang ibu yang sangat dicintai. Saya tahu kehilangannya akan sangat dirasakan di seluruh negeri, kerajaan dan Persemakmuran, dan oleh banyak orang di seluruh dunia,” ujarnya

Pemerintah Inggris kemudian mengumumkan bahwa seluruh negeri akan memasuki masa berkabung. Masa tersebut akan dijalani hingga hari terakhir upacara pemakaman Sang Ratu. Pemakaman diperkirakan akan mencapai waktu 10 sampai 11 hari di Westminster Abbey. Selama masa tersebut, maka di Inggris akan dinyatakan sebagai hari libur yang akan diumumkan oleh istana dan pemerintah.

Baca juga: Setelah Bertakhta 70 Tahun, Ratu Elizabeth II Mangkat

KOMPAS/PIET WARBUNG

Suasana ketika Ratu Elizabeth II bersama Pangeran Phillip tiba di Jakarta setelah kunjungan dari Bali dengan menumpang kapal pesiar kerajaan Brittania pada 18 Maret 1974.

Perjalanan Kehidupan Ratu Elizabeth II

Dengan lama waktu menduduki kursi kepemimpinan monarki selama 70 tahun, Ratu Elizabeth II menjadi penguasa terlama dalam sejarah Kerajaan Inggris. Sang Ratu telah duduk di kursi takhta sejak tahun 1952 dan menyaksikan berbagai perubahan sosial dalam lingkup nasional maupun internasional dalam kehidupannya.

Mengacu pada The Guardian, kehidupan Elizabeth II dimulai dari kelahirannya pada 21 April 1926 di Mayfair, London. Ia lahir dengan nama Elizabeth Alexandra Mary Windsor dari pasangan bangsawan Elizabeth dan Albert, Duke of York. Ayah Elizabeth II adalah anak kedua dari Raja George V, penguasa Kerajaan Inggris pada masa tersebut.

Pasca-kelahirannya, Elizabeth tidak dipandang sebagai figur yang mungkin untuk menduduki takhta kepemimpinan tertinggi Kerajaan Inggris. Ia berada di urutan ketiga dari urutan pewaris takhta – setelah ayahnya di urutan kedua dan pamannya, Edward VIII. Namun pada Januari 1936, Raja George V meninggal.

Tak lama digantikan oleh Edward VIII, pada Desember 1936, raja baru tersebut turun takhta untuk menikahi orang Amerika. Dengan begitu, ayah Elizabeth pun naik takhta menjadi Raja George VI dan Elizabeth segera menjadi pewaris pada usia 11 tahun.

Pada usia 13 tahun, Elizabeth mulai memperoleh pendidikannya. Lewat studi di rumah, ia berada di bawah bimbingan wakil rektor Eton College. Studinya berlanjut ketika Inggris mendeklarasikan perang terhadap Jerman pada September 1939. Sementara Raja dan Ratu menetap di kota, Elizabeth dan adik perempuannya Margaret Rose diungsikan ke Kastil Windsor, Berkshire.

Dalam usianya menjelang kepala dua, Elizabeth telah melaksanakan tugas-tugas resmi kerajaan. Termasuk di antaranya inspeksi unit militer kerajaan, Pasukan Grenadier, sebagai kolonel bertugas pada usianya 16 tahun dan kunjungan serta pidato di Afrika Selatan pada usia 21 tahun.

Pada usia yang sama pada bulan Juli 1947, Elizabeth bertunangan dengan Letnan Philip Mountbatten. Pada 20 November 1947, keduanya menikah di Westminster Abbey. Philip lantas mendapat gelar “Duke of Edinburgh”. Setahun setelahnya pada bulan yang sama, dari pernikahan mereka lahir Pangeran Charles. Sementara anak kedua mereka, Putri Anne lahir pada Agustus 1950. Mulai Januari 1950, Elizabeth dan suaminya memulai tur kunjungan mereka. Termasuk dalam rute kunjungan adalah Afrika Timur, Australia, dan Selandia Baru.

Pada Februari 1952, ketika Elizabeth tengah mengunjungi Kenya, Raja George VI meninggal. Sebagai anak sulung, Elizabeth naik menduduki takhta pemimpin kerajaan sebagai Ratu Elizabeth II. Kematian sang ayah ketika Elizabeth sedang berada di luar Inggris turut menjadikannya anggota monarki Inggris pertama sejak 1714 yang naik takhta ketika tengah berada di luar negeri.

Pada 2 Juni 1953, Elizabeth dimahkotai sebagai ratu di Westminster Abbey pada usia 27 tahun. Untuk pertama kalinya juga, sesi pemahkotaan disiarkan di televisi. Bersamaan dengan naik takhtanya sang istri, Pangeran Philip juga memperoleh gelar sebagai “Duke of Edinburgh”. Selanjutnya, di bulan November 1953 keduanya memulai tur kunjungan Persemakmuran (Commonwealth). Setelah enam bulan, keduanya kembali ke Inggris.

Baca juga: Penguasa Takhta Monarki Inggris Beralih dari Ratu Elizabeth II ke Raja Charles III

Pada Februari 1960, Ratu Elizabeth II melahirkan anaknya yang ketiga, Pangeran Andrew. Empat tahun kemudian pada bulan Maret, Ratu melahirkan anaknya yang terakhir Pangeran Edward. Masing-masing anak tersebut mendapat gelar Duke of York dan Earl of Wessex.

Setelah menjadi pemimpin Kerajaan Inggris, Ratu Elizabeth II kembali melakukan perjalanan kunjungan ke Australia dan Selandia Baru. Pada 20 Oktober 1973, Ratu ikut melakukan pembukaan Sydney Opera House, bangunan ikonik negara Australia. Dalam pembukaan tersebut, ikut hadir pula Jørn Utzon sebagai arsitek yang membangunnya.

Elizabeth II merayakan Silver Jubilee bagi 25 tahun kepemimpinannya di takhta Kerajaan Inggris. Perayaan dilaksanakan pada Juni 1977, di mana orang-orang berkumpul di London, dan menyalakan lentera untuk merayakannya. Momen ini dirayakan oleh seluruh rakyat Inggris dan negara persemakmuran dengan skala besar. Momen puncak acara resmi “Jubilee Days” diadakan bertepatan dengan ulang tahun Elizabeth II.

Pada 13 Juni 1981, terjadi peristiwa yang mengejutkan, baik bagi Elizabeth II maupun publik luas. Terjadi upaya penembakan terhadap Ratu Elizabeth II oleh Marcus Serjeant, seorang kadet angkatan udara berusia 17 tahun dengan pistol replikanya. Peristiwa ini terjadi ketika Elizabeth II tengah menghadiri acara Trooping the Colour. Serjeant menembakkan enam peluru, namun semuanya meleset. Elizabeth II segera diungsikan, sementara Serjeant dibekuk pihak kepolisian dan pengawal. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum lima tahun penjara.

Setahun setelah peristiwa penembakan tersebut, Elizabeth II kembali mengalami peristiwa mengejutkan. Tepatnya pada 9 Juli 1982, seseorang bernama Michael Fagan berhasil menyelinap masuk ke kamar Elizabeth II dengan menghindari alarm, polisi, dan petugas keamanan.

Di kamar tersebut, Fagan hanya duduk di pinggir tempat tidur dan mencoba berbincang-bincang. Elizabeth II yang awalnya mengira kehadiran sosok itu adalah Pangeran Charles segera mencoba menekan panic button yang ternyata tidak berfungsi. Setelah 10 menit, akhirnya Fagan digiring keluar oleh pelayan Ratu, Paul Whyberg.

Baca juga: Ratu Elizabeth II yang Berbeda dari Para Raja dan Ratu Inggris Lainnya…

Tahun 1992 menjadi periode waktu yang buruk bagi Elizabeth II – setidaknya begitulah ia mengenang. Dari empat anaknya, tiga perkawinan mereka hancur dan berujung pada perpisahan. Sementara itu, Istana Windsor juga mengalami kehancuran sebagai akibat dari kebakaran hebat. Padahal, tahun tersebut sekaligus juga menjadi 40 tahun aksesinya di takhta Kerajaan Inggris.

Setelah berbagai permasalahan mereda, Sang Ratu memberikan pidato yang terkenal untuk menandakan 40 tahun kekuasaannya memimpin Inggris dan negara-negara persemakmuran. Dalam pidato di Guildhall tersebut, Elizabet II mendefinisikan tahun 1992 sebagai “annus horribilis” – istilah Latin yang berarti “tahun yang mengerikan”. Disampaikan oleh Elizabeth II, “1992 bukanlah tahun di mana saya akan melihat ke belakang dengan kesenangan murni”.

Pada 31 Agustus 1997, mantan istri Pangeran Charles, Putri Diana, tewas dalam kecelakaan tunggal di Paris, Prancis. Ratu Elizabeth II menerima banyak kecaman karena memilih diam. Akhirnya pada malam sebelum pemakaman Diana, Elizabet II menemui para pelayat di depan istana Buckingham dan menyampaikan penghormatan untuk Diana.

Selang empat tahun kemudian, tepatnya pada 9 Februari 2002, adik perempuannya, Putri Margaret, meninggal dunia. Hanya berselang satu bulan, sang ibu, Elizabeth juga meninggal. Masih dalam tahun yang sama, hanya berselang satu bulan, Ratu Elizabeth II merayakan pencapaian 50 tahun ia bertahta atau Golden Jubilee. Pada perayaan ini, rakyat Inggris dan negara-negara persemakmuran kembali merayakan kejayaan ratu mereka.

Perayaan berlangsung selama empat hari. Dalam rentetan acara, diadakan kontes perahu, konser oleh berbagai artis kenamaan, dan pertunjukan kembang api. Kontes perahu diikuti oleh lebih dari 1000 perahu. Seluruhnya berlayar di Sungai Thames. Turut datang pula dalam Golden Jubilee artis-artis seperti Elton John, Will.i.am, dan masih banyak lagi.

Dalam kesempatan perayaan Yubileum Emas tersebut, Elizabeth II mengucapkan terima kasih kepada keluarganya atas dukungan yang telah diberikan. “Anak-anak kami, dan semua keluarga saya, telah memberi saya cinta dan bantuan tanpa henti selama bertahun-tahun, dan terutama dalam beberapa bulan terakhir,” ujarnya.

Salah satu upacara besar lain yang dijalani oleh Elizabeth II adalah perayaan ulang tahunnya yang ke-80 pada 9 April 2005. Pada kesempatan ini, Elizabeth II mengudang 100 orang yang berusia 80 tahun dengan tanggal kelahiran yang persis sama dengan dirinya untuk momen makan siang bersama. Undian diedarkan di seluruh negeri Inggris dan negara persemakmuran.

Selain itu, Elizabeth II turut mengundang 3000 anak untuk menghadiri pesta kebun yang masih merupakan bagian dari rangkaian perayaan 80 tahun usianya. Rangkaian acara berlangsung hingga Juli 2005.

Dengan penganut mayoritas agama Kristen, Kerajaan Inggris secara rutin melangsungkan perayaan Natal. Setiap tahunnya, Istana Buckingham menjadi salah satu destinasi wisata natal. Namun untuk tahun 2010, Ratu Elizabeth II membatalkan perayaan Natal di Istana Buckingham. Keputusan ini berangkat dari krisis ekonomi yang tengah berdampak besar pada masyarakat Inggris. Oleh karena kondisi tersebut, Elizabeth II memandang perayaan Natal kurang sesuai dengan keadaan kala itu.

Pada 4 Juni 2013, Elizabet II bersama dengan 2000 tamunya berkumpul mengikuti perayaan keagaamaan untuk memperingati 60 tahun peringatan dimahkotai sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Inggris. Pada 9 September 2015, Ratu Elizabeth II melampaui Ratu Victoria sebagai pemimpin Kerajaan Inggris terlama.

Setahun setelahnya, Elizabeth II merayakan ulang tahunnya yang mencapai usia 90 tahun. Pada 21 April 2016, masyarakat Inggris berkumpul di sepanjang Istana Windsor untuk bertemu dengan Ratu. Bersama dengan Pangeran Philip, Elizabeth II menyapa warga dalam arak-arakan.

Baca juga: Terhormat Karena Hemat Bicara

 KOMPAS/PIET WARBUNG

Ratu Elizabeth II bersama Pangeran Phillips saat tiba di Singapadu, Bali, disambut dengan tarian Barong dan Kecak. Kedatangannya 15 Maret 1974. Dari Bali rombongan Ratu Elizabeth akan menuju Jakarta dengan kapal pesian kerajaan, Brittania.

Pada 6 Februari 2017, Elizabeth II merayakan Sapphire Jubilee, yaitu perayaan 65 tahun sebagai Ratu Inggris. Dengan perayaan ini, Elizabeth II menjadi penguasa monarki Inggris pertama yang merayakan momen Sapphire Jubilee. Perayaan dilakukan di Sandringham, Norfolk. Setelah beberapa hari, Elizabet II kembali ke Instana Buckingham.

Pada tahun 2021, pasangan hidupnya yakni Pangeran Philip yang telah dinikahi selama 73 tahun, meninggal. Pada 9 April, di Istana Windsor Pangeran Philip meninggal hanya beberapa bulan sebelum ulang tahunnya ke-100. Pada rencana awal, momen ulang tahun tersebut akan menjadi fokus perayaan kerajaan Inggris.

Dalam rencana yang telah dibuat, perayaan ulang tahun Elizabeth II yang tahun itu mencapai usia 95 bahkan ditetapkan lebih sederhana. Mengenai hal tersebut, Elizabeth II mengatakan, “Kami sangat tersentuh dan terus diingatkan bahwa Philip memiliki dampak yang luar biasa pada banyak orang selama hidupnya”.

Bagi Elizabeth II, Pangeran Philip adalah sumber “kekuatannya” yang selalu hadir di sisinya selama tujuh dekade lebih. Para bangsawan senior Kerajaan Inggris menyampaikan bahwa wafatnya Pangeran Philip telah meninggalkan “kehampaan besar” dalam hidup Elizabeth. Para bangsawan pun berbagi tanggung jawab untuk menghibur Sang Ratu di Istana Windsor (Kompas, 22/4/2021, “Ratu Elizabeth II Berulang Tahun dalam Duka”).

Regenerasi

Akhir hayat dan kekuasaan Elizabeth II ditutup dalam kematiannya pada Kamis (8/9/2022). Prosesi kematian dan penghormatan terakhir rencananya akan berjalan selama 10 hingga 11 hari ke depan. Bersamaan dengan hal tersebut, perpindahan takhta kepemimpinan Kerajaan Inggris juga dilaksanakan.

Pada Sabtu (10/9/2022), Dewan Pengakuan di Istana St James mengumumkan secara resmi bahwa Charles III, anak sulung Elizabeth II, naik menjadi Raja Inggris yang baru. Kenaikan tersebut terjadi secara otomatis mengikuti prinsip “Rex Nunquam Moritur” – yang berarti, raja tidak pernah mati. Perdana Menteri Liz Truss, yang baru ditunjuk oleh Elizabeth II pada Selasa (6/9/2022), mengatakan sosok raja adalah “batu” yang memberi kami stabilitas dan kekuatan yang kami butuhkan”.

Anak sulung Charles, Pangeran William, juga otomatis menjadi Putra Mahkota. Tak hanya itu, William juga akan menjadi Pangeran Wales dan mendapat gelar Duke of Cornwall. Selaras dengan itu, anak-anak William menempati urutan kedua hingga kelima daftar ahli waris takhta. Sementara sang Adik, Pangeran Harry, berada di urutan selanjutnya (Kompas, 11/9/2022, “Rakyat Inggris Raya”).

Galeri Foto: Penghormatan untuk Ratu Elizabeth II

Pengumuman resmi raja baru ini akan membawa banyak hal baru dalam kehidupan sehari-hari rakyat Kerajaan Inggris. Berbicara tentang raja baru, Liz Truss menegaskan bahwa pemerintah Inggris dan dirinya siap untuk menawarkan kesetiaan dan pengabdian kepada Raja Charles III, sama seperti apa yang sudah dilakukan kepada Elizabeth II yang telah memberikan pengabdian begitu lama.

“Dan dengan berlalunya zaman Elizabeth kedua, kami mengantar yang baru era dalam sejarah megah negara besar kita, persis seperti yang diinginkan Yang Mulia, dengan mengucapkan kata-kata ‘Tuhan selamatkan Raja’,” ujarnya dilansir oleh  BBC pada Jumat (9/9/2022).

Baca juga: Tak Sekadar Bunga untuk Sang Ratu

KOMPAS/PAT HENDRANTO

Dalam kunjungannya ke Jakarta pada 1974, Ratu Elizabeth II berkunjung ke Balaikota Jakarta. Tampak Ratu Elizabeth II didampingi Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Peran sebagai Ratu Inggris

Mengacu pada laman resmi Kerajaan Inggris (royal.uk), Ratu Elizabeth II turut terlibat dalam tugas-tugas kenegaraan. Kehadirannya tidak terpisah dengan pemerintahan Inggris itu sendiri. Ia biasa memiliki hubungan khusus dengan para Perdana Menteri Inggris yang tengah menjabat. Elizabeth II biasa bertemu dengan mereka secara teratur, biasanya dilakukan setiap minggu. Lebih dari itu, ia mampu mengarahkan para Perdana Menteri sementara tetap mempertahankan netralitas.

Selama 70 tahun kekuasaannya, Elizabeth II mengalami 15 kali pergantian Perdana Menteri. Sosok yang paling pertama adalah Winston Churchill pada tahun 1952. Sementara sosok Perdana Menteri terakhir adalah Elizabeth Truss yang baru dilantik Sang Ratu pada Selasa (6/9/2022) lalu.

Selain didampingi oleh Perdana Menteri, tugas kenegaraan Elizabeth II juga mencakup peran sebagai diplomat sekaligus nyonya rumah. Kedua peran tersebut dijalani dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara Inggris. Selama kekuasannya tersebut, Elizabeth II setidaknya sudah menyambut lebih dari 110 Presiden maupun Perdana Menteri asing ke negara Inggris dalam berbagai kunjungan resmi, termasuk dalam hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Untuk sebagian besar kehidupan kerjanya, Ratu didukung dan didampingi oleh Pangeran Philip. Sang Duke of Edinburgh menemaninya dalam kunjungan di Inggris dan luar negeri, dan berada di sisinya untuk semua tugas seremonialnya, dari Pembukaan Parlemen Negara hingga Kunjungan Negara dan kunjungan tahunan.

Sementara itu, anggota Keluarga Kerajaan lain juga dapat hadir untuk memberikan dukungan penting melalui pekerjaan mereka di Inggris dan luar negeri. Bentuk dukungan tersebut seringkali berupa kehadiran mewakili atau pendampaingan Sang Ratu, entah dalam tur ataupun tugas atas nama Elizabeth II.

Bentuk sistem Kerajaan Inggris adalah monarki konstitusional. Hal demikian berarti, meskipun ada sosok Kepala Negara, kapasitas untuk membuat dan mengesahkan undang-undang terletak pada Parlemen. Penguasa Kerajaan seperti Elizabeth II pun tidak lagi memiliki peran politik atau eksekutif.

Meski begitu, mengacu pada laman resmi Kerajaan Inggris, raja dan ratu monarki Inggris tetap memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai Kepala Negara, penguasa tertinggi kerajaan menjalankan tugas konstitusional dan perwakilan.

Selama 70 tahun kekuasannya, Ratu Elizabeth II berperan sebagai fokus identitas nasional, persatuan dan kebanggaan. Termasuk di dalamnya adalah memberikan rasa stabilitas dan kontinuitas dan mendukung pelayanan kenegaraan. Dalam semua peran ini, hadir pihak keluarga kerajaan yang turut membantu.

Baca juga: Suasana Hening di Istana Buckingham

KOMPAS/PAT HENDRANTO

Setelah berkunjung di Indonessia Ratu Elizabeth meninggalkan Indonesia dan berpamitan dengan Presiden Soeharto (22/03/1974).

Ratu Elizabeth II dan Seruan Perdamaian

Sebagai Kepala Negara Inggris sekaligus pemimpin monarki, Ratu Elizabeth II merupakan sosok penting. Dalam kehadirannya tersebut, ia kerap mencatatkan peran dalam usaha-usaha perdamaian dunia. Salah satunya adalah lewat kunjungannya ke Irlandia pada 17 Mei sampai dengan 20 Mei 2011. Kedatangan ini adalah kunjungan pertama dalam 90 tahun ke Irlandia, sejak terakhir kali dilakukan oleh Raja George V pada 1911. Kunjungan Ratu Elizabeth II dilakukan dalam rangka perdamaian dengan warna catatan historis hubungan kedua wilayah yang bersitegang.

Sebelumnya, meski bertetangga, Irlandia dan Inggris diketahui berselisih. Konflik antara Irlandia dan Inggris, dikenal sebagai “The Troubles”, bahkan menewaskan Paman dari Pangeran Philip, Lord Mountbantten, pada 1979. Konflik tersebut melibatkan kaum loyalis yang bersatu dengan Inggris dan beragama Protestan, melawan kaum nasionalis dan republikan (umumnya Katolik) yang lekat dengan tentara Irlandia. Hingga kedatangan Elizabeth II tersebut, bahkan masih sering terjadi konflik dalam skala-skala kecil.

Kunjungan ini diwarnai protes dari kubu Republikan yang menolak status Inggris dan Irlandia Utara. Sejumlah orang bahkan menolak kehadiran Ratu Elizabeth II dengan memasang spanduk tanda penolakan dan melempar petasan di Dublin. Tidak hanya di Dublin, ancaman Tentara Republik Irlandia atau IRA juga terjadi di London, dengan ancaman ledakan bom.

Meskipun menerima penolakan dan ancaman bom, kunjungan ini dianggap sebagai perjuangan perdamaian lewat normalisasi hubungan Irlandia dan Inggris setelah penandatanganan Persetujuan Belfast. Perjanjian ini ditandatangani pada 1998 dan mencakup kesepakatan antara Inggris, Irlandia Utara, dan pemerintah Irlandia.

Pada kunjungan perdamaian tersebut, Ratu Elizabeth II mengunjungi situs-situs bersejarah di Dublin. Ia juga berpindato mengenai sejarah Inggris dan Irlandia, yang menerima banyak pujian dari masyarakat. Selain itu, ia juga menunjukkan simpati kepada rakyat yang menderita dan menjadi korban akibat perselisihan kedua negara tetangga tersebut.

Elizabeth II juga terus aktif dalam merespon permasalahan-permasalahan dan konflik yang terjadi dalam dunia internasional. Salah satunya adalah seruan bela sungkawa kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Sebelumnya, sebanyak 394 korban tewas, termasuk anak-anak, dalam peristiwa penyanderaan di Sekolah Nomor 1 di kota Beslan, Ossetia Utara, Rusia. Kaum separatis Chechnya sebagai pelaku menggunakan anak-anak sebagai sandera.

Merespon hal tersebut, Sang Ratu menyatakan sangat terkejut atas kejadian itu. Ia juga meminta kepada Presiden Putin agar menyampaikan rasa simpatinya yang terdalam kepada para keluarga korban yang ditinggalkan dan mereka yang mengalami cedera (Kompas, 6/9/2004, Dunia Berang dan Berduka atas Korban Tewas Anak-anak di Rusia).

Pada tahun 2010, Ratu Elizabeth II juga berbicara di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengingatkan komitmen membangun perdamaian bersama. “Dunia masa depan dibangun bersama jika kita masih mau menyebut diri sebagai PBB. Perdamaian dibangun melalui kesejahteraan dan menjaga martabat manusia,” ujar Ratu Elizabeth II di hadapan Sidang Umum PBB sebelum mengunjungi Ground Zero.

Sesuai sidang umum tersebut, ia meletakan karangan bunga di “Ground Zero” – tempat menara kembar WTC, Amerika dihancurkan dalam serangan teroris 11 September 2001 – menyampaikan pada 8 Juni kepada anggota PBB untuk memerangi ancaman global lewat cara-cara damai. Dengan didampingi Pangeran Phillip, Elizabeth II menyampaikan bahwa kedatangannya ke Ground Zero bukan untuk tenggelam dalam duka dan kesedihan, melainkan menyuarakan perdamaian.

Baca juga: Raja Baru Charles III

KOMPAS/PAT HENDRANTO

Ratu Elizabeth meninggalkan Indonesia setelah melakukan lawatan ke Bali, Jakarta, dan Yogyakarta (22/3/1974).

Kunjungan Ratu Elizabeth II di Indonesia

Sepanjang kekuasaannya, Ratu Elizabeth II memiliki jalinan hubungan dengan Indonesia. Hubungan tersebut berlangsung begitu lama, bahkan hingga mengalami transisi politik empat kali Presiden Indonesia. Salah satu persentuhan Sang Ratu dengan Indonesia yang paling dikenal adalah kunjungannya langsung pada tahun 1974.

Dengan didampingi oleh suaminya Pangeran Philip, kunjungan Royal Tour di Indonesia berlangsung dari 15 Maret hingga 22 Maret 1974. Kedatangannya sendiri memiliki arti yang mendalam daripada sekedar kunjungan semata. Disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris pada masa itu, Rusmin Nuryadin, kedatangan tersebut adalah wujud konfirmasi Inggris terhadap dukungannya pada kebijaksanaan dalam maupun luar negeri Indonesia.

Selain itu, kedatangan Ratu juga menunjukan pengakuan terhadap posisi penting Indonesia di Asia Tenggara maupun dampaknya bagi Inggris. Oleh karena itu, pertemuan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan diplomatik dan kerja sama antar kedua negara (Kompas, 5/2/1974, Kunjungan Ratu Elizabeth Mempunyai Arti Penting).

Secara jadwal, kunjungan Ratu Elizabeth II dimulai ketika sampai di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali pada 14 Maret. Namun hingga 18 Maret, kehadirannya di Indonesia bukanlah kunjungan resmi melainkan dalam tujuan berlibur. Kunjungan resmi baru dimulai dengan mendaratnya Ratu beserta rombongan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 18 Maret.

Setelah mendarat pada pukul 17.50 waktu setempat dari London dengan pesawat VC-10, tidak ada agenda yang dijalani Ratu dan rombongannya. Setelah disambut oleh Gurbenur Bali Sukarmen, Duta Besar Inggris Will Combs, dan Duta Besar Indonesia untuk Inggris Rusmin Nurjadin, rombongan kerajaan segera beranjak ke Pelabuhan Benoa. Elizabeth II akan bermalam di kapal pesiar kerajaan “Britannia” yang berlabuh di pelabuhan tersebut.

Keesokan harinya, barulah upacara penyambutan resmi dilakukan. Penyambutan dilakukan di Pelabuhan Benoa dengan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik dan KASAL Laksamana Subono. Para penari menyambut dengan menarikan tarian tradisional dan mengalungkan bunga kepada Elizabeth II.

Dari pelabuhan, rombongan kerajaan lantas bertolak ke Pura Singapadu, Istana Tampak Siring, dan juga Ubud. Malamnya, rombongan akan kembali ke kapal “Britannia” untuk bertolak ke Jakarta (Kompas, 15/3/1974, Ratu Elizabeth Tiba di Bali Jam 17.50 Kemarin).

Dalam liburannya di Bali tersebut, salah satu daerah yang dikunjungi Elizabeth adalah Desa Pengosekan, Ubud. Desa tersebut dikenal dengan produksi keseniannya – dengan seorang guru dan 72 orang pelukis istimewa dan 40 orang pemahat. Kepamoran karya seni mereka bahkan telah terdengar hingga Istana Buckingham.

Dalam kedatangannya dalam rombongan mobil yang melalui tanah-tanah berlumpur, Elizabeth II bersama Pangeran Philip lantas turun menyaksikan karya-karya seni yang telah dipajang. Salah satu momen menarik adalah ketika Elizabeth II masuk berkunjung ke salah satu rumah pelukis I Made Gina. Elizabeth II lantas melihat-lihat lukisan yang terpajang.

“Saya merasa gembira dan bangga mendapat kehormatan ini. Dikunjungi seorang Ratu yang begitu terkenal. Saya juga merasa canggung, karena menerimanya dalam keadaan yang begitu sederhana,” ujar I Made Gina menceritakan pengalamannya. Dengan berdinding gedeg, minim perabotan, dan sebuah lampu tempel sebagai sumber penerangan, rumah pelukis Bali 29 tahun tersebut dikunjungi penguasa tertinggi Kerajaan Inggris (Kompas, 18/3/1974, Keluarga I Made Gina Yang Berbahagia).

Ratu Elizabeth II dan rombongan tiba di Jakarta melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Kedatangan kapalnya turut dikawal oleh fregat HMS Argonaut dan KRI Samadikun. Pertemuan dengan Presiden Soeharto dan istrinya direncanakan dilangsungkan pada siang itu juga di Istana Merdeka.

Dalam pertemuan kenegaraan di Jakarta, Elizabeth II memberikan pujian atas persatuan yang dapat diupayakan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia. Meski berasal dari latar belakang yang beragam, bangsa Indonesia tetap dapat bersatu dan tumbuh. Ia pun menegaskan bahwa persatuan dan kesatuan adalah sikap penting untuk mengatasi berbagai masalah pembangunan (Kompas, 19/3/1974, Inggris Sumber dan Tempat Lahir serta Berkembangnya Demokrasi Parlementer).

Kunjungan kenegaraan akan dilangsungkan selama lima hari, dengan dilanjutkan kunjungan ke Yogyakarta pada 19 Maret. Di Yogyakarta, Elizabeth II disambut oleh Sultan Hamengkubuwono IX selaku pemimpin Keraton Yogyakarta dan 400 prajurit tradisional keraton. Rombongan kenegaraan tersebut juga mengunjungi Candi Borobudur di Magelang (Kompas, 21/3/1974, 400 Prajurit Keraton Yogyakarta sambut Ratu Elizabeth).

Setelah kembali ke Jakarta pada 21 Maret, Elizabeth II melakukan pertemuan dengan kelompok anak muda Jakarta. Salah satu tempat yang dikunjungi adalah Gelanggang Olahraga Bulungan. Setelah itu, keesokan harinya rombongan kerajaan akan bertolak kembali ke Inggris dengan menggunakan pesawat VC-10 British Airways dari bandara Halim Perdana Kusuma menuju London. Kepergian rombongan Elizabeth II diikuti oleh Presiden Soeharto, Wakil Presiden Hamengkubuwono IX, Menteri Sekretariat Negara Sudharmono, dan Gurbenur Jakarta Ali Sadikin (Kompas, 23/3/1974, Ratu Elizabeth Bertolak Kembali ke London).

Beberapa tahun setelahnya, Presiden Soeharto lantas menemui kembali Ratu Elizabeth II pada November 1979. Pertemuan yang dilaksanakan selama dua hari tersebut merupakan kunjungan kenegaraan atas undangan Ratu Elizabeth II. Sekretariat Negara Indonesia menyampaikan bahwa dalam kunjungan tersebut, Soeharto akan turut disertai dengan sejumlah pejabat tinggi nasional. Kunjungan ini juga sekaligus akan menjadi kunjungan balasan Elizabeth II pada 1974 (Kompas, 18/9/1979, Presiden November Kunjungi Inggris).

Baca juga: Rakyat Inggris Raya Menyongsong Perubahan di Bawah Raja Charles III

KOMPAS/PAT HENDRANTO

Ratu Elizabeth II ketika melakukan kunjungan di Indonesia pada 1974.

Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah bertemu langsung dengan Ratu Elizabeth II pada 1 April 2009. Dengan didampingi istrinya, Presiden Yudhoyono bertemu dalam menghadiri jamuan resepsi di Istana Buckingham. Acara tersebut diselenggarakan sendiri oleh Ratu Elizabeth II untuk para kepala negara yang menghadiri pertemuan G-20. Acara lantas dilanjutkan dengan jamuan makan malam di kediaman Perdana Menteri Inggris pada masa itu, Gordon Brown, di London.

Lima hari setelahnya, 6 April 2009, Ratu Elizabeth II menyampaikan rasa dukacita bagi para korban bencana Situ Gintung, Tangerang Selatan, Banten. Pernyataan ini ditulis Ratu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian keterangan pers Kedutaan Besar Inggris di Indonesia di tanggal yang sama.

“Saya sangat bersedih sedalam-dalamnya saat mengetahui berita jebolnya tanggul Situ Gintung, 27 Maret 2009, yang telah menewaskan begitu banyak orang,” demikian disampaikan Ratu Inggris dalam usianya yang ke 82 tahun pada saat itu. Ratu Elizabeth II juga menyampaikan doanya, “Doa saya bagi keluarga yang ditinggalkan dan mereka yang menderita luka-luka dalam peristiwa yang menyakitkan ini” (Kompas, 7/4/2009, Ratu Elizabeth II – Rasa Dukacita).

Presiden Joko Widodo melalui akun sosial medianya mengungkapkan rasa dukanya atas meninggalnya Ratu Elizabeth II: “Saya sangat sedih dengan meninggalnya Ratu Elizabeth II, seorang ratu yang sangat dikagumi dan dicintai. Simpati terdalam dan belasungkawa tulus saya kepada Keluarga Kerajaan, pemerintah, dan warga Inggris.” (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • Kompas. (1974, Maret 21). 400 Prajurit Keraton Yogyakarta sambut Ratu Elizabeth. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1.
  • Kompas. (1974, Maret 19). Inggeris Sumber dan Tempat Lahir serta Berkembangnya Demokrasi Parlementer. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1.
  • Kompas. (1974, Maret 18). Keluarga I Made Gina Yang Berbahagia. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 8.
  • Kompas. (1974, Februari 5). Kunjungan Ratu Elizabeth Mempunyai Arti Penting. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1.
  • Kompas. (1974, Maret 23). Ratu Elizabeth Bertolak Kembali ke London. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1.
  • Kompas. (1974, Maret 15). Ratu Elizabeth Tiba di Bali Jam 17.50 Kemarin. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1.
  • Kompas. (1979, September 18). Presiden November Kunjungi Inggris. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1.
  • Kompas. (2004, September 6). Dunia Berang dan Berduka atas Korban Tewas Anak-anak di Rusia. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 2.
  • Kompas. (2009, April 7). Ratu Elizabeth II – Rasa Dukacita. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 32.
  • Kompas. (2021, April 22). Ratu Elizabeth II Berulang Tahun dalam Duka. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 4.
  • Kompas. (2022, September 11). Rakyat Inggris Raya. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1 & 15.
Internet