Paparan Topik | Piala Eropa

Piala Eropa Kerap Melahirkan Kejutan

Piala Eropa 2024 melahirkan kejutan dengan lolosnya debutan Georgia ke babak 16 besar. Apakah Georgia mampu melanjutkan kejutan di Piala Eropa seperti yang Denmark dan Yunani di edisi sebelumnya?

KOMPAS/YULVIANUS HARJONO

Sejumlah warga Paris bergembira menyaksikan Antoine Griezmann menjebol gawang Jerman dan mengantarkan Perancis menundukkan Jerman di semifinal Piala Eropa 2016, Kamis (7/7/2016) malam waktu setempat. Perancis akan menghadapi Portugal di laga puncak di Saint-Denis.

Fakta Singkat

Kejutan di Piala Eropa

  • Untuk pertama kalinya Piala Eropa 1968 memakai sistem babak penyisihan grup (terbagi dalam delapan grup). Italia menyabet juara Piala Eropa 1968 sekaligus sebagai tuan rumah.

  • Di Piala Eropa 1992, Denmark yang menjadi tim penganti Yogoslavia menjuarai Piala Eropa 1992.

  • Yunani menjuarai Piala Eropa 2004.

  • Italia menjuarai Piala Eropa 2020 melalui dua kali adu pinalti.

Turnamen Piala Eropa 2024 sudah menyelesaikan babak penyisihan, tim-tim unggulan masih mendominasi perolehan tiket babak 16 besar. Akan tetapi, mucul kejutan dengan Austria yang tak diunggulkan secara tak terduga berhasil menjadi pemuncak Grup D, mengungguli dua raksasa Eropa, Perancis dan Belanda.

Sebelum Piala Eropa 2024 dimulai, pengemar sepak bola mengira bahwa persaingan di Grup D akan dikuasai Perancis dan Belanda, dua raksasa sepak bola Eropa. Dua tim lain, Austria dan Polandia, akan sulit bersaing. Namun, Austria membalikkan semua perkiraan itu dengan keberhasilan menjadi juara grup setelah mengalahkan Polandia dan menjungkalkan Belanda.

Kejutan lain adalah ketika tim debutan Georgia berhasil melaju ke babak gugur. Mereka memastikan tiket 16 besar dengan mengalahkan kekuatan utama ”Benua Biru”, Portugal, yang diperkuat salah satu pemain terbaik, Cristiano Ronaldo. Georgia memastikan tiket sebagai salah satu tim peringkat ketiga terbaik.

Jika dirunut sejarah penyelenggaraan Piala Eropa, setidaknya ada empat kejutan yang lahir di ajang tersebut. Kejutan pertama terjadi pada Piala Eropa 1968 saat Italia pertama kali juara, kemudian di Piala Eropa 1992 kala Denmark yang menjadi tim penganti Yogoslavia menjuarai EURO 1992, kejutan ketiga saat Yunani menjuarai Piala Eropa 2004, dan terakhir saat Italia menjuarai Piala Eropa 2020 melalui dua kali adu pinalti.

Bagaimana perjalanan tim-tim itu mengejutkan jagad sepak bola Eropa?

Italia 1968

Kejuaraan Piala Eropa edisi ke-3, pada tahun 1968 untuk pertama kalinya memakai sistem babak penyisihan grup (terbagi dalam delapan grup) menggantikan sistem gugur di turmanen sebelumnya. Sementara, format empat besar atau babak semifinal dengan satu negara tuan rumah tetap dipakai. Tuan rumah baru dipilih setelah peserta empat besar diketahui.

Untuk pertama kalinya juara Piala Dunia 1966, Inggris dan runner up Piala Dunia 1966 Jerman Barat  berpartisipasi di ajang tersebut. Delapan negara yang menjuarai di masing-masing grup lolos ke babak perempat final yakni Spanyol, Bulgaria, Uni Soviet, Yugoslavia, Hungaria, Perancis, Italia dan Inggris.

Empat negara yakni Italia, Uni Soviet ,Yugoslavia, dan Inggris lolos ke putaran final atau empat besar. Italia lolos ke babak empat besar setelah mengalahkan mengalahkan Bulgaria, Yugoslavia membekuk Perancis, Uni Soviet mengatasi Hungaria, dan Inggris melengkapi peserta empat besar setelah dua kali mengalahkan Spanyol, 1-0 di Wembley dan 2-1 di Madrid.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Italia pun ditunjuk UEFA menjadi tuan rumah penyelenggaraan putaran final. Di edisi ke-3 yang resmi menyandang nama kejuaraan Piala Eropa itu, Italia berhadapan dengan Uni Soviet yang menyingkirkan Italia di Piala Dunia 1966 dan Piala Eropa 1962.  Babak semifinal itu berakhir tanpa gol alias imbang 0 – 0. Untuk menentukan siapa tim yang lolos ke babak final dilakukan undian dengan cara melempar koin, karena pada waktu itu belum mengenal adu pinalti.

Hasil tos-tosan dengan melempar koin itu menempatkan Italia lolos ke babak final karena memilih sisi yang tepat.

Lolos ke babak final dengan cara mengejutkan itu, Italia bertemu Yogoslavia yang berhasil menyingkirkan menyingkirkan Inggris dengan skor 1 – 0.  Pertandingan final Italia – Yugoslavia secara mengejutkan dilakukan dua kali. Pertandingan pertama berakhir dengan skor 1 – 1 setelah waktu normal 90 menit dan perpanjangan waktu 30 menit. Untuk menentukan juara dilakukan pertandingan kedua yang diselenggarakan dua hari kemudian karena juara tidak ditentukan oleh adu pinalti atau undian koin.

Dalam final ulangan, dua hari setelah final pertama, Italia menang 2 – 0 atas Yogoslavia. Italia juara perdana Piala Eropa di hadapan puluhan ribu pendukungnya. Semetara Inggris menduduki peringkat ke-3 setelah menang melawan Uni Soviet dengan skor 2 – 0.

Denmark 1992

Denmark yang awalnya tidak lolos ke putaran final Piala Eropa 1992 di Swedia lantaran lantaran hanya mampu finis di posisi kedua pada Grup 4 Kualifikasi Piala Eropa 1992. Yugoslavia yang memuncaki grup itu lolos ke putaran final.

Berkecamuknya perang di kawasan Yogoslavia membuat Negara itu terkena sanksi PBB yang berakibat Yugoslavia tidak dapat menjadi peserta di Piala Eropa 1992. UEFA pun menunjuk Denmark sebagai pengganti Yugoslavia yang menjadi runner-up di Grup 4.

Di putaran final Piala Eropa 1992, Denmark pun tergabung di Grup I bersama Swedia (tuan rumah), Inggris, dan Prancis. Tim pengganti Denmark diprediksi hanya akan jadi tim pelengkap saja di Piala Eropa 1992, namun yang terjadi justru kebalikannya. Denmark berhasil menunjukkan performa impresif sepanjang menjalani tiga pertandingan fase grup Piala Eropa 1992.

Denmark mengawali kiprah mereka di Piala Eropa 1992 dengan bermain imbang 0 – 0 dari Inggris. kemudian di pertandingan kedua Grup I Piala Eropa 1992, Denmark menyerah 0 – 1 dari Swedia. Selanjutnya di pertandingan terakhir, Denmark secara mengejutkan berhasil menumbangkan Perancis dengan menang 2-1.

Denmark pun berhak melaju ke babak semifinal Piala Eropa 1992 dengan raihan 3 poin mendampingi tuan rumah yang memuncaki klasemen Grup 1. Inggris dan Perancis yang awalnya diunggulkan tersingkir dari turnamen.

Di babak semifinal Piala Eropa 1992, Denmark pun berjumpa tim kuat lainnya, yaitu Belanda yang memuncaki klasemen Grup 2 dengan dua kali menang dan sekali seri. Banyak kalanggan menduga Denmark hanya akan sampai di semifinal Piala Eropa 1992 melihat tim yang hadapi bertabur pemain bintang macam Ronald Koeman, Frank Rijkaard, Ruud Gullit, hingga Marco van Bastern.

Meksi demikian di pertandingan semifinal Piala Eropa 1992, Denmark berhasil memberikan perlawanan untuk Belanda. Denmark dan Belanda pun bermain imbang 2 – 2 hingga babak tambahan usai, dan pemenang laga harus ditentukan di babak adu penalti. Pada babak ini, Denmark berhasil mengalahkan Belanda dengan skor 5 – 4 berkat performa impresif sang penjaga gawang, yakni Peter Schmeichel.

Kemenangan atas Belanda pun mengantarkan Denmark melaju ke babak final Piala Eropa 1992. Di partai puncak, Denmark bakal menghadapi salah satu tim terkuat di Eropa saat itu, yaitu Jerman yang berhasil menyingkirkan tuan rumah Swedia dengan skor 3 – 2.

Di partai final, Denmark yang awalnya sebagai tim pelengkap di Piala Eropa 1992, berhasil menumbangkan dua kali juara Piala Eropa Jerman dengan skor 2-0. Dua gol kemenangan Denmark atas Jerman disumbangkan oleh John Jensen (18′) serta Kim Vilfort (78′). Denmark pun berhasil menjadi kampiun Piala Eropa untuk pertama kalinya. Berkat performa mengejutkan itu, Denmark pun mendapatkan julukan tim ‘Dinamit’ yang hingga kini masih melekat pada skuad Denmark.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Yunani 2004

Yunani mengulang kejutan di perhelatan Piala Eropa seperti yang dilakukan Denmark dengan menjadi juara Euro 2004.  Yunani yang diasuh Otto Rehagel lolos ke putaran final Piala eropa 2004 setelah menjuarai Grup 6.

Di putaran final, Yunani tergabung dalam grup neraka yakni Grup A yang dihuni Portugal sebagai tuan rumah, Spanyol, dan Rusia. Di pertandingan pembuka, Yunani membuat kejutan dengan  menumbangkan tuan rumah Portugal dengan skor 2 – 1. Kemudian menghadapi Spanyol di pertandingan kedua, Yunani bermain imbang 1 – 1 dan dipertandingan terakhir kalah dari Rusia 1 – 2.

Yunani lolos ke babak gugur setelah menduduki peringkat kedua klasemen mendampingi tuan rumah Portugal yang memuncaki klasmen Grup A. Poin yang dikumpulkan Yunani sebenarnya sama dengan Spanyol yakni 4. Head-to-head antara kedua tim berakhir imbang, dan sama-sama memiliki selisih gol 0. Yunani di posisi runner up berkat produktivitas gol yang menjadi penentu peringkat. Yunani mencetak total 4 gol, sementara Spanyol hanya mencetak total 2 gol.

Di babak perempatfinal, Yunani bertemu dengan juara bertahan Perancis yang memuncaki klasemen Grup B. Yunani berhasil menumbangkan tim unggulan Perancis dengan skor 1 – 0. Gol kemenangan Yunani dicetak Charisteas pada menit ke-65. Selanjutnya di semifinal, Yunani menghadapi tim kejutan lain, yakni Ceko yang menyingkirkan tim dinamit Denmark dengan skor meyakinkan, 3 – 0.  

Yunani berhasil menyingkirkan Ceko yang dimotori pemain bintang Pavel Nedved dengan memainkan sepak bola bertahan dengan skor  1 – 0. Gol Yunani tercipta melalui sundulan Dellas setelah menerima umpan dari sepak pojok di babak perpanjangan waktu. 

Kemenangan tipis 1 – 0 atas Ceko mengantarkan Yunani ke final bertemu dengan tuan rumah Portugal yang melaju ke partai puncak usai susah payah mengalahkan Inggris di perempat final dan Belanda di semifinal. Yunani yang tergabung dengan Portugal di Grup A, pernah mengalahkan Portugal di babak penyisihan grup.

Laga final yang ditonton lebih dari 62.000 pasang mata di Stadion Estadio da Luz, Yunani kembali bertemu dengan Portugal, tim yang yang dijagokan menjadi juara Eropa di hadapan pendukungnya sendiri. Anak asuh Otto Rehhagel tampil sebagai juara menyingkirkan tuan rumah berkat gol semata wayang Angelos Charisteas pada menit ke-57.  Kejutan Piala Eropa kembali tercipta dengan Yunani keluar sebagai juara Euro 2004.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Italia 2020

Timnas Italia yang sukses meraih gelar juara Eropa atau Euro 2020 juga terbilang kejutan. Tim yang sebelumnya tak lolos di Piala Dunia 2018 itu menjadi juara Eropa sesuai mengalahkan Inggris pada laga final. Pertandingan final Euro 2020 Italia vs Inggris dihelat di Stadion Wembley, London, pada Minggu (11/7/2021) waktu setempat atau Senin dini hari WIB.  Perjuangan merengkuh untuk kedua kalinya juara Eropa harus dilalui dengan dua kali adu pinalti di babak semifinal dan final.

Perjalanan Italia merengkuh tahta juara Eropa itu diawali dengan babak kualifikasi Grup J  yang terdiri dari enam tim: Armenia, Bosnia dan Herzegovina, Finlandia, Italia, Liechtenstein, dan Yunani.  Italia lolos ke putaran final setelah memuncaki grup J dengan memenangi semua laga di grup itu atau 10 pertandingan.

AP/MICHAEL REGAN

Timnas Italia merayakan setelah kemenangan atas Inggris di Final Piala Eropa 2020 Stadium Wembley London, (11/7/2021).

Di putaran final, Gli Azzurri mengawali kompetisi sepak bola antarnegara Benua Eropa dengan tergabung di Grup A yang dihuni dengan Turki, Swiss, dan Wales. Tergabung dalam Grup A, Italia berhasil menjadi juara grup dan melaju ke fase gugur setelah menyapu bersih tiga laga dengan kemenangan.

Pada babak 16 besar, Italia berhadapan dengan runner-up Grup C, timnas Austria. Pasukan Roberto Mancini saat itu harus berjuang sampai babak extra time untuk bisa mengalahkan Austria dengan skor tipis 2 – 1. Lalu pada perempat final, Italia lagi-lagi berhasil menunjukkan kualitasnya dengan menumbangkan kemenangan 2 – 1 atas generasi emas Belgia.

Pada semifinal Euro 2020, Gli Azzurri berhadapan dengan juara tiga kali Piala Eropa, Spanyol. Laga Italia kontra Spanyol berjalan sangat hingga ditentukan lewat adu penalti setelah skor imbang 1 – 1 bertahan hingga extra time. Pada babak adu penalti, Italia memetik kemenangan berkat keunggulan 4 – 2.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Di partai puncak alias final, Italia juga butuh perjuangan keras untuk meraih gelar juara Piala Eropa. Pasalnya, Gli Azzurri harus bermain sampai babak adu penalti untuk bisa membawa pulang trofi Henry Delunay.

Pada pertandingan final ini Timnas Italia sempat tertinggal lebih dulu saat laga baru berjalan 1 menit 57 detik melalui gol Luke Shaw setelah menerima umpan Kieran Trippier. Shaw tercatat sebagai pencetak gol tercepat dalam sejarah final Piala Eropa.

Di babak kedua, Italia mampu memberikan perlawanan sengit. Pasukan Roberto Mancini berhasil menyamakan kedudukan di menit 67 melalui tendangan Leonardo Bonucci. Bek Juventus itu tercatat sebagai pemain tertua (34 gol dan 71 hari) yang mencetak gol di final Piala Eropa.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Di sisa waktu pertandingan Timnas Italia maupun Inggris saling jual beli serangan. Tapi hingga 90 menit pertandingan, tak ada gol tambahan tercipta. Wasit Bjorn Kuipers terpaksa melanjutkan laga ke babak tambahan untuk menentukan siapa penguasa Benua Biru. Selama 2 x 15 menit, baik Timnas Italia maupun Inggris gagal menambah gol.

Laga pun terpaksa dilanjutkan melalui drama adu penalti. Dalam tos-tosan kali ini, Timnas Italia keluar sebagai juara dengan kemenangan 3 – 2.  Terakhir kali timnas Italia mengangkat trofi juara Euro atau Piala Eropa terjadi 53 tahun lalu tepatnya pada edisi 1968.

Piala Eropa telah menjadi arena bagi beberapa kejutan terbesar dalam sejarah sepak bola dunia selama bertahun-tahun dan kejutan-kejutan itu membuktikan bahwa turnamen sepak bola terbesar di Eropa itu sulit diprediksi. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Paparan Sepak Bola Euro 2000, Penerbit Harian Kompas, 2000
  • Panduan Piala Eropa 2000: mengguncang Rotterdam, Tabloid Bola, 2000
Arsip Kompas
  • Sejarah Piala Eropa, Euro 2004, Kompas, 7 Juni 2004, halaman: 44
  • Lara Selalu Bangkitkan Italia, Gala Eropa, Kompas, 13 Juli 2021, halaman: 13
  • Pascafinal: Inggris Tidak Perlu Menangis Histeris, Gala Eropa, Kompas, 13 Juli 2021, halaman: 13

Artikel terkait