Paparan Topik

Pertambangan Timah: Sejarah, Produksi, dan Ekspor Timah Indonesia

Indonesia adalah pengekspor timah nomor satu di dunia namun masih terbatas pada tin ore atau bijih timah. Pemerintah berupaya mendorong pengembangan industri hilir timah dan mengintegrasikannya dengan industri tambang lainnya seperti nikel dan bauksit untuk pengembangan industri kendaraan listrik.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA

Pekerja memeriksa balok-balok timah di gudang PT Bukit Timah di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (29/11/2011). Timah merupakan komoditas utama dari Bangka Belitung dengan nilai ekspor rata-rata Rp 2 triliun per bulan atau setara 70 persen nilai ekspor Bangka Belitung.

Fakta Singkat

  • Simbol Kimia Timah: Sn
  • Awal Penambangan Timah di Indonesia : Abad 7 Masehi
  • Produsen Utama Timah Dunia : RRT, Indonesia, Myanmar
  • Eksportir Utama Timah Dunia : Indonesia, Australia, Bolivia
  • Tujuan Utama Ekspor Timah RI : RRT, Singapura, India
  • Perusahaan Timah Terbesar RI : PT Timah Tbk (BUMN)
  • Persentase Ekspor/Produksi Timah RI : 87 persen

Dalam Mandiri Investmen Forum yang diselenggarakan di Jakarta tahun lalu pada 1 Februari 2023, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa Indonesia adalah pengekspor timah nomor satu di dunia, akan tetapi ekspor tersebut masih terbatas pada tin ore atau bijih timah mentah yang tidak banyak memiliki nilai tambah.

Apabila Indonesia mampu mengolahnya, nilai tambah dari produksi timah Indonesia diperkirakan dapat meningkat hingga 69 kali. Menyadari hal ini Pemerintah berupaya mendorong pengembangan industri hilir untuk mineral timah, sekaligus berencana mengintegrasikannya dengan hilirisasi industri tambang lainnya seperti nikel dan bauksit untuk pengembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai.

Pemerintah sempat menyebutkan hendak menghentikan ekspor timah mentah sebagai bagian dari upaya hilirisasi industri timah di tanah air. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo pada kunjungannya ke lokasi pembangunan smelter baru Top Submerged Lance (TSL) Ausmelt PT Timah Tbk di Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung pada 20 Oktober 2022. Pembangunan smelter tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mewujudkan hilirisasi tambang timah di Indonesia.

KOMPAS/KRIZ RAZIANTO MADA

Salamah (47), seorang warga mencuci pasir timah, Kamis (23/6/2011) di Kolam Retensi Kacang Pedang, Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. Bersama warga lain, perempuan asal Kace, Kabupaten Bangka itu mencari pasir timah dari sisa penambangan rajuk di kolam tersebut. Petambang perorangan seperti Salamah lazimnya mendapat satu kilogram pasir timah setiap hari.

Timah dan Pengolahannya

Timah atau tin dalam bahasa Inggris adalah salah satu unsur kimia logam yang bersimbolkan Sn dan bernomor atom 50. Di alam timah ditemukan dalam bentuk senyawa seperti cassiterite, stannite, dan teallite. Seperti halnya logam-logam lain, ia memiliki kemampuan untuk menjadi konduktor listrik dan panas, mudah membentuk ion positif, serta mudah dibentuk karena bertitik lebur rendah. Kekhususan timah dibandingkan logam yang lain ialah bahwa ia memiliki titik lebur yang rendah tersebut, yakni 232 derajat Celcius, dan tahan terhadap korosi.

Oleh karena sifatnyanya yang mudah dibentuk dan tahan korosi, timah sering digunakan sebagai lapisan pelindung bagi bahan-bahan logam lainnya, seperti pada pelapisan kaleng makanan. Timah juga sering digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan barang logam seperti perunggu dan baja tahan karat. Ia juga banyak digunakan untuk produksi kaca dan keramik, pembuatan baterai, kabel listrik, pipa air, suku cadang mesin, serta bahan solder dan integrated circuit. Selain itu, timah juga diperlukan dalam pembuatan bahan pewarna dan cat.

Pengolahan dasar tambang timah terdiri dari tiga tahapan utama. Pertama ialah penghancuran bahan tambang yang kemudian diayak dan dicuci dengan air untuk memisahkan dari tanah dan batuan. Bijih timah lalu dipisahkan dari mineral lain seperti kalsit, kuarsa, dan siderit dengan cara khusus seperti metode gravitasi, flotasi, maupun elektromagnet.

Setelah dihancurkan, tahap kedua ialah pemurniah timah dari kotoran dan logam lainnya seperti tembaga, seng, dan arsenik. Proses ini dilakukan dengan cara peleburan (dicampur dengan kokas dan batu kapur lalu dipanaskan pada suhu tinggi) maupun elektrolisis (dicampur dengan bahan kimia dan dipisahkan dari logam lainnya melalui aliran elektroda positif dan negatif di mana timah akan bergerak ke kutub negatif). Setelahnya, tahap ketiga ialah pengolahan timah menjadi balok atau batangan. Proses ini dilakukan dengan menuangkan timah ke dalam cetakan dan mendinginkannya.   

Selain timah sendiri, limbah atau tailing dari tambang timah juga mengandung mineral lain yang bernilai ekonomi, yakni mineral-mineral unsur tanah jarang atau rare earth seperti monasit, zirkon, senotim, garnet, dan ilmenit serta mineral lainnya. Apabila dapat mengolahnya, mineral-mineral tersebut bahkan bernilai lebih tinggi daripada timah sendiri. Hal ini dikarenakan penggunaan unsur tanah jarang sangat diperlukan untuk industri teknologi modern, mulai dari telepon pintar, radar, mobil listrik, komputer, magnetic resonance imaging (MRI), serta pembangkit listrik.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA

Pekerja beristirahat di tambang timah apung yang beroperasi di Kolam Retensi Kacang Pedang, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Selasa (24/5/2011). Puluhan tambang timah apung beroperasi di kolam yang dirancang sebagai sumber air baku PDAM Pangkal Pinang itu. Dinas Pertambangan dan Energi Bangka Belitung menyebutkan, sedikitnya 2.500 tambang timah apung beroperasi di seluruh provinsi itu.

Sejarah Penambangan Timah Indonesia

Penambangan timah di Indonesia memiliki sejarah yang amat panjang. Ilmuwan memperkirakan bahwa pemanfaatan timah telah ada sejak abad ke-7 Masehi. Hal ini disimpulkan dari prasasti Kotakapur yang terletak di muara Sungai Mendu, Bangka Barat.

Akan tetapi bukti penggalian timah secara massal tertua hanya dapat ditelusuri hingga tahun 1709 di Toboali, Pulau Bangka. Timah pada masa lampau tersebut dimanfaatkan terutama untuk pembuatan uang koin dan perkakas berburu.

Penambangan timah berkembang pada masa kolonial Belanda. Dari sisi permintaan, kebutuhan akan timah meningkat, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi Eropa, seperti untuk pembuatan kaleng, piring, gelas, wadah air, dan pelapis peralatan besi lainnya.

Dari sisi suplai, pada abad 18 mulai ditemukan kandungan timah yang melimpah di beberapa kawasan seperti Bolivia, Nigeria, Afrika Selatan, Inggris, Australia, Tiongkok, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Keduanya membuat pertambangan timah berkembang pesat.

Pada periode tersebut terdapat tiga perusahaan pertambangan timah yakni Singkep Tin Exploitatie Maatschappij yang beroperasi di Singkep, Bangka, Tin Winning Bedrijf di Bangka, dan Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Billiton di Belitung.

Dalam perkembangannya, di tahun 1930 sempat terjadi kondisi kelebihan suplai karena penambangan yang berlebihan. Akibatnya harga timah dunia anjlok. Menanggapi situasi ini, beberapa negara produsen timah bersama-sama mengadakan perjanjian terkait kontrol produksi timah.

Perjanjian ini disebut International Tin Agreement (ITA) dan ditandatangani oleh Malaysia, Nigeria, Hindia Belanda (kini Indonesia) dan Bolivia. Dalam perjanjian ini negara-negara sepakat untuk mengurangi jumlah produksi timah agar menjaga stabilitas harga timah di kisaran yang wajar. Perjanjian ini yang lalu berkembang menjadi pembentukan International Tin Council pada tahun 1956.

Organisasi ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan produksi dan perdagangan timah dunia, akan tetapi karena kegagalannya dalam mengontrol stabilitas harga timah dunia di tahun 1985, tingginya hutang, sekaligus fakta bahwa beberapa negara produsen timah besar tidak tergabung di dalamnya, organisasi ini lalu dibubarkan.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Timah batangan dari Belitung siap diangkat ke kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Senin (4/10/2010), untuk diekspor. Produksi timah Bangka Belitung 50 persen dari produksi nasional. Curah hujan yang tinggi membuat produksi menurun. Harga timah di pasar internasional saat ini relatif tinggi, 24.900 dollar AS per ton.

Produksi dan Ekspor Timah Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara produsen timah utama dunia, kedua terbesar setelah RRT. pada tahun 2021 Indonesia tercatat menghasilkan sekitar 70 ribu ton timah, sementara RRT menghasilkan sekitar 90 ribu ton timah. Negara di kawasan Asia Pasifik lainnya yang juga menjadi produsen timah dunia ialah Myanmar, Australia, Vietnam, Malaysia, dan Laos.

Sebagai catatan, terkait data jumlah produksi timah RI ini, terdapat perbedaan data dari berbagai sumber. USGS memperkirakan jumlahnya sebesar 70 ribu ton. Fitch Solution memperkirakan jumlah produksi sebesar 83 ribu ton. Kementerian ESDM menyebutkan jumlahnya sebesar 34,5 ribu ton. Kementerian Keuangan menyebutkan 71 ribu ton. Sementara BPS menyebutkan produksi konsentrat tin sebesar 52,467 ribu ton.

Grafik:

 

Bila melihat dari potensi cadangan timah dunia, Indonesia adalah negara dengan cadangan timah terbesar di dunia. US Geological Survey memperkirakan bahwa indonesia memiliki hingga 800 ribu ton timah. Negara dengan cadangan timah besar lainnya adalah RRT, dengan 720 ribu ton dan Myanmar dengan 700 ribu ton.

Grafik:

 

Industri timah Indonesia turut mengalami dampak dari pandemi covid-19. Hal ini tampak dari menurunnya produksi konsentrat timah Indonesia sejak tahun 2019 hingga tahun 2021. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa di tahun 2019 Indonesia memproduksi hampir 87 ribu ton konsentrat timah. Angka ini menurun menjadi 65 ribu ton di tahun 2020, dan kembali menurun menjadi 52,5 ribu ton di tahun 2021.

Grafik:

 

Produksi timah Indonesia terletak di daerah timur Pulau Sumatera dan daerah barat Pulau Kalimantan. Wilayah tersebut bertepatan dengan area cadangan timah dunia yang dikenal sebagai Sabuk Timah Asia Tenggara. Negara Asia Tenggara lain yang berada pada area tersebut ialah Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Provinsi utama produsen Timah ialah Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah keduanya disebut sebagai Indonesia Tin Belt.

Perusahaan BUMN PT Timah Tbk yang merupakan perusahaan tambang timah terbesar di Indonesia. Pada tahun 2019, lebih dari 95 persen timah Indonesia dihasilkan oleh perusahaan ini. Dalam kancah global, ia merupakan satu dari tiga perusahaan produsen timah dunia pada kurun waktu 2013-2019. Bahkan pada tahun 2019, dengan total produksi logam timah mencapai 76.400 ton, PT Timah Tbk menjadi pemasok timah terbesar dunia. Dua perusahaan utama dunia lainnya adalah Unnan Tin dari RRT dan Malaysia Smelting Corp. Sebagai catatan, PT Timah memiliki hak penambangan timah seluas 522.460 hektar dengan 114 Kuasa Pertambangan (KP). Tambang timah tersebut termasuk tambang di darat (onshore) maupun di laut (offshore).

Grafik:

 

Meskipun Indonesia adalah produsen terbesar kedua timah dunia, tetapi rata-rata per tahun menunjukkan 87 persen produksinya diekspor keluar dan hanya 13 persen diserap untuk kebutuhan domestik. Hal ini menunjukkan lemahnya industri hilir timah di Indonesia. Berbeda dengan RRT yang merupakan produsen timah terbesar dunia, ia mampu mengolah timah untuk keperluan domestik bahkan sejak tahun 2015 menjadi net importir timah.

Melihat volume ekspor timah yang ada, Indonesia memang merupakan negara pengekspor timah utama dunia. Di tahun 2021 Indonesia mengekspor hingga 75 ribu ton timah, jauh meninggalkan Australia di posisi kedua yang mengkespor timah sebanyak 15 ribu ton. Memang sangat disayangkan apabila kondisinya tetap seperti ini. Kekayaan mineral Indonesia beralih ke luar negeri tanpa sempat diolah menjadi produk-produk dengan nilai yang lebih tinggi (higher added value).

Grafik:

 

Sepuluh negara yang menerima paling banyak ekspor timah dari Indonesia adalah RRT, Singapura, India, Korea Selatan, Jepang, Belanda, Taiwan (PRC), Belgia, Italia, dan Amerika Serikat. Hal ini berdasarkan data ekspor timah Indonesia di tahun 2022. Di tahun tersebut, RRT menerima paling banyak ekspor timah Indonesia, yakni 30,51 persen dari total ekspor Indonesia. Singapura dan India menerima 17,72 persen dan 12,81 persen. Sementara Korea Selatan, Jepang, dan Belanda masing-masing menerima 9,77 persen, 8,04 persen, dan 6,04 persen.

Grafik:

 

Bila melihat perkembangan nilai ekspor timah Indonesia pada lima tahun terakhir, nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan tajam pada tahun 2021, dengan total ekspor senilai 2441,77 juta dolar AS (meningkat 116 persen). Nilai ekspor timah sempat menurun dari 1550,88 juta dolar AS di tahun 2018 menjadi 1130.1 juta dolar AS.

Grafik:

 

Akan tetapi peningkatan nilai ekspor ini lebih disebabkan oleh meningkatnya harga timah dunia. Bila melihat volume ekspor timah pada kurun waktu 2020-2022, hanya terjadi peningkatan sebesar 17.93 persen dari 66.196.95 ton di tahun 2020 menjadi 78.067,42 ton di tahun 2022.

Data ekspor ini menunjukkan upaya hilirisasi Pemerintah untuk industri timah masih jauh dari harapan. Hingga tahun 2022 belum ada tanda-tanda penurunan ekspor timah mentah. Kebijakan yang lebih tegas dibarengi realisasi investasi pada smelter dan industri hilir timah dalam negeri menjadi dua kunci utama keberhasilan upaya hilirisasi timah Indonesia. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Jurnal
Regulasi
  • Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
  • Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle)
Internet