Paparan Topik

Hari Palang Merah Internasional: Sejarah, Peringatan, dan Peran untuk Kemanusiaan

Hari Palang Merah Internasional yang diperingati setiap tahunnya pada 8 Mei bertujuan untuk mengapresiasi, menginsiprasi, dan mempromosikan aktivitas kemanusiaan yang dilakukan oleh gerakan Palang Merah Internasional. Peringatan ini sekaligus penghormatan kepada pendiri Gerakan Palang Merah, Jean Henry Dunant yang lahir pada 8 Mei 1828.

KOMPAS/AGUS SUSANTO
Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Mayor Jenderal TNI Endang Suwarya tengah memanggil salah satu stafnya di samping mobil International Committee of the Red Cross (ICRC) atau Komite Palang Merah Internasional yang diparkir di Hotel Kartika, Kota Langsa, Aceh Timur, NAD, Jumat (14/5/2004).

Fakta Singkat

Sejarah

  • Jean Henry Dunant merupakan sosok pelopor berdirinya Palang Merah Internasional.
  • Pada Februari 1863, Dunant bersama Gustave Moynier, dr. Louis Appia, dr. Theodore Maunoir, dan Jenderal Guillame-Hendri Dufour membentuk Komite Lima, yang kemudian menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka.
  • Pada Oktober 1863 diselenggarakan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang menghasilkan kesepakatan membentuk Komite Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross (ICRC).

Palang Merah Internasional

  • Didedikasikan untuk mencegah dan meringankan penderitaan manusia dalam perang dan krisis lainnya, seperti epidemi, banjir, dan gempa bumi.
  • Terdiri atas tiga komponen: Komite Internasional Palang Merah, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, dan Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
  • Prinsip dasar: kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan.

Palang Merah Indonesia

  • Pada tanggal 17 September 1945, Palang Merah Indonesia dibentuk.
  • Pada tanggal 15 Juni 1950, mendapatkan pengakuan dari Komite Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
  • Pada tanggal 16 Oktober 1950, diterima sebagai anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
  • 9 Januari 2018, menjadi organisasi berbadan hukum melalui UU Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan

Hari Palang Merah Internasional mulai diperingati secara global pada 8 Mei 1948. Tanggal ini ditetapkan berdasarkan hari lahir pendiri Palang Merah Internasional Jean Henry Dunant pada 8 Mei 1828 di Jenewa, Swiss.

Palang Merah Internasional merupakan jaringan kemanusiaan internasional yang didirikan pada 1863. Misi gerakan ini adalah untuk meringankan penderitaan manusia, melindungi kehidupan dan kesehatan, dan menjunjung tinggi martabat manusia terutama pada saat konflik bersenjata dan keadaan darurat lainnya.

Peringatan Hari Palang Merah Internasional ditujukan untuk merayakan semangat kemanusiaan dan mengapresiasi jasa para relawan dalam misi kemanusiaan. Selain itu, peringatan ini juga bertujuan untuk menginsiprasi, memfasilitasi, dan mempromosikan aktivitas kemanusiaan yang dilakukan oleh gerakan Palang Merah Internasional.

Melansir dari situs resmi Federasi Palang Merah Internasional (IFRC), Hari Palang Merah Internasional 2023 mengambil tema “Everything we do comes #fromtheheart” atau “semua yang kami lakukan berasal #darihati. Tema ini berfokus mengapresiasi para relawan palang merah atas kontribusi mereka bekerja sepenuh hati dalam misi kemanusiaan.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Juru kamera RCTI, Ferry Santoro, menangis histeris sembari melambaikan tangan kepada rekan jurnalis setelah dibebaskan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan diserahkan kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Palang Merah Indonesia (PMI) di Kecamatan Peudawa, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Minggu (16/5/2004) sore. Ferry disandera GAM sejak 29 Juni 2003 bersama wartawan RCTI, Ersa Siregar (almarhum).

Sejarah Palang Merah Internasional

Gerakan Palang Merah Internasional pertama kali berdiri pada 1863. Pendiriannya terinspirasi oleh gagasan Jean Henry Dunant dalam bukunya berjudul Un Souvenir de Solferino (A Memory of Solferino) yang bertutur tentang kekejaman perang di Solferino, yang disaksikannya pada 1859.

Pada bulan Juni 1859, di Solferino, sebuah desa kecil di provinsi Lambordi di utara Italia, pertempuran sengit terjadi antara koalisi tentara Prancis dan Italia (Aliansi Franco-Sardinia) melawan pasukan Austria. Pertempuran ini adalah bagian dari perang kemerdekaan Italia.

Dalam pertempuran tersebut, pasukan Perancis dipimpin oleh Napoleon III dan pasukan Italia oleh Victor Emmanuel II. Sedangkan di pihak lawan, pasukan Austria dipimpin oleh Kaisar Franz Joseph I. Pertempuran ini berlangsung lebih dari 12 jam, melibatkan kurang lebih 300.000 tentara dan dengan garis pertempuran yang panjanganya tidak kurang dari 24 kilometer, menjadikannya salah satu pertempuran terbesar di dunia pada abad ke-19.

Dengan jumlah pasukan yang sangat besar, perang menyebabkan konsekuensi yang sangat mengerikan. Ribuan korban berjatuhan dan mayat bergelimpangan di mana-mana. Sekitar 40.000 tentara tewas terbunuh dan puluhan ribu lainnya terluka, cacat permanen, dan menjadi tawanan. Di sisi lain, ribuan warga sipil kesulitan bertahan menghadapi situasi pasca-perang.

Pada saat yang sama, Jean Henry Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss melakukan perjalanan ke pertemuan bisnis dengan Kaisar Prancis Napoleon III. Di Castiglione, sebuah kota kecil tak jauh dari Solferino, Dunant melihat langsung banyak korban Pertempuran Solferino yang tak berdaya akibat perawatan medis yang tidak memadai.

Melihat pemandangan yang mengerikan itu, Dunant yang terketuk hatinya lantas melibatkan diri memberikan pertolongan. Prioritas perjalanannya yang semula untuk keperluan bisinis berubah. Ia mengumpulkan orang-orang dari desa sekitar untuk melakukan upaya penyelamatan para korban di Solferino. Sekelompok relawan pun terbentuk dan mendirikan rumah sakit darurat.

Selama tiga hari, Dunant bersama warga sipil menghabiskan waktunya merawat orang-orang yang terluka dan sekarat dari kedua belah pihak tanpa membedakan satu dengan yang lain. Semangat siamo tutti fratelli (mereka semua saudaraku) menular dan menggugah warga sipil yang menjadi relawan untuk malayani kawan maupun lawan.

 KOMPAS/NOORCA M MASSARDI

Korban Vietnam – Di rumahsakit Khao-I-Dang, sekitar 130 korban dirawat Palang Merah Internasional. Hampir semuanya cedera kaki akibat ranjau Vietnam di medan Ampil (22/5/1984).

Sekembalinya ke Jenewa, Swiss, Dunant tidak bisa melupakan pengalamannya di Solferino. Berdasarkan rangkaian pengalamannya tersebut ia menulis buku berjudul Un Souvenir de Solferino. Dalam bukunya, Dunant secara gamblang menceritakan pertempuran yang tak ubahnya pembantaian massal yang merenggut ribuan nyawa. Selain itu, Dunant juga bertutur tentang kerja keras dan kebaikan hati dari semua orang yang membantunya, menyelamatkan, merawat, dan meringankan penderitaan para korban perang.

Di bagian akhir, Dunant juga memberikan dua gagasan. Pertama, perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yang terluka pada waktu perang. Kedua, perlunya kesepakatan internasional untuk melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.

Pada tahun 1862, dengan biaya sendiri, Dunant menerbitkan buku catatannya. Buku Un Souvenir de Solferino ternyata dibaca secara luas. Banyak orang tersentuh dengan cerita pengalaman Dunant. Gagasannya kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Pada 1863, Presiden Masyarakat Jenewa untuk Kesejahteraan Umum yang membaca buku itu, Gustave Meoynier, menghubungi Dunant untuk mewujudkan gagasan yang tertuang dalam buku tersebut.

Pada 9 Februari 1963, bertempat di gedung Cacino Saint-Pierre, gagasan Dunant dikemukakan dalam pertemuan anggota The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Ternyata, anggota GPWS yang menghadiri pertemuan itu mendukung gagasan Dunant. Lantas, pada hari itu juga terbentuklah apa yang dikenal dengan Komite Lima dengan ketuanya Gustave Moynier dan Henry Dunant sebagai sekretaris, serta tiga anggota lainnya yaitu dr. Louis Appia, dr. Theodore Maunoir dan Jenderal Guillame-Hendri Dufour.

Komite Lima kemudian melangsungkan pertemuan perdananya pada 17 Februari 1963. Dalam pertemuan ini Komite Lima menyermpurnakan fungsi dan berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka. Selain itu, diangkat ketua baru yaitu Jendral Guillame-Hendri Dufour.

Pada bulan Oktober 1863, atas usaha komite dan bantuan pemerintah Swiss, melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri 31 perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia, Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover,dan Hutenberg).

Konferensi berlangsung dari tanggal 26–29 Oktober 1863 dipimpin oleh Moynier dan Dunant sebagai sekretaris. Konferensi pertama ini berhasil menghasilkan satu konvensi yang terdiri dari sepuluh pasal. Selain itu, keputusan penting lainnya yang diputuskan dalam konferensi itu adalah lahirnya lembaga kemanusiaan yang bersifat internasional dan ditetapkannya lambang palang merah sebagai tanda pengenal dan pelindung bagi personel medis. Komite Tetap Internasional untuk  Pertolongan Prajurit yang Terluka pun berganti nama menjadi Komite Internasional Palang Merah.

Tahun berikutnya, atas prakarsa pemerintah Swiss, diadakan konferensi diplomatik pada tanggal 8Agustus 1864. Konferensi dihadiri oleh 24 delegasi dari 16 negara, untuk membahas masalah perbaikan kondisi tentara yang terluka di medan perang. Setelah melewati perundingan yang panjang, dua belas negara akhirnya menandatangani “Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Prajurit yang Terluka di Medan Pertempuran” pada 22 Agustus 1864.

 KOMPAS/NOORCA M MASSARDI

Korban perang Vietnam. Di rumah sakit Khao-I-Dang, sekitar 130 korban dirawat Palang Merah Internasional. Hampir semuanya cedera kaki akibat ranjau Vietnam di medan Ampil.

Dalam perkembangannya, kesepakatan ini disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa I, II, III dan IV pada tahun 1949 atau juga dikenal sebagai Konvensi Palang Merah. Konvesi tersebut juga menjadi salah satu komponen dari Hukum Humaniter Internasional (HHI) sebagai suatu ketentuan internasional yang mengatur perlindungan dan bantuan korban perang.

Keempat Konvensi Jenewa menegaskan penghormatan yang harus diberikan kepada setiap pribadi pada masa konflik bersenjata. Keempat Konvensi tersebut adalah:

  • Perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit di medan pertempuran darat.
  • Perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit dan korban karam.
  • Perlakukan tawanan perang.
  • Perlindungan orang-orang sipil di waktu perang.

Seiring berjalannya waktu, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah berkembang menjadi organisasi yang memiliki jaringan hampir di seluruh dunia. Merujuk laman resmi ICRC, hingga hari ini tercatat ada 192 Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan total anggota dan sukarelawan 80 juta orang di seluruh dunia.

Sejarah dan Aturan Penggunaan Lambang

Merujuk buku Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan Kenali PMI , lambang palang merah merupakan tanda pengenal dan pelindung bagi tim atau personel medis, fasilitas medis, transportasi medis, dan alat medis dalam situasi perang maupun krisis lainnya. Lambang ini telah digunakan lebih dari 150 tahun yang lalu atau tepatnya pada tahun 1864 oleh pelayanan medis kemiliteran.

Sebelum digunakannya lambang Palang Merah, pelayanan medis kemiliteran pada waktu itu memiliki lambang berbeda-beda di setiap negara. Akibatnya, walaupun tentara mengetahui apa tanda pengenal dari personel medis mereka, namun mereka tidak mengenali apa arti tanda pengenal personel dan fasilitas medis lawan mereka. Sehingga personel medis pun sering dianggap sebagai bagian dari kombatan, dan menjadi target bagi tentara musuh yang tidak mengetahui apa artinya lambang yang mereka pakai.

Oleh karena persoalan itu, muncul pemikiran untuk menggunakan lambang yang universal dan netral sebagai pengenal dan pelindung personel medis. Dalam sejarahnya, ikat lengan berwarna putih sempat diusulkan menjadi lambang medis, namun dalam konflik bersenjata warna putih telah digunakan oleh pembawa bendera putih sebagai tanda gencatan senjata sehingga dinilai akan menimbulkan kebingungan.

Pada Konvensi Jenewa 1864, delegasi yang hadir akhirnya memilih dan sepakat mengadopsi lambang palang merah di atas dasar putih sebaga tanda pengenal pelayanan medis. Palang merah di atas dasar putih ini merupakan kebalikan dari palang putih di atas dasar merah yang merupakan bendera nasional Swiss.

Hal itu merupakan bentuk penghormatan terhadap Swiss sebagai negara di mana gerakan Palang Merah lahir. Selain itu, secara teknis bentuk palang merah pun memberikan keuntungan karena memiliki desain yang sederhan sehingga mudah untuk dibuat dan dikenali.

Meski demikian, dalam perkembangannya meski lambang palang merah dimaksudkan sebagai simbol netralitas, penggunaan lambang merah tidak lepas dari perdebatan. Sejumlah negara menganggap palang merah memiliki konotasi agama, politik, dan budaya. Lambang itu kerap dikaitkan dengan dengan Perang Salib pada abad pertengahan, di mana para ksatria mengenaan lambang palang merah di dada mereka.

KOMPAS/AGUS SUSANTO
Seorang warga korban gempa bumi mengikatkan kardus yang berisi alat-alat dapur yang disalurkan oleh Palang Merah Indonesia dan Palang Merah Internasional di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Rabu (23/11/2005).

Pada tahun 1876, saat terjadi Perang Rusia-Turki Usmani di Balkan, orang Turki keberatan dengan penggunaan palang merah, mereka melihatnya sebagau simbol Kristen. Saat itu, pasukan Turki Usmani mengajukan pesonel medis mereka menggunakan lambang yang berbeda yaitu bulan sabit merah di atas dasar putih.

Gagasan tersebut perlahan-lahan mulau diterima. Pada Konferensi Internasional tahun 1929 bulan sabit merah secara resmi diterima sebagai simbol kedua, yang status hukumnya setara dengan palang merah. Beberapa negara pun mulai menggunakan lambang bulan sabit merah, Bangladesh dan Irak misalnya.

Meskipun lambang palang merah dan bulan sabit merah sudah banyak digunakan, beberapa negara tetap mempersoalkan dan enggan mengadopsi palang merah atau bulan sabit merah. Israel misalnya, menganggap kedua lambang itu memiliki konotasi agama, politik, dan budaya.

Karena lambang palang merah seperti lambang Kristen dan bulan sabit merah seperti lambang Islam diakui, maka Israel menuntut juga agar bintang merah yang merupakan lambang Yahudi juga diakui sebagai lambang mereka. Namun, usulan Israel ini ditolak, sebab lambang palang merah dan bulan sabit merah dimaksudkan sebagai simbol netralitas.

Setelah bertahun-tahun ditolak dan mengalami perselisihan. Akhirnya, pada Konferensi Internasional tahun 2006, setelah melalui pemungutan suara, diputuskan Protokol Tambahan untuk diadopsinya lambang kristal merah dengan latar belakang putih sebagai lambang ketiga dan terakhir, yang memiliki status dan fungsi yang sama dengan lambang palang merah ataupun bulan sabit merah.

Hari ini, setiap tanggal 8 Mei, merujuk laman resmi ICRC, 158 negara menggunakan lambang palang merah dan 34 negara menggunakan lambang bulan sabit merah dalam peringatan Hari Palang Merah Internasional.

Komponen Gerakan dan Prinsip Dasar

Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional sejatinya didedikasikan untuk mencegah dan meringankan penderitaan manusia dalam perang dan krisis lainnya seperti epidemi, banjir, dan gempa bumi. Merujuk buku Kenali PMI dan laman resmi ICRC, gerakan ini terdiri atas tiga komponen, yakni Komite Internasional Palang Merah, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, dan Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

Komite Internasional Palang Merah atau International Committe of the Red Cross (ICRC) adalah organ internasional yang mandiri dan netral, bukan badan dari suatu negara maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ICRC beridiri pada 1863 dan merupakan asal usul dari gerakan Palang Merah itu sendiri.

Misinya adalah menjamin terlindunginya kehidupan dan martabat para korban konflik bersenjata dan situasi kekerasan lain, baik penduduk sipil maupun militer berdasarkan Hukum Perikemanusiaan Internasional. ICRC juga berusaha mempromosikan dan memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.

ICRC bertugas mengatur dan mengoordinasikan kegiatan perlindungan dan bantuan internasional dari Gerakan selama terjadinya konflik bersenjata. Selain itu, ICRC bertindak sebagai arbiter yang tidak memihak antara negara-negara yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata internasional, konflik bersenjata dalam negeri, dan kasus-kasus kekerasan lainnya.

Sementara itu, Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) adalah organisasi yang bertugas menggerakkan, memfasilitasi dan mempromosikan semua aktivitas kemanusiaan yang dilaksanakan oleh gerakan kepalangmerahan di tingkat nasional, yakni Perhimpunan Nasional.

IFRC didirikan pada 1919, setelah Perang Dunia I oleh Henry Pomerey Davidson, Presiden Komisi Palang Merah Amerika, dengan nama Liga Palang Merah. Pada tahun 1983, menjadi Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, dan akhirnya pada tahun 1991 menjadi Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

IFRC bekerja untuk memperbaiki kesehatan masyarakat pada negara-negara yang sangat menderita setelah perang. Selain itu, IFRC juga bertugas mengatur dan mengkoordinasikan aksi anggotanya untuk membantu korban bencana alam dan teknologi, pengungsi lintas negara, dan mereka yang terkena dampak darurat kesehatan.

Adapun Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap negara-negara yang teah menyetujui Konvensi Jenewa. Perhimpunan Nasional berfungsi sebagai instrumen yang mendukung pemerintah di bidang kemanusiaan.

Perhimpunan Nasional menyediakan berbagai layanan, termasuk bantuan bencana, dan menjalankan berbagai program kesehatan dan sosial. Ketika terjadi perang, Perhimpunan Nasional bertugas membantu warga sipil dan mendukung layanan medis angkatan bersenjata.

Untuk bisa menjadi aggota dari Federasi Internasional, ada sepulah syarat yang harus dipenuhi Perhimpunan Nasional, yaitu:

  1. Didirikan di suatu negara peserta Konvensi Jenewa 1949.
  2. Satu-satunya Perhimpunan Palang Merah/Bulan Sabit Merah Nasional di negaranya.
  3. Diakui oleh pemerintah dan hukum negaranya.
  4. Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.
  5. Bersifat mandiri.
  6. Memperluas kegiatan di seluruh wilayah.
  7. Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh wilayah negaranya.
  8. Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang.
  9. Menyetujui Statuta Gerakan.
  10. Menghormati prinsip-prinsip dasar gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan prinsip-prinsip Hukum Perikemanusiaan Internasional.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) menerima Presiden International Committe of The Red Cross (ICRC) Peter Maurer (kedua kiri) dan anggota delegasi lainnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (20/3/2017). Dalam pertemuan itu ICRC berharap agar kerjasama dengan Indonesia terus ditingkatkan, bukan saja di Asia Tenggara tetapi juga di Timur Tengah.

Prinsip Dasar

Menyadari pentingnya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, banyak negara telah membentuk Perhimpunan Nasional. Banyaknya Perhimpunan Nasional ini mempengaruhi munculnya keragaman pikiran, tindakan, sikap dan aktivitas dalam mengimplementasikan nilai-nilai dari setiap perhimpunan nasional di seluruh negara.

Dalam rangka mengatasi perbedaan itu, dan meminimalisasi perbedaan serta mendorong tindakan yang  konsisten dan efektif. Pada tahun 1965, dalam Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina, Austria, diumumkan Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang harus dihormati dalam setiap aktivitas kemanusiaan.

  • Pertama adalah kemanusiaan. Sesuai dengan prinsip ini, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memberikan bantuan tanpa pandang bulu kepada mereka yang terluka dalam pertempuran untuk mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Ini termasuk pengembangan saling pengertian, persahabatan, kerja sama dan perdamaian abadi di antara orang-orang.
  • Kedua adalah kesamaan. Gerakan ini tidak mendiskriminasi atas dasar kebangsaan, suku, agama atau pandangan politik. Tujuannya hanya untuk mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya, dengan mengutamakan kondisi yang paling parah.
  • Ketiga adalah kenetralan. Untuk selalu mendapatkan kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau terlibat dalam oposisi politik, suku, agama atau ideologi.
  • Keempat adalah kemandirian. Gerakan ini bersifat mandiri, dalam artian selain mendukung pemerintah mereka di bidang kemanusiaan, asosiasi nasional harus mematuhi hukum negara mereka dan selalu menjaga otonominya untuk bertindak sesuai dengan prinsip dasar gerakan.
  • Kelima adalah kesukarelaan. Gerakan ini adalah gerakan bantuan sukarela, bukan didasari oleh keinginan mencari keuntungan apapun yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
  • Keenam adalah kesatuan. Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
  • Ketujuh adalah kesemestaan. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Warga pedalaman Papua antre menjalani pemeriksaan mata dan pengobatan gratis yang diadakan Palang Merah Internasional (ICRC) dan Palang Merah Indonesia di RSUD Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Senin (14/11/2011).

Palang Merah Indonesia

Mangacu pada Kompaspedia, (17/9/2021, “Palang Merah Indonesia”), Perhimpunan Nasional Palang Merah di Indonesia bernama Palang Merah Indonesia (PMI). Organisasi ini dibentuk pada 17 September 1945 dengan ketua pertamanya Mohammad Hatta yang saat itu juga menjabat sebagai Wakil Presiden.

Secara resmi, pada tanggal 16 Januari 1950, PMI dikukuhkan melalui 1950 melalui Keppres No.25/1950. Dalam dokumen tersebut PMI memiliki tugas utama untuk memberikan bantuan dan pertolongan pada korban bencana alam dan korban perang sebagaimana yang disebutkan dalam Konvensi Jenewa 1949.

Pada 15 Juni 1950, PMI mendapatkan pengakuan dari Komite Palang Merah Internasional. Dan, kemudian pada 16 Oktober 1950 diterima sebagai anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional.

Pada tahun 2018, melalui UU No.1/2018 tentang Kepalangmerahan. Pemerintah menetapkan PMI sebagai organisasi kemanusiaan berstatus hukum dan bertujuan untuk mencegah, meringankan penderitaan dan melindungi korban tawanan perang dan bencana, tanpa berkepihakan pada kelompok agama, ras, etnis, gender, dan politik tertentu. Organisasi ini menggunakan lambang palang merah yang dilingkari garis merah berbentuk bunga melati bekelopak lima di atas dasar warna putih.

Berdasarkan data per Februari 2022, PMI memiliki cabang di 33 provinsi, 474 kabupaten/kota, 3.406 kecamatan. PMI juga memiliki lebih dari 1,5 juta sukarelawan yang terlibat dalam pelayanan PMI.

PMI memiliki lima kategori layanan kepalangmerahan, yakni penanganan bencana, pelayanan sosial dan kesehatan, karya pembinaan relawan dan generasi muda, pelayanan transfusi darah, dan diseminasi kepalangmerahan dan Hukum Perikemanusiaan Internasional.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Hari jadi Palang Merah Indonesia (PMI) ke-36 yang diperingati Kamis kemarin (17/9/1981), dimeriahkan dengan pameran alat-alat donor darah, ambulans, perahu karet dan lainnya.

Operasi Kemanusiaan

Saat ini krisis kemanusiaan global sedang berlangsung. Laporan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) dalam Global Humanitarian Review 2022 menyebutkan, pada tahun 2023 diperkirakan 339 juta orang akan membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan. Jumlah ini naik signifikan dari 274 juta orang pada tahun 2022.

Konflik kekerasan masih menjadi pendorong utama krisis kemanusiaan tersebut. Hal itu ditambah lagi dengan perubahan iklim, pandemi, dan ancaman resesi global yang menciptakan badai penderitaan bagi penduduk dunia paling rentan. Di sejumlah negara, krisis kemanusiaan ini bahkan telah berlangsung selama beberapa generasi.

Dalam laman resmi ICRC, sejumlah negara menjadi titik kritis bagi operasi kemanusiaan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Di antaranya adalah Afganistan, Etiopia, Mali, Haiti, Sudan, Suriah, Myanmar, Somalia, Yaman, dan Ukraina.

Untuk Ukraina misalnya, pada akhir Januari 2023, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan 18.000 warga sipil tewas atau terluka dalam konflik bersenjata Ukraina-Rusia. Lebih dari 5 juta orang terpaksa mengungsi di dalam negeri dan 8 juta warga Ukraina terpaksa meninggalkan tanah air mereka sejak pecah perang. Selain itu, konflik bersenjata ini juga telah menyebabkan kerusakan pada rumah, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan infrastruktur penting lainnya (“Setahun Perang Ukraina-Rusia dalam Angka”, Kompas, 16 Februari 2023).

Dalam situasi sangat sulit itu, Ukraina menjadi salah satu operasi terbesar ICRC. Lebih dari 124.000 staf dan sukarelawan, serta 58 Perhimpunan Nasional terlibat dalam memberikan dukungan bantuan tehadap konflik bersenjata internasional ini.

Area kerja kemanusiaan ICRC dalam konflik Rusia-Ukraina meliputi pemantauan kondisi para tahanan perang, distribusi bantuan, penyediaan akses kesehatan medis bagi orang sakit dan terluka akibat perang, evakuasi warga, hingga pertemuan kembali para anggota keluarga termasuk yang ditahan akibat perang (“Misi Kemanusiaan ICRC dan Salah Satu Operasi Terbesarnya di Ukraina”, Kompas, 22 Maret 2022).

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Petugas menunjukkan plasma konvalesen yang didonorkan penyintas Covid-19 di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/1/2021). Plasma konvalesen ini akan dikirimkan ke rumah sakit untuk membantu penyembuhan pasein Covid-19.

Berdasarkan data Red Cross Movement Overview Ukraine 2023, hingga 31 Desember 2022, ICRC telah memberikan bantuan dasar kepada lebih dari 14 juta orang yang terdampak konflik Rusia-Ukraina. Di antaranya berupa makanan, air bersih, pakaian, dan peralatan rumah tangga. Di samping itu, 1,2 juta orang menerima bantuan tunai, dengan total bantuan yang didistribusikan mencapai 199 juta Franc Swiss.

Bantuan berupa uang tunai merupakan salah satu bagian utama dari tanggapan Gerakan Palang Merah Bulan Sabit Merah terhadap kebutuhan kemanusiaan. Bantuan ini memberi orang kebebasan martabat dan kemandirian untuk memutuskan sendiri apa yang paling mereka butuhkan.

Selain bantuan dasar, pelayanan lain yang dibuat ICRC di tengah konflik tersebut adalah akses ke perawatan kesehatan melalui Mobile Health Unit atau unit kesehatan keliling.  Unit-unit kesehatan keliling ini beroperasi di daerah-daerah yang infrastruktur kesehatannya rusak atau hancur, atau daerah-daerah yang jauh dari layanan kesehatan. Unit kesehatan keliling bergerak membawa tenaga medis, peralatan, dan obat-obatan. Memberikan layanan kesehatan primer yang vital, termasuk konsultasi, pengobatan, rujukan ke spesialis, hingga layanan dukungan psikososial.

Pada bulan Maret 2022, ICRC membentuk sebuah biro khusus dari Centra Tracing Agency untuk krisis kemanusiaan di Ukraina yang didedikasikan khusus untuk membantu setiap keluarga yang terpisah karena konflik. Biro CTA mengumpulkan, memusatkan, dan mengirimkan informasi tentang nasib dan keberadaan orang-orang, baik militer maupun sipil yang dirampas kebebasannya, yang telah jatuh ke tangan musuh.

CTA bekerja sama dengan Biro Informasi Nasional Ukraina dan Rusia untuk memfasilitasi transfer informasi terkait individu-individu yang menjadi tawanan perang. Sejauh ini, telah memberikan informasi kepada hampir 4.000 keluarga yang kehilangan kontak dengan anggota keluarganya. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Hakim, M. Arief. 2019. Henry Dunant, Sang Pendiri Palang Merah Internasional. Bandung: Nuansa Cendikia.
  • Mu’in, Umar. 1999. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Jakarta: Gramedia.
  • R, F. Sidikiah. 2009. Kenali PMI. Jakarta: Palang Merah Indonesia
  • Tim PMI. 2008. Pelatihan Dasar KSR: Kumpulan Materi. Jakarta: Palang Merah Indonesia.
Arsip Kompas
  • “Misi Kemanusiaan ICRC dan Salah Satu Operasi Terbesarnya di Ukraina”, Kompas, 22 Maret 2022
  • “Setahun Perang Ukraina-Rusia dalam Angka”, Kompas, 16 Februari 2023
  • “Lembaga: Palang Merah Indonesia”, Kompaspedia, 17 September 2021.
Dokumen Hukum