KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Polusi asap industri di kawasan Jakarta Utara (17/3/2007). Inilah salah satu sumber kenaikan tingkat emisi gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi. Kalau praktik seperti ini terus berlangsung, Jakarta menghadapi ancaman bencana yang semakin serius dalam waktu tak lama lagi.
Fakta Singkat
- Gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim merupakan tiga peristiwa berbeda, tetapi saling berkaitan.
- Gas rumah kaca adalah gas-gas buang akibat kegiatan manusia seperti karbon dioksida, nitrogen diksida, metana, freon, dan berbagai jenis gas buang lainnya.
- Pemanasan Global terjadi karena peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) di lapisan udara dekat muka bumi (atmosfer). Gas tersebut memerangkap panas dari matahari sehingga menebarkan suhu bumi dan air laut semakin panas dan akhirnya lebih panas dari pada suhu normal.
- Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka yang panjang (50–100 tahun).
Gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim dalam beberapa dekade masih menjadi isu utama bagi seluruh dunia. Isu ini selalu ditempatkan dalam daftar agenda terpenting, terutama oleh negara-negara yang peduli terhadap lingkungan.
Gaung tentang gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim terus dinyalakan. Banyak orang kemudian sadar bahwa untuk menghentikan semuanya itu tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan harus saling kerja sama bahu-membahu, baik antarnegara maupun melibatkan berbagai komunitas dunia.
Namun demikian, masih banyak orang yang tidak tahu perbedaan gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim. Selain itu, juga masih banyak kelompok masyarakat yang tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan terhadap dampak terjadinya gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Lahan dalam kawasan konservasi Suaka Margasatwa Singkil, di Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, dirambah untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit seperti terlihat pada Minggu, (24/10/2021). Suaka Margasatwa adalah kawasan lindung gambut. Perambahan berdampak pada kehilangan tutupan hutan, rusaknya habitat orangutan, dan memicu pemanasan global.
Mitigasi Perubahan Iklim
- Eliminasi: menghindari penggunaan alat-alat penghasil emisi gas rumah kaca.
- Pengurangan: dapat dilakukan dengan mengganti peralatan lama dan/atau mengoptimalkan struktur yang sudah ada.
- Subtitusi: Sekalipun langkah ini memiliki konsekuensi atau implikasi biaya investasi yang tinggi, namun akan melahirkan dampak positif terhadap penurunan potensi emisi melalui subtitusi sangatlah tinggi. Contoh: penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan/atau pemanas.
- Mengubah perilaku: Efisiensi energi dapat dilakukan melalui substitusi ataupun melalui penghematan. Penghematan energi seringkali turut menurunkan emisi penyebab perubahan iklim. Penggunaan energi secara efisien juga dapat menghemat biaya.
Gas Rumah Kaca
Pada awalnya, istilah rumah kaca ini diambil dari rumah kaca yang digunakan oleh petani untuk menanam sayuran. Rumah ini berupa bangunan dari dinding dan atapnya terbuat dari kaca dengan tujuan agar panas dari sinar matahari yang ditangkap pada siang hari terperangkap di dalam bangunan sehingga pada malam hari suhu di dalam bangunan tetap hangat. Hal ini biasa dilakukan oleh petani di negara empat musim agar kegiatan bercocok tanam dapat tetap berjalan walapun suhu pada malam hari menjadi dingin.
Proses kerjanya adalah sinar matahari masuk ke dalam rumah kaca dan membantu proses asimilasi. Sisa panas dari matahari seharusnya dikeluarkan ke atmosfer. Akan tetapi, adanya bilik kaca dan atap kaca memantulkan kembali panas tersebut sehingga suhu udara di dalam bilik kaca (ruangan) tersebut naik dan menjadi hangat. Pantulan panas kembali ke ruangan, yang menjadikan suhu dalam ruangan hangat, disebut efek rumah kaca.
Begitu juga halnya dengan bumi, di sekeliling bumi terdapat lapisan atau “selimut” yang terbentuk karena adanya gas rumah kaca (GRK) dan partikel yang melayang-layang di atmosfer bumi.
Lapisan di atmosfer bumi tersebut memantulkan kembali panas dari bumi sehingga bumi pun menjadi hangat. Gas rumah kaca inilah yang menjadi penyebab utama efek rumah kaca, sementara partikel yang melayang-layang di atmosfer bumi hanya memberikan kontribusi yang relatif kecil.
Gas rumah kaca adalah gas yang timbul secara alamiah baik dari kegiatan manusia maupun kejadian alam. Contoh gas rumah kaca dari kegiatan manusia: CO2 (karbon dioksida), CH4 (methana), N2O (nitrogen oksida), CFC (chloro fluoro karbon), HFC (hidro fluoro karbon, PFC (perfluoro karbon), dan SF4 (sulfur heksafluoro). Sementara yang diakibatkan oleh alam contohnya adalah gunung meletus yang mengeluarkan abu vulkanik. Abu inilah sebelum jatuh ke tanah berlaku sebagai lapisan mengungkung bumi.
Rumah kaca inilah yang akan memantulkan sebagian panas dari bumi kembali lagi ke bumi sehingga bumi dan atmosfer menjadi hangat. Bila hal ini terus berlanjut, dunia terancam menjadi pemanasan global.
Negara penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar (2019)
No | Nama | Nilai / GtCO2e |
1. | China | 12,06 |
2. | Amerika Serikat | 5,77 |
3. | India | 3,36 |
4. | Uni Eropa | 3,15 |
5. | Indonesia | 1,96 |
6. | Rusia | 1,92 |
7. | Brasil | 1,45 |
8. | Jepang | 1,13 |
Sumber: https://www.climatewatchdata.org/
KOMPAS/RIZA FATHONI
Ratusan anak muda dari enam provinsi se-Jawa mengikuti pawai Youth20: Voice of The Future di Jalan Gatot Subroto menuju kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Jakarta, Kamis (21/7/2022). Mereka adalah kaum muda yang memiliki cita-cita Indonesia terbebas dari ancaman krisis iklim dan ekologi berdasarkan prinsip hak azasi manusia.
Pemanasan Global
Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.
Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer dan ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat. Gas-gas rumah kaca terutama berupa karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida. Kontribusi besar yang mengakibatkan akumulasi gas-gas kimia ini di atmosfer adalah aktivitas manusia, aktivitas industri, pergerakan tansportasi, dan berbagai aktivitas di permukaan bumi.
National Aeronautics and Space Administration (NASA) mencatat kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan tertinggi tercatat pada tahun 2016 dan tahun 2020, yaitu suhu rata-rata dunia naik 1,02 derajat Celcius. Peningkatan ini dibandingkan dengan suhu rata-rata tahunan selama periode 1951–1980 (https://climate.nasa.gov/vital-signs/global-temperature/).
Tahun | Kenaikan Suhu Rata-rata di Dunia* |
2011 | 0,61 |
2012 | 0,65 |
2013 | 0,68 |
2014 | 0,74 |
2015 | 0,89 |
2016 | 1,01 |
2017 | 0,92 |
2018 | 0,85 |
2019 | 0,98 |
2020 | 1,02 |
2021 | 0,84 |
*dibanding suhu rata-rata tahunan selama periode 1951–1980.
Pemantauan dan pencatatan suhu ini dilakukan sepanjang tahun melalui stasiun cuaca, kapal, dan sensor yang dipasang di pelampung laut di seluruh dunia. Pengukuran suhu juga divalidasi dengan data dari Atmospheric Infrared Sounder (AIRS), teknologi di satelit Aqua NASA yang mampu memantau pancaran energi inframerah dari permukaan dan atmosfer bumi.
Perubahan iklim
Sejak adanya revolusi industri, lingkungan global menderita akibat pencemaran udara. Revolusi industri dibangun dengan sumber energi berasal dari batu bara, minyak bumi, dan gas yang membuang limbah gas rumah kaca.
Dengan terus meningkatnya emisi tersebut, bumi menjadi lebih hangat. Para ahli menemukan suhu bumi naik 1,1 derajat Celcius lebih hangat daripada pada akhir tahun 1800-an. Dekade terakhir (2011–2020) adalah rekor terpanas.
Banyak orang berpikir perubahan iklim terutama berkorelasi dengan suhu yang lebih hangat. Namun, kenaikan suhu hanyalah awal dari mulainya perubahan iklim. Karena bumi adalah sebuah sistem di mana semuanya terhubung, perubahan di satu area dapat memengaruhi perubahan di semua area lainnya.
Jadi perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka yang panjang (50–100 tahun) bukan variabilitas iklim musiman (musim hujan dan kemarau yang berubah mendadak) atau tahunan (musim hujan dan kemarau yang berubah periodenya). Begitu juga dekadal (kejadian ekstrem seperti El Nino atau La Nina) tidak termasuk dalam kategori perubahan iklim.
Penyebab
Dunia masih bergantug pada bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas dalam pembuatan energi listrik dan panas. Hanya sekitar seperempat dari energi listrik global yang dihasilkan dari angin, tenaga surya, dan sumber daya terbarukan lainnya. Begitu juga dengan industri manufaktur seperti semen, besi, baja, elektronik, pakaian, dan barang lainnya yang membutuhkan bahan baku seperti plastik juga terbuat dari bahan kimia yang berasal dari bahan bakar fosil.
Penebangan hutan untuk membuat lahan pertanian atau peternakan, ataupun untuk alasan lainnya, akan menghasilkan emisi, karena pohon yang ditebang akan melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Sekitar 12 juta hektare hutan dihancurkan setiap tahunnya. Karena hutan menyerap karbon dioksida, penghancurannya juga akan membatasi kemampuan alam dalam mengurangi emisi di atmosfer.
Penyebab yang lain adalah penggunaan transportasi yang sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil. Transportasi menyumbang hampir seperempat dari emisi karbon dioksida global. Gaya hidup berlebihan seperti penggunaan plastik, sisa makanan yang terbuang dan pemakaian barang-barang elektronik berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Satu persen orang terkaya di seluruh dunia menyumbang lebih banyak emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan 50 persen orang miskin.
Artikel Terkait
Dampak
Gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim merupakan tiga peristiwa berbeda, tetapi saling berkaitan. Pemanasan Global terjadi karena peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) di lapisan udara dekat muka bumi (atmosfer). Gas tersebut memerangkap panas dari matahari sehingga menebarkan suhu bumi dan air laut semakin panas dan akhirnya lebih panas dari pada suhu normal.
Dengan terjadinya pemanasan global, berbagai parameter iklim akan terganggu, sehingga dalam jangka panjang akan mengalami perubahan yang bersifat tetap. Perubahan iklim akan menimbulkan perubahan pada musim sehingga menjadi sulit diperkirakan. Pada beberapa bagian wilayah, akan terjadi peningkatan intensitas curah hujan yang berpotensi memicu terjadinya banjir dan tanah longsor, sedangkan di bagian lain bisa mengalami musim kering yang berkepanjangan, karena kenaikan suhu dan turunnya kelembaban.
Dampak dari semua peristiwa itu secara umum dapat dibagi 4, yaitu dampak terhadap atmosfer, hidrosfer, geosfer, dan biosfer. Dampak terhadap atmosfer seperti pergeseran musim, banjir dan tanah longsor, kekeringan dan bencana kelaparan, serta yang terakhir adalah siklon tropis dan angin ribut.
Dampak terhadap hidrosfer merupakan rangkaian dari dampak terhadap atmosfer, misalnya berupa kenaikan suhu atmosfer yang menyebabkan es di kutub meleleh, terutama di kutub selatan. Akibat selanjutnya adalah luas daratan kutub berkurang, tinggi permukaan air laut bertambah, kadar garam dan suhu air laut berubah, dan permukaan air tanah pun berubah.
Dampak terhadap geosfer meliputi kekeringan yang berkepanjangan akibat perubahan musim, berkurangnya atau tenggelamnya sebagian daratan karena ada kenaikan permukaan air laut. Bahkan, telah muncul ancaman tenggelamnya suatu negara, yaitu Tuvalu yang merupakan pulau-pulau kecil di Samudra Pasifik. Banyak warga negara Tuvalu (ibu kota di Funafuti) yang saat ini telah berpindah ke negara lain, antara lain, ke Fiji, Vanuatu, dan ke Selandia Baru.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut para ahli oceanografi, dengan naiknya permukaan air laut, Indonesia, hingga tahun 2060, akan kehilangan sekitar 200 pulau-pulau kecil. Bahkan lebih jauh lagi, kota-kota besar yang terletak di tepi pantai atau sungai besar akan sebagian ikut tenggelam, seperti misalnya Medan, Palembang, Bandar Lampung, Anyer, Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Denpasar dan Ambon.
Membahas masalah dampak terhadap biosfer tak lepas dari mahkluk hidup yang ada di bumi ini, karena kehidupan merupakan satu kesatuan ekosistem antara mahkluk hidup itu sendiri dengan ekosistem lainnya. Sehingga tentu saja akan berdampak pada ekosistem flora, fauna dan manusia itu sendiri.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Gulungan awan mendung tebal di atas gedung-gedung yang terlihat dari kawasan Palmerah, Jakarta, Rabu (7/4/2022). Pergantian cuaca yang ekstrim dari panas terik ke hujan lebat terjadi di Jakarta beberapa hari terakhir. Situasi ini perlu diwaspadai baik untuk keselamatan berkendara maupun kondisi kesehatan tubuh.
Pencegahan
Persoalan gas rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim sudah menjadi masalah yang harus diperhatikan secara seksama, karena gejala dan akibatnya sedikit banyak sudah menjadi kenyataan. Tanpa perhatian dan tindakan untuk menanggulangi dampaknya, sangat mungkin bencana yang mengancam umat manusia akan semakin memburuk dan sulit dicegah.
Mengingat bahwa usaha penanggulangan dampak gas rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim tidak dapat berdiri sendiri, tetapi menyangkut banyak hal yang memerlukan pemikiran dan pemecahan bersama, maka usaha penanggulangan dampak dari semua itu dapat dibagi menjadi tindakan dan gerakan.
Tindakan adalah usaha penanggulangan yang dapat segera dilakukan untuk penyelamatan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan masalah dampaknya. Hal ini dapat dilakukan secara individu atau bersama contohnya pemanfaatan limbah menjadi pupuk organik, penghijauan lahan gundul, penggantian bahan bakar menjadi energi alternatif atau penggunaan barang-barang elektronik hemat energi dan lain sebagainya.
Adapun gerakan adalah suatu himbauan atau ajakan secara bersama-sama untuk menanggulangi dampak gas rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim. Gerakan ini dapat berupa gerakan nasional yang dimulai dan diberi contoh oleh pemerintah. Pemerintah selaku promotor dapat memberi contoh program-program yang dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat yang relatif tidak terlalu lama. Misalnya, pemeriksaan, pengawasan dan penertiban gas buang yang keluar dari kendaraan bermotor. Pembuatan regulasi yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup, misalnya pembangunan harus berdasarkan konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan (PBL).
Apabila gerakan nasional dilakukan oleh setiap negara yang peduli terhadap masalah lingkungan hidup maka gerakan internasional akan lebih mudah untuk digalang secara bersama-sama. Gerakan ini dapat dimulai dari negara-negara yang terletak dalam satu kawasan, kemudian kerja sama dapat ditingkatkan menjadi antar kawasan. Selanjutnya dapat ditingkatkan lebih jauh menjadi kerjasama antarnegara di seluruh dunia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Contoh gerakan yang telah dilakukan oleh PBB seperti pembentukkan “Word Commission on Environmental and Development” atau WECD yang akan meninjau masalah lingkungan dan pembangunan. Contoh lain adalah Protokol Kyoto yang isinya mendesak negara-negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 25%-45% sebagai tanggung jawab moral dari kegiatan industri negara-negara maju. Ada lagi program penghijauan lahan gundul yang dicanangkan dalam Reduction of Emission, Deforestrasi and Degradation (REDD), ada komisi perubahan iklim dan masih banyak program-program yang berkaitan dengan lingkungan.
Tindakan dan gerakan untuk mencegah dampak gas rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim sudah dimulai namun perlu dipahami dan terus diawasi pelaksanaannya dengan baik. Peraturan tentang lingkungan hidup sudah sederet dikeluarkan pemerintah. Pemerintah harus berani menindak tegas dan menghukum pelaku yang melanggar aturan tersebut. Pola hidup individu yang terus menjaga lingkungan harus tetap digalakan terutama di dalam keluarga, sekolah, tempat ibadah, perkantoran dan tempat-tempat lainnya. Dengan konsistensi dan ikhtiar dari umat manusia, niscaya bumi ini akan baik-baik saja. (Litbang Kompas)
Artikel Terkait
Referensi
Catatan Iptek: Ozon dan Atmosfer. Kompas, 28 November 2018, hal. 10.
- Wardhana, Arya W. 2010. Dampak Pemanasan Global. Penerbit Andi Yogyakarata
- Partogi Naingolan. P. 2010. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Pusat Pengajian dan Pengolohan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI.
- Murdiyarso, D. 2003. Konvensi Perubahan Iklim, Sepuluh tahun perjalanan Negosiasi. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.