Paparan Topik | Hari Perempuan Sedunia

Hari Perempuan Pedesaan Sedunia: Momentum Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendorong negara-negara peserta untuk memberikan perhatian secara khusus pada peningkatan kehidupan perempuan pedesaan dengan membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi perempuan pedesaan.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Perempuan yang bekerja sebagai pembatik bersepeda menuju lokasi workshop di Desa Karas Jajar, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Jumat (20/5/2016).

Fakta Singkat

  • Hari Wanita Pedesaan Sedunia diperingati setiap tanggal 15 Oktober sejak tahun 2008
  • Indonesia mengadopsi Surat Resolusi PBB 62/136 dengan membuat UU Desa No. 6 Tahun 2014
  • Hak politik perempuan desa dijamin dalam PP 43/2014, pasal 72 dan 80
  • Hari Perempuan Pedesaan Sedunia bertujuan menghapus segala bentuk pendiskriminasian terhadap perempuan di seluruh dunia.
  • Dokumen terkait:
    Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

Hari Perempuan Pedesaan Sedunia atau World Rural Woman’s Day diperingati setiap 15 Oktober. Peringatan ini dimulai pada 2008 setelah keputusan Majelis Umum PBB dalam surat resolusi 62/136 pada 18 Desember 2007.

Hari Perempuan Pedesaan Sedunia bertujuan menghapus segala bentuk pendiskriminasian terhadap perempuan di seluruh dunia. Upaya peningkatan kondisi perempuan di pedesaan sebenarnya telah menjadi perhatian berbagai negara sejak tahun 1979. Ketika itu, PBB mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women.

Salah satu tujuan perayaan Hari Perempuan Pedesaan Sedunia ini adalah wujud pengakuan atas kontribusi peran perempuan dalam meningkatkan pembangunan, ketahanan pangan, dan pemberatasan kemiskinan di pedesaan.

Ide mengenai Hari Perempuan Pedesaan Sedunia ini telah ada sejak sejak konferensi di Beijing pada tahun 1995. Organisasi-organisasi yang bisa dikatakan paling berjasa dalam pembentukan hari tersebut setidaknya ada empat organisasi.

Keempat organisasi tersebut yaitu International Federation of Agricultural Producers (IFAP), Network of African Rural Women Associations (NARWA), Associated Country Women of the World (ACWW) dan Women’s World Summit Foundation (WWSF).

Baca juga: Potret Perlindungan Perempuan dan Anak

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Buruh perempuan penambang pasir menggendong keranjang berisi pasir yang mereka tambang di Sungai Grawah, Desa Cabean, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (20/4/2019). Mereka mendapat upah Rp700 dari setiap keranjang pasir yang berhasil mereka bawa dari dasar sungai hingga ke tempat penampungan yang berjarak sekitar 800 meter. Kerja keras tersebut mereka jalani agar dapat membantu perekonomian dan memperoleh kedudukan setara dalam keluarga.

Perlindungan pada perempuan pedesaan

Mengapa penting untuk menetapkan Hari Perempuan Pedesaan? Berangkat dari persoalan nyata di masyarakat pedesaan, dimana para perempuan mengemban peran ganda baik sebagai penanggung jawab mengurus keluarga sekaligus peran ekonomi. Di wilayah pedesaan tidak jarang perempuan menghadapi berbagai persoalan agaria dan nelayan yang mengalami ketimpangan akses, maka ketika akses bagi mereka terputus artinya keluarga kehilangan penghasilan.

Dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan, tahun 1979,  PBB secara khusus mendorong negara-negara peserta memberikan perhatian secara khusus pada peningkatan kehidupan perempuan pedesaan dengan membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi perempuan pedesaan dalam pembangunan pedesaan.

PBB mengeluarkan Surat Resolusi 62/136 pada 18 Desember 2007 dan menetapkan tanggal 15 Oktober sebagai World Rural Woman’s Day atau Hari Perempuan Pedesaan Sedunia yang dimulai sejak tahun 2008.

Indonesia kemudian mengadopsi resolusi PBB tersebut dengan melahirkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) bertujuan untuk  menjadikan desa sebagai subyek yang berdaulat dan otonom dalam pembangunan. Setiap laki-laki dan perempuan  memiliki kesempatan yang sama dalam semua aspek kehidupan di desa, sehingga dalam proses pembangunan desa, maka Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa harus berpegang pada kesetaraan jender.

Baca juga: Asal Mula Hari Ibu Nasional

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Sejumlah buruh tani bersepeda menembus hujan untuk pulang ke rumah setelah bekerja menanam bibit padi di Desa Klumprit, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (9/4/2021). Para buruh tanam padi saat ini didominasi kaum perempuan yang biasanya bekerja secara berkelompok dengan lokasi berpindah-pindah sesuai permintaan pemilik lahan yang akan menggunakan jasa mereka.

Dalam Pasal 26 dan pasal 63 UU Desa Nomor 6 tahun 2014 disebutkan, Kepala Desa membentuk penyelengaran pemerintahan yang berkeadilan gender. Selanjutnya dalam Pasal 29 ditegaskan Kepala Desa wajib melindungi warga desa dari perlakuan diskriminatif dan menghindari tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme. Dengan adanya UU Desa ini kesempatan perempuan desa untuk berkembang lebih besar, karena pembangunan desa akan berhasil jika para perempuannya lebih berdaya.

Ditegaskan pula dalam Pasal 58 disebutkan pertimbangan komposisi anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan cerminan dari demokratisasi di desa, harus mempertimbangkan aspek keadilan gender.

Dalam hal partisipasi politik perempuan desa dijamin dalam Pasal 72 dan Pasal 80 PP No 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan dalam musyawarah desa diikuti oleh Pemerintahan Desa, Badan Pemusyawaratan Desa dan Unsur Masyarakat, yang harus menjamin representasi perempuan dengan proses yang demokratis.

Kekuatan Perempuan Indonesia

Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) Juni 2021 penduduk Indonesia berjumlah 272.229.372 jiwa, laki-laki 137.521.557 jiwa dan 134.707.815 perempuan. Dari total jumlah penduduk ada 56,01 persen di Pulau Jawa dengan Propinsi Jawa Barat paling banyak penduduknya di Indonesia yaitu 47.586.943 jiwa, dan propinsi paling sedikit penduduknya adalah Kalimantan Utara (Kaltara) yaitu 692.239 jiwa.

Oleh karena itu para perempuan perlu menghimpun kekuatan pemberdayaan dengan membentuk kelompok  dan jaringan kerja, seperti yang telah dilakukan kelompok perempuan pedesaan di berbagai yang berkumpul di Sulawesi Selatan.

Para perempuan pedesaan (petani dan nelayan)  Indonesia yang berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan berkumpul dan mengorganisir diri  pada 3-4 Desember 2018 dalam pertemuan yang “Rembug Perempuan Pedesaan”  di Butta Toa atau Tanah Tua Gantarangkeke, Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Kegiatan Rembug Perempuan ini menghasilkan sebuah wadah Jaringan Perempuan Pedesaan yang bertujuan  agar perempuan mampu mengorganisir diri dan komunitasnya untuk melindungi perempuan dari berbagai ketidakadilan baik oleh individu, organisasi ataupun negara. tentunya akan memperkuat gerakan  perempuan demi mencapai haknya.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak adalah program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Menurut Kemen PPPA gerakan itu akan menjadi episentrum baru pembangunan yang mendorong meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan, akses terhadap pendidikan berkualitas menurunkan angka perkawinan anak, menumbuhkan  pusat ekonomi yang berbasis rumahan.

Baca juga: Perayaan Hari Ibu dari Masa ke Masa

KOMPAS/AR BUDIDARMA

Sekitar 41 persen wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur atau seluas 50.145, 40 hektar merupakan kawasan hutan yang menghasilkan kayu jati terbaik di Pulau Jawa. Namun kawasan tepi hutan ini, masih merupakan kantung kemiskinan yang kondisi penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan. Dua wanita pencari daun jati di wilayah Kecamatan Malo ini misalnya, setiap hari harus menempuh perjalanan sekitar 15 km untuk memperoleh nafkah sebesar Rp 1.500 dari hasil penjualan daun jati yang mereka jual di pasar sebagai pembungkus (17/7/1993).

Pemerintah melalui Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi memiliki program Inovasi Menuju Kemandirian Desa melalui tiga cara yaitu :

  1. Jaring komunitas wira desa: dengan penguatan daya dan ekspansi kapabilitas masyarakat desa.
  2. Lumbung ekonomi desa: dengan optimalisasi sumber daya desa untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, kadaulatan pangan dan ketahanan energi.
  3. Lingkar budaya desa: dengan menguatkan partisipasi masyarakat desa sebagai kerja budaya

Tidak hanya itu, dalam pembangunan SDM serta pembangunan sosial masyarakat desa tentu saja harus dengan mengembangkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dengan  pengakuan hak masyarakat  adat, meningkatkan partisipasi perempuan, anak, pemuda, penyandang disabilitas melalui pelatihan dan pengembangan masyarakat.

Sementara itu untuk meningkatkan  kapasitas perempuan desa dibangun melalui pengembangan lingkar budaya kerja desa, dengan cara mendukung pengarus utamaan gender dalam pembangunan desa dan meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja (TKI/TKW).

Peringatan Hari Perempuan Pedesaan Sedunia

Hari Perempuan Pedesaan Internasional yang pertama kali diperingati pada tanggal 15 Oktober 2008 dilakukan dalam rangka memberi penghargaan bagi peran perempuan pedesaan untuk meningkatkan pembangunan pertanian, pedesaan, ketahanan pangan, dan memberantas kemiskinan pedesaan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam Siaran Pers Nomor: B-381/SETMEN/HM.02.04/10/2021 mengungkapkan pentingnya mendorong peran perempuan sebagai motor penggerak pemulihan ekonomi baik di kota dan di desa begitu pula ditingkat Nasional maupun Global.

“Peran perempuan menjadi kunci kehidupan keluarga Indonesia secara umum dan sebenarnya Hari Perempuan Pedesaan Internasional ini tidak bisa dipisahkan dengan isu-isu gender di tingkat Desa. Kita (KemenPPPA) sudah menjawab dengan 10 indikator yang diwujudkan dalam Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak,” kata Menteri Bintang, Kamis (14/10/2021).

Menurut Menteri Bintang pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender merupakan prioritas pemerintah dalam pembangunan. Selain itu, kaum perempuan menjadi bagian dari lima isu prioritas arahan Presiden Joko Widodo yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, peningkatan peran ibu dalam pendidikan anak, penurunan kekerasan pada perempuan dan anak, penurunan pekerja anak dan pencegahan perkawinan anak.

“Strategi pengarustamaan gender telah diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional jangka pendek, menengah dan panjang. Indonesia juga telah memasukkan perempuan sebagai salah satu kelompok prioritas dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2021-2025,” tuturnya.

Lebih lanjut Menteri Bintang menekankan momentum Hari Perempuan Pedesaan Internasional diharapkan dapat memperkuat hak dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber kekayaan desa sebagai modal utama dalam pembangunan desa. Oleh karenanya, perencanaan harus berspektif gender karena ditengah masyarakat kita masih menempatkan perempuan sebagai nomor dua.

Baca juga: Perempuan Indonesia Pejuang Olimpiade

KOMPAS/KHAERUL ANWAR

Remaja putri Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sudah terampil menenun (1/7/2004). Selain untuk dijual, tenun songket itu juga untuk keperluan sendiri karena kain tenun biasanya disiapkan untuk calon suaminya

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) telah mendeklarasikan Gerakan Peningkatan Keterlibatan Perempuan Melalui Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Gerakan ini menjadi salah satu upaya sinergi mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di desa.

“Pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak menjadi episentrum baru pembangunan yang mendorong meningkatnya kesejahteraan dan kesehatan, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, menurunkan angka perkawinan anak, menumbuhkan pusat ekonomi yang berbasis rumahan sehingga ibu rumah tangga memiliki otonomi dalam pendapatan rumahan,” tutup Menteri Bintang.

Untuk melakukan pemberdayan ekonomi perempuan desa, maka harus dilakukan pendampingan dan memberikan beberapa hal penting untuk penguatan kapasitas perempuan. Beberapa program untuk peningkatan  kapasitas perempuan yaitu akses permodalan, akses terhadap aset ekonomi produktif, pembekalan ketrampilan dankewirausahaan, penguatan jaringan pasar dan pengorganisasian kelompok.

Tentu saja program itu dapat terlaksana melalui penguatan kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan desa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa, penanganan kekerasan terhadap perempuan dan bantuan hukum serta pemenuhan hak anak. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan besar di desa, yang hanya akan terwujud jika para pamong desa turut mendukung sesuai amanat UU Desa dengan dukungan kekuatan jejaring perempuan desa. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Profil Perempuan Indonesia 2020

Pendidikan dan Kesehatan
Menurut profil perempuan Indonesia 2020, pendidikan bagi perempuan merupakan titik awal perubahan kehidupan perempuan yang berdampak pada kemajuan masyarakat yang lebih luas.  Situasi pendidikan perempuan Indonesia 2020 dapat dilihat dari angka melek huruf, jenjang pendidikan yang ditamatkan, serta rata-rata lama sekolah.

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015-2019, persentase angka melek huruf perempuan terus meningkat dari 96,96 persen pada tahun 2015 menjadi 97,64 persen pada tahun 2019. Meskipun terjadi peningkatan, persentase angka melek huruf perempuan pada tahun 2019 masih di bawah laki-laki, yakni 97,64 persen (perempuan) dibandingkan 98,79 persen (laki-laki).

Dari sisi jenjang pendidikan yang ditamatkan pada 2019, persentase perempuan yang menamatkan jenjang SD, SMP, serta D1-D4/S1 lebih tinggi daripada laki-laki. Sedangkan, persentase jenjang pendidikan SMA dan S2/S3 lebih banyak ditamatkan oleh laki-laki. Di sisi lain, lebih banyak perempuan yang tidak memiliki ijazah apapun dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan 14,81 persen (perempuan) dan 11,59 persen (laki-laki).

Tingkat pendidikan juga dapat dilihat dari capaian rata-rata lama sekolah. Pada tahun 2019, capaian rata-rata lama sekolah laki-laki mencapi 9,08 tahun, lebih tinggi daripada perempuan, yakni 8,42 tahun. Capaian rata-rata lama sekolah pada perempuan belum memenuhi target RPJMN tahun 2014-2019 yang menetapkan target rata-rata lama sekolah 8,8 tahun.

Dari sisi kesehatan, persentase penduduk dengan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir pada 2019 lebih tinggi dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki, yakni 51,99 persen (perempuan) dibandingkan 48,8 persen (laki-laki).

Ketenagakerjaan
Tantangan perempuan Indonesia 2020 juga dapat dilihat dari sisi ketenagakerjaan, meliputi tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata upah pekerja perempuan, jenis pekerjaan, hingga jumlah pekerja migran Indonesia perempuan.

Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki pada 2019 lebih tinggi daripada perempuan, yakni 83,13 persen (laki-laki) dibandingkan 51,89 persen (perempuan). Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan budaya bahwa perempuan lebih banyak mengerjakan pekerjaan domestik di rumah tangga.

Situasi berbeda ditampakkan dari persentase tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2019. Meskipun sama-sama berhasil turun, persentase TPT perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yakni 5,23 persen (perempuan) dibandingkan 5,31 persen (laki-laki).

Akan tetapi, rendahnya persentase tingkat pengangguran terbuka perempuan tak berbanding dengan rata-rata upah yang didapat perempuan dibandingkan laki-laki. Upah rata-rata pekerja perempuan pada 2019 jauh lebih rendah daripada laki-laki, yakni Rp 2.351.057 (perempuan) dibanding Rp 3.167.092 (laki-laki).

Dari sisi jenis pekerjaan pada 2019, persentase pekerjaan perempuan di sektor formal juga lebih rendah daripada laki-laki, yakni 39,31 persen dibandingkan laki-laki 47,39 persen.

Angka berbeda ditunjukkan dari jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki. Jumlah PMI perempuan pada tahun 2019 adalah 191.237 orang, sedangkan laki-laki 85.316 orang.

Penggunaan Teknologi
Profil perempuan Indonesia dari sisi penggunaan teknologi dapat dilihat dari penggunaan telepon selular, kepemilikan telepon selular, penggunaan komputer, dan akses internet.

Dari sisi penggunaan telepon seluler pada 2019, laki-laki lebih mendominasi daripada perempuan. Persentase penduduk laki-laki yang menggunakan telepon selular adalah 78,92 persen, sedangkan perempuan  72,18 persen. Situasi sama juga terlihat dari data kepemilikan telepon seluler 2019. Persentase penduduk perempuan yang memiliki telepon seluler adalah 58,35 persen dibandingkan 68,68 persen (laki-laki).

Data penggunaan komputer 2019 juga menunjukkan dominasi laki-laki dibandingkan perempuan. Persentase penduduk perempuan yang mengunakan komputer sebesar 13,77 persen, dibandingkan 15,17 persen (laki-laki). Di sisi lain,  persentase penduduk perempuan yang pernah mengakses internet lebih rendah daripada laki-laki, yakni 44,86 persen dibandingkan 50,5 persen.

Kepemimpinan
Profil perempuan Indonesia 2020 dari sisi kepemimpinan dapat dilihat dari posisi jabatan pekerjaan formal, jumlah aparatur sipil negara (ASN), serta persentase perempuan di parlemen dan kabinet.

Persentase jabatan manager pada 2019 lebih banyak diduduki laki-laki daripada perempuan, yakni 69,37 persen (laki-laki) dan 30,63 persen (perempuan). Akan tetapi, dalam empat tahun terakhir 2016-2019, persentase jabatan manager pada perempuan terus mengalami peningkatan, yakni 24,17 persen pada 2016 menjadi 30,63 persen pada tahun 2019.

Di antara aparatur sipil negara 2019, persentase ASN perempuan menunjukkan dominasi jumlah, yakni 51,51 persen, dibandingkan laki-laki, yakni 48,49 persen. Sedangkan, di parlemen, persentase jumlah anggota perempuan terus mengalami peningkatandari  sejak 2004 hingga 2019, dari 11,82 persen (2004) menjadi 20,87 persen (2019). Akan tetapi, persentase 2019 tersebut masih di bawah laki-laki dengan persentase 79,13 persen.

Persentase menteri perempuan di kabinet mengalami naik turun sejak 2009 hingga 2019. Pada kabinet 2009-2014, persentase menteri perempuan sebesar 11,76 persen, kemudian naik menjadi 23,53 persen pada kabinet 2014-2019. Pada kabinet 2019-2024, persentase menteri perempuan turun menjadi 14,71 persen.

Berdasarkan fungsinya di rumah tangga, persentase kepala rumah tangga perempuan pada 2019 sebesar 15,46 persen, lebih rendah daripada persentase laki-laki, yakni 84,54 persen.

Sumber: Profil Perempuan Indonesia, Kementerian PPPA