Paparan Topik | Hari Perempuan Sedunia

Kebijakan Pemerintah Terhadap Perempuan pada Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 turut memunculkan tantangan bagi perempuan, terutama meningkatnya beban perempuan di rumah tangga dan potensi kekerasan terhadap perempuan. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengubah tantangan tersebut menjadi peluang bagi perempuan di masa pandemi.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Aktivis memegang poster saat hadir dalam aksi menyambut hari perempuan sedunia di kawasan sekitar Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Mereka menyuarakan berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan di Indonesia, antara lain masih terjadinya kekerasan terhadap perempuan serta kesetaraan dalam berbagai hal.

Fakta Singkat

Kondisi Perempuan Indonesia

  • Kesenjangan pembangunan laki-laki dan perempuan Indonesia makin tipis
  • Makin banyak perempuan yang menjadi tenaga ahli/profesional
  • Lama pendidikan laki-laki jauh lebih tinggi daripada lama pendidikan perempuan
  • Kekerasan pada perempuan terus meningkat dalam 12 tahun terakhir
  • Laki-laki memiliki penghasilan lebih tinggi daripada perempuan
  • Lebih dari 50% pelaku UMKM adalah perempuan

Dampak Pandemi

  • Perempuan banyak kehilangan pekerjaan dan merosotnya kemampuan UMKM
  • Ada 394.158 perempuan dari 155.630 pekerja yang dirumahkan.
  • Ada 215 perempuan dari 633.421 usaha informal yang mengalami kelesuan usaha
  • Beban kerja dan tanggungjawab perempuan bertambah besar
  • Perempuan ujung tombak pencegahan penularan Covid-19 kluster keluarga dan masyarakat
  • Kekerasan pada anak dan perempuan meningkat

Dukungan Pemerintah bagi Perempuan 

  • Program Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak).
  • Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid-19
  • Kelas Inkubasi Sispreneur
  • Bantuan bagi UMKM berjejaring dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
  • Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan (SNKI Perempuan)

Selama pandemi, perempuan rentan mengalami berbagai permasalahan, mulai dari beban ganda, kehilangan mata pencaharian, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, hingga mengalami kekerasan berbasis gender. Di sisi lain, pandemi juga membuka peluang bagi perempuan untuk ikut serta memerangi Covid-19 dan mendukung perekonomian yang dapat dimulai dari tingkat keluarga.

Berbagai tantangan yang dihadapi perempuan selama pandemi diakibatkan oleh perpindahan aktivitas masyarakat ke lingkup domestik, yakni keluarga, dalam penerapan kebijakan pembatasan sosial. Beragam aktivitas yang biasanya dilakukan di luar rumah, seperti bekerja, belajar, hingga bersosialisasi, diarahkan untuk dilakukan di rumah.

Dalam masyarakat yang memberikan tanggung jawab ruang domestik pada ibu, beban seorang perempuan sebagai ibu menjadi bertambah karena keberadaan seluruh anggota keluarga dan semua aktivitasnya. Beban tersebut akan bertambah dengan kemungkinan berkurang atau hilangnya penghasilan keluarga baik dari suami atau istri.

Dalam hal pendidikan formal anak, terjadi perubahan tanggung jawab. Kegiatan pendidikan formal anak yang sebelumnya diambil alih oleh guru di sekolah, selama pembatasan sosial juga menjadi tanggung jawab orangtua, terutama ibu. Seorang ibu pun harus menjadi guru bagi anak-anak yang masih butuh bantuan dalam mengerjakan tugas sekolah mereka. Hal ini menambah beban perempuan di ruang domestik.

Makin beratnya beban mengurus dan menghidupi keluarga pada masa pandemi mendorong situasi makin kompleks hingga mudah terjadi benturan emosional antaranggota keluarga. Dalam hal ini, posisi perempuan kemudian rentan terhadap tindakan kekerasan.

Selain berbagai tantangan tersebut, situasi pandemi juga menghadapkan perempuan pada berbagai peluang. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga, perempuan khususnya ibu, memiliki peran penting sebagai manager dalam melindungi keluarga agar tidak tertular Covid-19. Bahkan, perempuan dapat bertindak sebagai pahlawan yang menyelamatkan perekonomian keluarga yang terdampak pandemi.

Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan berbagai kebijakan untuk mengubah tantangan yang dihadapi perempuan menjadi peluang di masa pandemi, baik di sektor sosial, kesehatan, maupun ekonomi.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)

Ari Yuliana (kedua dari kanan) menemani dua anaknya, Nizam (kanan) dan Halifah, saat mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) di rumah mereka di kawasan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020). Peran orang tua atau orang dewasa sangat diperlukan saat proses PJJ untuk mengawasi dan mengontrol proses belajar anak.

Tantangan Perempuan Indonesia

Tantangan perempuan Indonesia dapat dilihat, antara lain dari Survei “Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”, Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender, serta Profil Perempuan Indonesia 2020.

Berdasarkan survei “Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia” yang dilakukan pada awal pandemi oleh diketahui beberapa hal.

  1. Sejumlah 82 persen responden perempuan yang bergantung pada usaha keluarga mengalami penurunan sumber pendapatan.
  2. Sejumlah 36 persen perempuan pekerja informal harus mengurangi waktu kerja berbayar mereka dibandingkan laki-laki yang hanya 30 persen mengalaminya.
  3. Pembatasan sosial membuat 69 persen perempuan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Akan tetapi, perempuan memikul beban terberat karena sebanyak 61 persen perempuan ikut mengasuh dan mendampingi anak dibandingkan laki-laki yang hanya 48 persen.
  4. Sejumlah 57 persen perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan akibat bertambahnya beban pekerjaan rumah tangga. Proporsi tersebut lebih besar daripada laki-laki yang mengalami hal serupa, yakni 48 persen.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Ibu rumah tangga merakit keranjang tempat tembakau di Dusun Sidosari, Desa Jelok, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (3/8/2020). Dalam sehari mereka dapat mengerjakan sekitar sepuluh pasang keranjang dengan upah Rp 15.000 untuk setiap pasang keranjang yang mereka buat. Keranjang berbahan kulit batang pohon pisang dan bambu tersebut dijual dengan harga Rp 160.000 – Rp 200.000 per pasang, tergantung bobotnya. Melalui pekerjaan itu para ibu rumah tangga dapat membantu meringankan pemenuhan kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.

Di sisi lain, Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) di Indonesia memperlihatkan peningkatan, yaitu 90,82 pada tahun 2016 menjadi 90,96 pada tahun 2017. Hal tersebut menunjukkan makin sempit kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Demikian pula, Indeks Pemberdayaan Gender juga menunjukkan peningkatan meskipun kecil, dari 71,39 (2016) menjadi 71,74 (2017). Hal ini menunjukkan peningkatan tenaga profesional perempuan.

Tantangan perempuan Indonesia juga tampak dari profil perempuan Indonesia yang diterbitkan tiap tahun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPPA). Profil tersebut dihimpun dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS.

Profil perempuan Indonesia 2020 menunjukkan kenaikan angka baik di bidang bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, teknologi, maupun kepemimpinan. Akan tetapi, kebanyakan angka masih berada di bawah laki-laki. Hal tersebut menunjukkan masih adanya ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. (Lihat Catatan Akhir)

Dalam hal penegakan hukum, kepekaan dan pengetahuan aparat penegak hukum pada persoalan gender tampak masih kurang. Sepanjang tahun 2009-2016, terdapat sebanyak 421 kebijakan dan regulasi diskriminatif telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Pada masa pandemi, berbagai ketimpangan di atas berpotensi menambah beban perempuan karena segala aktivitas anggota keluarga dilakukan di rumah. Situasi tersebut dapat memunculkan potensi kekerasan bagi perempuan.

Kekerasan Terhadap Perempuan

Komnas Perempuan mencatat, tren jumlah kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat setiap tahunnya. Bahkan, dalam 12 tahun terakhir kekerasan pada perempuan meningkat 8 kali lipat, semakin tidak manusiawi dan makin merendahkan perempuan dengan bentuk tindakan yang makin beragam dan kerap dilakukan berkelompok.

Sebelum pandemi, catatan tahunan (Catahu) Komnas Perempuan menampilkan data laporan kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2019 sebanyak 431.471 kasus, naik enam persen dari tahun sebelumnya. Data yang disajikan dalam Catahu Komnas Perempuan tersebut merupakan kompilasi data kasus dari peradilan agama, lembaga layanan mitra, serta unit pelayanan dan rujukan.

Sementara itu, data laporan kekerasan tersebut merupakan fenomena gunung es, artinya yang terlapor hanyalah permukaan saja atau hanya bagian sangat kecil dari realitas yang terjadi atau dari kejadian yang tidak terlaporkan.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Ibu Rika mendampingi putrinya Ninda, siswa kelas 2 SD menyelesaikan tugas pendidikan agama Islam dalam pembelajaran jarak jauh dari rumahnya yang berada di lingkungan SD Negeri Cipulir 05, Jakarta Selatan, Kamis (23/7/2020).

Selama pandemi pada 2020, jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan menurut Catahu Komnas Perempuan menurun menjadi 299.911 kasus. Akan tetapi, pengaduan langsung pada 2020 meningkat 40 persen menjadi 2.389 kasus dibandingkan tahun 2019 (1.419).

Kebanyakan ranah kekerasan yang diadukan ke Komnas Perempuan adalah KDRT/RP sebanyak 1.404 kasus (65%), kekerasan publik/komunitas sebanyak 706 kasus (33%), dan kekerasan negara sebanyak 24 kasus (1%).

Di Jakarta dan sekitarnya, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan selama pandemi 2020 menunjukkan peningkatan. Laporan LBH APIK menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus kekerasan yang ditangani selama tahun 2020. Jika tahun 2018 ada 837 kasus kekerasan yang ditangani, pada tahun 2019 terdapat sebanyak 794 kasus dan melonjak pada tahun 2020 menjadi sebanyak 1.178 kasus.

Sektor Sosial

Fakta bahwa kekerasan pada anak dan perempuan meningkat pada masa pandemi ditangkap dengan cepat oleh Kemen PPPA dengan melakukan koordinasi bersama kelompok-kelompok pendukung dan pemerhati persoalan perempuan.

Selama pandemi, korban kekerasan berbasis gender harus tetap mendapatkan bantuan. Di sisi lain, korban maupun petugas juga harus tetap melakukan antisipasi agar tidak tertular virus.  Agar korban dapat terus mendapatkan bantuan, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (Kemen PPPA) bekerja sama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) menyusun Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid-19.

Protokol tersebut diadopsi dari Panduan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender yang disusun oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta, Yayasan Pulih, Lembaga Penyedia Layanan Bersama Kemen PPPA dan UNFPA di tahun 2020. Penyusunan protokol tersebut ditujukan bagi lembaga layanan, seperti unit pelaksana teknis daerah (UPTD), P2TP2A, serta lembaga layanan di daerah.

Terdapat delapan protokol yang dikumpulkan dalam protokol gabungan tersebut, yakni:

  1. Protokol pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  2. Protokol pemberian layanan pendampingan kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  3. Protokol rujukan ke layanan kesehatan kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  4. Protokol rujukan ke rumah aman atau shelter kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  5. Protokol layanan psikososial kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  6. Protokol layanan kosultasi hukum kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  7. Protokol pendampingan proses hukum kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19
  8. Protokol penyelamatan diri korban kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Sejumlah perempuan hadir dalam aksi menyambut Hari Perempuan Internasional di kawasan sekitar Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Mereka menyuarakan berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan di Indonesia, antara lain masih terjadinya kekerasan terhadap perempuan serta kesetaraan dalam berbagai hal.

Selain penyusunan protokol, optimisme akan dukungan pada perempuan korban kekerasan ini mulai bersemi lagi dengan masuknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam Prolegnas Prioritas 2021, setelah sebelumnya terabaikan karena sempat ditolak oleh salah satu fraksi di DPR.

RUU PKS ini sangat penting karena payung hukum dalam KUHP tentang pengaturan kekerasan seksual masih terbatas pada penghapusan kekerasan seksual. RUU PKS akan mendukung undang-undang yang telah ada sebelumnya, yaitu UU Perlindungan Anak dan UU PKDRT. Hal ini akan menegaskan Indonesia sejajar dengan negara lain dalam mendukung penghapusan segala bentuk kekerasan pada perempuan.

Sektor Kesehatan

Dari sisi kesehatan, selama pandemi, perempuan di rumah dapat berperan sebagai manager dalam melawan Covid-19. Menteri PPPA Bintang Puspayoga, pada 6 Desember 2020, menyatakan bahwa perempuan sebagai manajer keluarga berperan sangat penting melibatkan anggota keluarga lainnya dalam mencegah penularan Covid-19.

Sebagai manajer rumah tangga, seorang ibu diharapkan mampu mengedukasi orang-orang di lingkungan terdekatnya, terutama keluarga untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Di samping itu, ibu  dapat tetap mengedepankan kebutuhan utama keluarga di masa pandemi, mengatur siklus keuangan keluarga, mengampanyekan gerakan 3M, hingga memperkuat ekonomi keluarga.

Dengan potensi peran tersebut, berbagai upaya ditempuh oleh Kementerian PPPA untuk melibatkan peran perempuan melawan pandemi, seperti pembuatan protokol kesehatan keluarga, gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak), hingga penyediaan layanan psikologi sehat sejiwa (Sejiwa).

KOMPAS/PRIYOMBODO

Ibu Anggun mendampingi putrinya Anggi siswa kelas satu belajar di sela-sela waktu berjualannya di kawasan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (9/10/2020). Para orang tua merasa kewalahan mendampingi anak-anak mereka belajar di rumah selama masa pandemi. Tanggung jawab mendampingi anak belajar tersebut terasa semakin berat bagi orang tua khususnya ibu yang juga harus bekerja.

Program Berjarak bertujuan untuk melindungi  perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas  sehingga diharapkan kelompok rentan ini tidak tertular Covid-19. Menurut Menteri PPPA Bintang Puspayoga program inisiasi untuk keluarga ini merupakan koordinasi bersama antara kementerian, lembaga terkait, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di sebagian besar wilayah Indonesia dan dilaksanakan di 28 provinsi, 378 kabupaten/kota.

Program  yang telah diluncurkan sejak April 2020 tersebut, terdiri atas 10 langkah yang mencakup upaya pencegahan dan penanganan agar perempuan dan anak terhindar dari keterpaparan Covid-19. Materi Komunikasi Edukasi dan Informasi terkait gerakan BERJARAK tersebut dapat diakses masyarakat melalui portal berjarak.kemenpppa.go.id.

Mekanisme pelaksanaan program ini dilaksanakan di tingkat daerah dengan membentuk relawan di tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), sehingga petugas sukarela ini memantau perkembangan yang terjadi di lingkungannya. Petugas sukarela akan segera mengkoordinasikan dengan pihak terkait di wilayah masing-masing agar segera mendapatkan bantuan. Program membantu masyarakat terdampak Covid-19 sekaligus memperkuat modal sosial masyarakat.

Sektor Ekonomi

Dari sisi ekonomi, misalnya, selama pandemi Kementerian PPPA mempertajam program pendampingan ekonomi keluarga dengan melibatkan pengusaha hingga pengembangan usaha dan pemasaran produk pada model-model program industri rumahan. Berbagai kegiatan tersebut hingga awal Desember 2020 telah mencakup 3.764 pelaku usaha di 46 desa/kelurahan, 21 kabupaten/kota, dan 16 provinsi.

Sebagai motor pendorong utama UMKM di Indonesia, peran perempuan menyelamatkan ekonomi keluarga juga semakin diharapkan selama pandemi. Terlebih, situasi ekonomi selama pandemi mengalami penurunan.

Penurunan ekonomi tersebut juga tergambar dari hasil Jajak Pendapat Litbang Kompas pada 9-12 Juni 2020. Dari 995 responden, terdapat 60,6 persen yang mengaku mengandalkan bantuan dari pinjaman kerabat (saudara, temen, tetangga), 4 persen meminjam dari koperasi, dan 4,3 persen meminjam bank/KTA. Selain itu, terdapat  9,2 persen responden yang menjual barang/aset, 6,3 persen mengharapkan bantuan pemerintah, sedangkan yang mengambil tabungan hanya 2,1 persen saja. Dari sini terlihat bahwa pandemi menjadi pukulan yang sangat berat bagi sebagian besar populasi masyarakat Indonesia.

Situasi lain terlihat dari data Kementerian Ketenagakerjaan. Kemnaker mencatat bahwa pandemi mengakibatkan 1.155.630 pekerja dirumahkan, dengan 394.158 di antaranya perempuan. Selain itu, sejumlah 92.215 usaha dari 633.421 usaha informal, usaha kecil, mikro yang terdampak pandemi adalah usaha milik perempuan.

Situasi tersebut sangat memukul ekonomi perempuan UMKM, mengingat perempuan adalah pelaku atas lebih dari 50 persen UMKM di Indonesia. Sedangkan, total usaha UMKM sendiri menempati 99 persen dari usaha di Indonesia (2014-2018).

Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian PPPA di 45 kabupaten, selama pandemi sejumlah 95% perempuan pemilik usaha mengalami penurunan omzet yang cukup besar dalam penjualan mereka. Sementara itu, sebesar 92% mengalami kenaikan biaya bahan baku akibat pandemi.

Mengingat situasi tersebut, peran dan keterlibatan perempuan dalam memperkuat roda perekonomian nasional dan keluarga selama pandemi akan berdampak pada kesejahteraan keluarga.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Para ibu di Kelurahan Waihoka, Kota Ambon, yang mengolah tanah untuk budidaya sayur dan umbian seperti pada Kamis (4/3/2021). Mereka bekerja menjaga dapur tetap ngepul di kala pandemi Covid-19.

Secara umum, pemerintah telah memberikan beragam bantuan untuk masyarakat bertahan dalam gelombang pandemi ini, seperti bantuan sembako, bantuan sosial tunai, BLT dana desa, listrik gratis, Kartu Pra Kerja, subsidi gaji karyawan, hingga  BLT usaha mikro kecil. Berbagai bantuan tersebut terangkum dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pada awal pandemi, Menteri PPPA Bintang Puspayoga meluncurkan Kelas Inkubasi Sispreneur yang ditujukan bagi kalangan perempuan pelaku usaha mikro. Program kolaborasi Kemen PPPA dengan PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) ini bertekad menghubungkan perempuan pelaku usaha mikro hingga akhir 2020 dengan teknologi digital.

Program pelatihan daring tentang kewirausahaan ini diharapkan dapat membantu perempuan pelaku UMKM dalam menghadapai tantangan usaha pada masa pandemi. Program ini melatih 200 perempuan pelaku usaha mikro binaan lembaga masyarakat mitra Kemen PPPA, yaitu Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Kapal Perempuan, dan Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA).

Kementerian PPPA juga mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Salah satu bentuk PEN adalah Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Kementerian PPPA melakukan penajaman SNKI untuk segmen Perempuan dengan SNKI Perempuan pada 9 Juni 2020.

Visi SNKI Perempuan sendiri yakni memastikan bahwa semua perempuan di Indonesia memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang untuk mencapai dan menikmati pemberdayaan ekonomi yang merujuk pada kesetaraan gender.

SNKI Perempuan memiliki beberapa prioritas, antara lain:

  • Edukasi dan Literasi Keuangan
  • Dukungan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Perempuan
  • Layanan Keuangan Digital untuk Perempuan
  • Memperluas Akses ke Asuransi dan Dana Pensiun
  • Perlindungan Konsumen
  • Dukungan Komprehensif dan Pemberdayaan bagi Perempuan Pengurus Rumah Tangga (Caregiver)
  • Pengumpulan Data Terpilah Berdasarkan Gender.

SNKI Perempuan ini menyasar 4 kategori, yaitu perempuan dalam kelompok pendapatan 40 persen terendah, perempuan pekerja (terutama pekerja migran), perempuan pemilik UMKM, perempuan pengurus rumah tangga.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Maya (kanan), Yeti (tengah), dan Ratna (kiri) menyelesaikan pengemasan hasil produksi di tempat pembuatan tas rumahan milik Oma di Tegal Waru, Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/12/2020). Selain juga dikerjakan para laki-laki, pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri dalam produksi rumahan tas yang tersebar di wilayah ini menjadi salah satu usaha yang turut menopang perekonomian keluarga. Para pekerja perempuan ini memperoleh upah sekitar Rp 5.000 dari setiap tas yang mereka kerjakan dan dalam sehari mereka bisa mengerjakan sekitar 1 lusin tas.

Sementara itu, pada November 2020, Kementerian PPPA meluncurkan program pelatihan dan pendampingan daring “HERFuture”. Program tersebut ditujukan bagi pengusaha perempuan skala rumah tangga di tengah dampak pandemi Covid-19.

Dalam pelaksanaannya, Kementerian PPPA bekerja sama dengan Pemerintah Inggris melalui UK-Indonesia Tech Hub. Program tersebut menyasar pengusaha perempuan dengan bisnis mikro dan ultra mikro, berusia 30-50 tahun di enam wilayah marginal, yakni Lombok Tengah, Rembang, Kendal, Bangka Tengah, Cilegon, dan Palembang.

Sejumlah 100 pengusaha perempuan dari 6 wilayah di Indonesia terpilih untuk mengikuti kegiatan tersebut. Mereka mengikuti pembelajaran dalam grup kecil, termasuk di dalamnya literasi digital dan keuangan, keterampilan operasional bisnis, dan untuk mengakses pasar baru.

Setelah program selesai, peserta akan diberi kesempatan mengimplementasikan materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, mereka juga akan mendapatkan pendampingan salah satunya dengan aplikasi Krealogi untuk memantau operasi bisnis mereka.

Pada bulan yang sama, Kemenko PMK menjajaki kerja sama pemberdayaan ekonomi perempuan dengan beberapa organisasi masyarakat sipil, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kerja sama itu bertujuan untuk membina, mengembangkan, dan melindungi UMKM khususnya perempuan.

Oleh karena itu, perlu diadakan sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan bagi para perempuan pelaku UMKM. Dengan demikian, diharapkan terbentuk gerakan kewirausahaan yang dapat memperkuat peran perempuan terutama dalam aspek pemberdayaan ekonomi. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Seorang ibu yang mengantarkan anaknya ke posyandu untuk mendapatkan informasi kesehatan dan gizi di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabuparten Demak, Jawa Tengah, Selasa (2/3/2021). Pemenuhan gizi yang baik menjadi salah satu program tersebut khususnya di pelosok terpencil.

Catatan Akhir

Kekerasan Berbasis Gender

Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dapat dipahami sebagai berbagai macam bentuk tindakan kekerasan yang membahayakan atau mengakibatkan penderitaan pada seseorang, yang dilakukan berdasarkan perbedaan sosial termasuk gender laki-laki dan perempuan, yang dapat mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran termasuk berupa ancaman, paksaan dan berbagai bentuk lainnya yang merampas kebebasan seseorang, baik di ruang publik maupun dalam lingkungan kehidupan pribadi.

Berbagai bentuk KGB antara lain:

  1. Perkosaan/Percobaan perkosaan adalah hubungan seksual yang tidak disetujui bersama. Hal ini termasuk penyerangan terhadap bagian tubuh manapun dengan menggunakan alat kelamin dan/atau penyerangan terhadap alat kelamin atau lubang dubur dengan benda apapun atau bagian tubuh apapun. Perkosaan dan percobaan perkosaan mengandung unsur kekuasaan, ancaman, dan/atau paksaan. Penetrasi dalam bentuk apapun adalah perkosaan. Upaya untuk memperkosa seseorang tetapi tanpa penetrasi adalah percobaan perkosaan. Perkosaan/percobaan perkosaan termasuk:
    1. Perkosaan terhadap perempuan dewasa
    2. Perkosaan terhadap anak-anak (perempuan atau laki-laki), termasuk juga hubungan sedarah (incest)
    3. Perkosaan yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaku
    4. Perkosaan dalam pernikahan, antara suami dan istri
    5. Perkosaan terhadap laki-laki, atau dikenal sebagai sodomi
  2. Penganiayaan seksual adalah bentuk nyata atau ancaman fisik secara seksual, baik dengan menggunakan kekerasan atau di bawah ketidaksetaraan atau kondisi pemaksaan.
  3. Eksploitasi seksual adalah bentuk nyata atau percobaan penganiayaan yang mengandung unsur kerentanan, perbedaan kekuasaan, atau kepercayaan, untuk tujuan-tujuan seksual. Termasuk untuk keuntungan finansial, sosial atau politik dengan mengeksploitasi seseorang secara seksual.
  4. Kekerasan seksual “tindakan seksual apapun, percobaan untuk melakukan kegiatan seksual, kata-kata atau cumbuan seksual yang tidak diinginkan, atau perdagangan seksualitas seseorang, menggunakan paksaan, ancaman fisik, oleh siapapun apapun hubungannya dengan si korban, dimana pun, tidak hanya di rumah atau di tempat kerja”. Kekerasan seksual terjadi dalam banyak bentuk, termasuk perkosaan, perbudakan seks, dan/atau perdagangan, kehamilan yang dipaksakan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan/atau penganiayaan, dan pengguguran kandungan yang dipaksakan.
  5. Kekerasan fisik mengacu pada tindakan yang menyakiti tubuh.
  6. Kekerasan psikologis mengacu pada tindakan atau peniadaan yang menyebabkan atau dapat menyebabkan penderitaan mental atau emosional, seperti –namun tidak terbatas pada- intimidasi, pelecehan, penguntitan, pengerusakan properti/barang, dipermalukan, kekerasan verbal, dan perselingkuhan. Menyaksikan kekerasan terhadap anggota keluarga, pornografi, menyaksikan penyiksaan hewan, atau melarang mengunjungi anak juga merupakan bentuk dari kekerasan psikologis.
  7. Penelantaran ekonomi merujuk pada perilaku yang membuat perempuan bergantung secara finansial, misalnya dengan cara:
    1. Menarik dukungan finansial atau melarang korban bekerja
    2. Diambil atau diancam untuk diambil sumber penghasilannya dan hak untuk menikmati harta bersama
    3. Mengontrol uang dan kepemilikan korban
  8. “Praktik-praktik berbahaya” adalah bentuk dari ketidaksetaraan gender dan norma sosial, budaya, dan agama yang diskriminatif, serta tradisi, yang berhubungan dengan posisi perempuan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat dan untuk mengendalikan kebebasan perempuan, termasuk seksualitasnya.

Sumber: Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid-19

Profil Perempuan Indonesia 2020

Pendidikan dan Kesehatan
Menurut profil perempuan Indonesia 2020, pendidikan bagi perempuan merupakan titik awal perubahan kehidupan perempuan yang berdampak pada kemajuan masyarakat yang lebih luas.  Situasi pendidikan perempuan Indonesia 2020 dapat dilihat dari angka melek huruf, jenjang pendidikan yang ditamatkan, serta rata-rata lama sekolah.

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015-2019, persentase angka melek huruf perempuan terus meningkat dari 96,96 persen pada tahun 2015 menjadi 97,64 persen pada tahun 2019. Meskipun terjadi peningkatan, persentase angka melek huruf perempuan pada tahun 2019 masih di bawah laki-laki, yakni 97,64 persen (perempuan) dibandingkan 98,79 persen (laki-laki).

Dari sisi jenjang pendidikan yang ditamatkan pada 2019, persentase perempuan yang menamatkan jenjang SD, SMP, serta D1-D4/S1 lebih tinggi daripada laki-laki. Sedangkan, persentase jenjang pendidikan SMA dan S2/S3 lebih banyak ditamatkan oleh laki-laki. Di sisi lain, lebih banyak perempuan yang tidak memiliki ijazah apapun dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan 14,81 persen (perempuan) dan 11,59 persen (laki-laki).

Tingkat pendidikan juga dapat dilihat dari capaian rata-rata lama sekolah. Pada tahun 2019, capaian rata-rata lama sekolah laki-laki mencapi 9,08 tahun, lebih tinggi daripada perempuan, yakni 8,42 tahun. Capaian rata-rata lama sekolah pada perempuan belum memenuhi target RPJMN tahun 2014-2019 yang menetapkan target rata-rata lama sekolah 8,8 tahun.

Dari sisi kesehatan, persentase penduduk dengan keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir pada 2019 lebih tinggi dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki, yakni 51,99 persen (perempuan) dibandingkan 48,8 persen (laki-laki).

Ketenagakerjaan
Tantangan perempuan Indonesia 2020 juga dapat dilihat dari sisi ketenagakerjaan, meliputi tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata upah pekerja perempuan, jenis pekerjaan, hingga jumlah pekerja migran Indonesia perempuan.

Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki pada 2019 lebih tinggi daripada perempuan, yakni 83,13 persen (laki-laki) dibandingkan 51,89 persen (perempuan). Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan budaya bahwa perempuan lebih banyak mengerjakan pekerjaan domestik di rumah tangga.

Situasi berbeda ditampakkan dari persentase tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2019. Meskipun sama-sama berhasil turun, persentase TPT perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yakni 5,23 persen (perempuan) dibandingkan 5,31 persen (laki-laki).

Akan tetapi, rendahnya persentase tingkat pengangguran terbuka perempuan tak berbanding dengan rata-rata upah yang didapat perempuan dibandingkan laki-laki. Upah rata-rata pekerja perempuan pada 2019 jauh lebih rendah daripada laki-laki, yakni Rp 2.351.057 (perempuan) dibanding Rp 3.167.092 (laki-laki).

Dari sisi jenis pekerjaan pada 2019, persentase pekerjaan perempuan di sektor formal juga lebih rendah daripada laki-laki, yakni 39,31 persen dibandingkan laki-laki 47,39 persen.

Angka berbeda ditunjukkan dari jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki. Jumlah PMI perempuan pada tahun 2019 adalah 191.237 orang, sedangkan laki-laki 85.316 orang.

Penggunaan Teknologi
Profil perempuan Indonesia dari sisi penggunaan teknologi dapat dilihat dari penggunaan telepon selular, kepemilikan telepon selular, penggunaan komputer, dan akses internet.

Dari sisi penggunaan telepon seluler pada 2019, laki-laki lebih mendominasi daripada perempuan. Persentase penduduk laki-laki yang menggunakan telepon selular adalah 78,92 persen, sedangkan perempuan  72,18 persen. Situasi sama juga terlihat dari data kepemilikan telepon seluler 2019. Persentase penduduk perempuan yang memiliki telepon seluler adalah 58,35 persen dibandingkan 68,68 persen (laki-laki).

Data penggunaan komputer 2019 juga menunjukkan dominasi laki-laki dibandingkan perempuan. Persentase penduduk perempuan yang mengunakan komputer sebesar 13,77 persen, dibandingkan 15,17 persen (laki-laki). Di sisi lain,  persentase penduduk perempuan yang pernah mengakses internet lebih rendah daripada laki-laki, yakni 44,86 persen dibandingkan 50,5 persen.

Kepemimpinan
Profil perempuan Indonesia 2020 dari sisi kepemimpinan dapat dilihat dari posisi jabatan pekerjaan formal, jumlah aparatur sipil negara (ASN), serta persentase perempuan di parlemen dan kabinet.

Persentase jabatan manager pada 2019 lebih banyak diduduki laki-laki daripada perempuan, yakni 69,37 persen (laki-laki) dan 30,63 persen (perempuan). Akan tetapi, dalam empat tahun terakhir 2016-2019, persentase jabatan manager pada perempuan terus mengalami peningkatan, yakni 24,17 persen pada 2016 menjadi 30,63 persen pada tahun 2019.

Di antara aparatur sipil negara 2019, persentase ASN perempuan menunjukkan dominasi jumlah, yakni 51,51 persen, dibandingkan laki-laki, yakni 48,49 persen. Sedangkan, di parlemen, persentase jumlah anggota perempuan terus mengalami peningkatandari  sejak 2004 hingga 2019, dari 11,82 persen (2004) menjadi 20,87 persen (2019). Akan tetapi, persentase 2019 tersebut masih di bawah laki-laki dengan persentase 79,13 persen.

Persentase menteri perempuan di kabinet mengalami naik turun sejak 2009 hingga 2019. Pada kabinet 2009-2014, persentase menteri perempuan sebesar 11,76 persen, kemudian naik menjadi 23,53 persen pada kabinet 2014-2019. Pada kabinet 2019-2024, persentase menteri perempuan turun menjadi 14,71 persen.

Berdasarkan fungsinya di rumah tangga, persentase kepala rumah tangga perempuan pada 2019 sebesar 15,46 persen, lebih rendah daripada persentase laki-laki, yakni 84,54 persen.

Sumber: Profil Perempuan Indonesia, Kementerian PPPA

Referensi

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Sumber lain