Paparan Topik | Tahun Baru Imlek

Tahun Baru Imlek: Sejarah, Tradisi, dan Perayaannya di Indonesia

Imlek merupakan tradisi yang dirayakan oleh masyakat Tionghoa di seluruh dunia sebagai ungkapan syukur dan harapan akan rejeki pada tahun yang akan dilewati. Perayaan Imlek di Indonesia sempat dibatasi selama Orde Baru.

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA

Ribuan warga berbaur menjadi satu dalam perayaan tahun baru Imlek 2568/2017 di kawasan depan Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Jumat malam hingga Sabtu dinihari (27-28/1/2017). Lampu-lampu lampion dan pijar kembang api menyemarakan perayaan Imlek di Solo.

Fakta Singkat

Tahun Baru Imlek

  • Merupakan Festival Musim Semi, menyambut musim tanam (petani)
  • Dirayakan selama 15 hari, ditutup dengan perayaan Cap Go Meh
  • Berdasarkan Kalender yang ditemukan oleh Huang Di (2698-2596 SM)

Tradisi Seputar Imlek

  • Kegiatan: bersih-bersih rumah sebelum perayaan, menghias rumah, mengenakan pakaian merah/oranye/merah muda, kumpul makan malam, berdoa di depan abu leluhur, saling mengunjungi kerabat
  • Pantangan: bersih-bersih rumah selama perayaan, makan bubur selama perayaan, pakaian hitam/putih, menggunakan benda tajam, bercukur

Hari Besar Khonghucu

  • Tanggal 30 bulan 12: Sembahyang akhir tahun Chuxi (Zhu Chi)
  • Tanggal 1 bulan 1: Sembahyang awal tahun
  • Tangal 2 bulan 1: Mulai pantang, persiapan sembahyang besar Jiang Tian Gong
  • Tanggal 8 bulan 1: Sembahyang Jing Tiang Gong (Keng Thi Kong)
  • Tanggal 15 bulan 1: Sembahyang Shang Yuang, bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh

Perayaan di Indonesia:

  • Ditetapkan sebagai Hari Raya dengan Penetapan Pemerintah 1946 No. 2/Um
  • Dibatasi perayaannya dengan Inpres 14/1967
  • Dibebaskan perayaannya dengan Keppres 6/2000
  • Ditetapkan sebagai hari libur fakultatif melalui SK Menag 23/2001
  • Ditetapkan sebagai Hari Nasional dengan Keppres 19/2002

Imlek merupakan tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, apa pun agama yang mereka anut saat ini, tak terkecuali di Indonesia.

Perayaan tahun baru Imlek mulanya merupakan perayaan petani di China untuk menyambut pergantian musim dingin ke musim semi. Perayaan tersebut sering disebut Sin Cia atau Festival Musim Semi yang berlangsung dari tanggal 1 bulan pertama (1 Cia Gwee) dan berakhir tanggal 15 bulan pertama (15 Cia Gwee).

Berbagai kegiatan yang dilakukan sepanjang perayaan tersebut meliputi sembahyang Imlek, makan bersama keluarga, saling mengunjungi kerabat, sembahyang kepada sang Pencipta (Tian), hingga perayaan Cap Go Meh.

Kegiatan tersebut merupakan ungkapan syukur atas seluruh pengalaman dan pencapaian sepanjang tahun yang telah berlalu serta harapan akan rezeki di tahun yang baru. Selain itu, perayaan ini juga bertujuan untuk menjamu leluhur dan bersilaturahmi dengan kerabat serta tetangga.

Di Indonesia, Imlek sempat dilarang dirayakan di muka umum sepanjang Orde Baru. Dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Imlek boleh dirayakan di muka umum, bahkan kemudian ditetapkan sebagai hari raya nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

KOMPAS/JOHNNY TG

Wihara Dharma Bhakti di Jalan Kemenangan III, Kelurahan Glodok, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, dipadati oleh mereka yang melakukan sembahyang menjelang Imlek 2552/2001, (23/1/2001).

Sejarah Perayaan Imlek

Sejarah peringatan tahun baru Imlek memiliki beberapa versi. Salah satu pendapat, Marcus AS dalam bukunya Hari Raya Tionghoa, menyebutkan bahwa Tahun Baru Imlek dirayakan karena beberapa alasan. Pertama, hari raya ini diperingati sebagai permulaan musim semi atau “cun”. Alasan yang pertama ini dipengaruhi kebiasaan orang Tionghoa mengucapkan “Sin Cun Kiong Hi” pada perayaan ini yang kurang lebih berarti “Selamat Musim Semi Baru”.

Kedua, Hari Raya Imlek diperingati dengan alasan pada masa kuno, hari tersebut bertepatan dengan menitisnya Giok Hong Sian Tee, maha dewa yang paling berkuasa di seluruh alam semesta, yang akhirnya menjadi seorang raja. Alasan lain mengatakan bahwa peringatan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hari lahir Giok Hong Siang Tee.

Terlepas dari ketiga versi di atas, terdapat alasan sosio-kultural yang melandasi pentingnya penanggalan Imlek bagi orang Tionghoa terutama petani dan nelayan. Pada zaman dahulu, pekerjaan petani dan nelayan sangat bergantung pada tanda alam.

Masyarakat petani menandai berakhirnya musim dingin dan masuk ke musim semi untuk mulai bercocok tanam. Sementara itu, masyarakat nelayan menggunakan tanda bulan purnama saat air pasang untuk mengambil langkah terkait pekerjaan mereka. Berdasarkan kalender Imlek, masyarakat Tionghoa menandai siklus tahun, ibadah pergantian tahun, serta awal musim bercocok tanam.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Atraksi barongsai dan Liong mewarnai perayaan Cap Go Me di Wihara Amurva Bhumi (Hok Tek Kiong) kompleks Pasar Lama, Jatinegara, Kelurahan Balimester, Jakarta Timur, Rabu (27/2/2002) . Arak-arakan yang berlangsung hampir dua jam dengan mengelilingi pasar tersebut disaksikan ratusan pemilik toko dan warga sekitar.

Kalender Imlek

Alasan sosio-kultural di atas dapat juga dilihat dari sejarah penggunaan kalender Imlek.

Kalender Imlek merupakan sistem penanggalan tertua yang masih digunakan sebagai peringatan hingga saat ini. Hal ini tampak dari angka tahun yang sudah mencapai tahun 2572 pada tahun 2021 Masehi. Bahkan, kalender China sendiri jauh lebih tua dari angka tahunnya karena dipercaya diciptakan oleh Kaisar Huang Di (2697-2597 SM).

Kalender China sendiri menggunakan patokan pergerakan Bulan dan Matahari semu dalam mengelilingi Bumi (Linusolar Calendar). Dengan dasar tersebut, satu tahun penanggalan China terdiri atas 12 bulan karena satu tahun tropis (365,2422 hari) hampir sama dengan 12 lunasi Bulan dalam mengelilingi Bumi yang rata-rata lamanya 354,3671 hari.

Mengingat penanggalan tersebut didasarkan pada fenomena astronomi, penentuan awal bulan dan awal tahun memerlukan data dan perhitungan astronomi yang akurat. Perhitungan tersebut antara lain mendasarkan pada bujur 120 derajat bujur timur hingga penentuan hari saat terjadi bulan mati (konjungsi) merupakan hari pertama dalam bulan. Dengan berbagai pertimbangan di atas, Imlek selalu terjadi antara tanggal 21 Januari hingga 20 Februari Masehi. (Kompas, 15/2/2002).

KOMPAS/KORANO NICOLASH LMS

Menyambut Tahun Baru Imlek, klenteng-klenteng bersih-bersih, termasuk patung-patung juga dimandikan. Meski sudah mendekati hari Imlek, namun Klenteng Sam Kwan Thai Tie Bio di Jalan jembatan Baru, Kelurahan Pinangsia, kecamatan Taman Sari, jakarta Barat, di seberang Stasiun Kota, kini hanya buka hari Minggu saja. Padahal Sam Kwan Thai Tie Bio merupakan satu-satunya klenteng di Jakarta sebagai tuan rumah Sam Kwan Thai Tie atau Dewa Pencatat Permohonan umat manusia, (27/1/2003).

Huang Di, sang pencipta kalender tersebut, merupakan nabi keempat dalam agama Khonghucu sekaligus raja dan ahli astronomi. Sumber lain menyatakan bahwa Huang Di (Kaisar Kuning) yang hidup pada 2698-2596 sebelum Masehi merupakan raja dan sekaligus nabi purba ketiga agama Khonghucu setelah Nabi Fu Xi dan Shen Nong.

Kalender Huang Di dikenal juga dengan kalender Xia karena digunakan pertama kali pada Dinasti Xia (2205-1676 SM). Dalam era inilah, mulai dikenal istilah Zheng Yue Chu Yi (1 Cia Gwee) atau hari pertama di tahun baru. Dalam perkembangannya, penetapan hari pertama di tahun baru mengalami perubahan pada era Dinasti Shang, Zhou, Qin, dan awal dinasti Han tergantung prioritas kepentingan tiap dinasti.

Selama pemerintahan Dinasti Xia, kalender mengutamakan kepentingan rakyat yang mayoritas berprofesi petani. Oleh karena itu, awal tahun ditandai dengan akan tibanya musim semi. Bagi petani, hal ini adalah dimulainya kerja baru dengan memasuki musim tanam. Secara filosofis, hal ini merupakan harapan baru yang ditandai dengan dimulainya kehidupan atau aktivitas segenap makhluk hidup setelah sekian lama terdampak musim dingin. Dengan pemahaman tersebut, kalender Imlek sering juga disebut sebagai “Kalender Petani” (Kompas, 12/2/2002).

Penetapan kembali perayaan Tahun Baru Imlek pada saat Zheng Yue Chu Yi (1 Chia Gwee) dilakukan oleh Kaisar Han Wu Di pada tahun 104 sebelum Masehi. Karena penghormatan kaisar terhadap Nabi Khongcu, tahun kelahiran Nabi Khongcu (551 SM) dijadikan tahun pertama kalender Imlek/Kongzili. Oleh karena itu, pada 12 Februari 2021, diperingati tahun baru Imlek 2572 (551 + 2021).

Tradisi Seputar Imlek

Perayaan Tahun Baru Imlek yang berlangsung selama kurang lebih 15 hari diwarnai dengan berbagai tradisi yang dimulai sejak malam menjelang tahun baru.

Pada hari-hari menjelang perayaan, terutama hari sebelum Tahun Baru Imlek, rumah-rumah orang Tionghoa biasanya dibersihkan dan dicat. Selain itu, dekorasi dengan dominasi warna merah mulai dipasang. Hal ini merupakan simbol ungkapan bahagia.

Tidak hanya dekorasi berupa hiasan, biasanya juga akan ada beberapa tulisan dipasang sebagai ungkapan syukur. Misalnya saja, “Su Kwi Peng An” yang artinya “Selama Empat Musim Tetap Selamat” ataupun juga “Ngo Hok Lim Mui” yang berarti “Lima Rezeki Menunggu di Depan Pintu”. Selain itu terdapat juga kata-kata seperti “Cay Cu Siu” yang semuanya terkait dengan makna kemakmuran. Cay berarti kekayaan, Cu berarti banyak anak, sementara Siu artinya panjang umur.

Tepat pada tengah malam hari terakhir bulan 12 Imlek, biasanya seluruh keluarga orang Tionghoa akan berkumpul untuk makan malam bersama dan saling mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek. Pada malam ini, seluruh keluarga akan bercengkerama sambil berharap turunnya dewa rejeki.

Dalam tradisi sosial lama, kaum berpunya biasanya akan bertindak sebagai pembeli atau penjemput dewa rejeki. Sementara, mereka yang tidak berpunya akan membawa tulisan yang mengandung makna rejeki atau lukisan dewa rejeki. Akan terjadi barter antara dua golongan dari kelas sosial yang berbeda tersebut.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pengunjung mengambil foto salah satu model lampion yang dijajakan salah satu lapak pedagang di Pancoran Glodok, Jakarta Barat, Sabtu (16/12/2021). Meski Perayaan Tahun Baru Imlek masih beberapa pekan lagi beragam pernak pernik Imlek mulai banyak dijajakan di toko maupun lapak pedagang kaki lima di kawasan Pecinan Glodok. Aneka barang itu ditawarkan mulai dari harga Rp 5.000 hingga ratusan ribu rupiah. Tahun Baru Imlek akan jatuh pada 12 Februari.

Pada pagi hari Tahun Baru Imlek, keluarga-keluarga Tionghoa biasanya berdoa di depan abu leluhur yang mereka rawat di rumah masing-masing. Setelah itu, pada siang harinya orang-orang biasanya saling mengunjungi ke rumah kerabat untuk mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek.

Setelah hari pertama bulan baru di tahun baru ini, dalam tradisi lama, akan ada perayaan-perayaan khusus mulai hari kedua dan seterusnya hingga ditutup pada tanggal 15 Cia Gwee pada perayaan Cap Go Meh. Perayaan ini identik dengan kue keranjang dan pertunjukan barongsai.

Penutupan perayaan serangkaian perayaan imlek ini juga sering disebut Pesta Goan Shiauw. Hal ini disebabkan hari ini diperingati sebagai hari lahirnya Siang Goan Thian Koan atau roh yang memerintah langit dan bumi. Roh ini dipercaya akan memberikan pengampungan atas dosa manusia.

Tradisi perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia sangat dipengaruhi oleh daerah atau tempat tinggal orang keturunan Tionghoa di Indonesia. Perayaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur berbeda dengan perayaan di Jawa Barat. Begitu juga dengan Jakarta, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, maupun wilayah lainnya.

Misalnya di Jawa barat dan Jakarta, ikan bandeng adalah menu wajib perayaan Tahun Baru Imlek. Hal ini disebabkan makanan favorit orang Indonesia keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah tersebut adalah bandeng.

KOMPAS/JOHNNY TG

Sepekan menjelang perayaan Imlek, 5 Januari 2000, banyak pernak-pernik kebutuhan Imlek dijual di sepanjang Jalan Pintu Kecil, Glodok, Jakarta Kota, Sabtu (29/1/2000). Berbagai jenis ikan seperti bandeng dan udang, lampion, hiasan-hiasan terkait Imlek, justru hampir menutupi Soto Betawi Stand Afung dan banyak dikunjungi pembeli. Harga perlengkapan Imlek dijual mulai dari Rp 7.500 sampai ratusan ribu rupiah.

Harapan dan Pantangan

Hal-hal yang terjadi di awal tahun baru Imlek dipercaya dapat mempengaruhi peruntungan selama satu tahun yang akan berjalan. Oleh karena, terdapat beberapa penantian dan pantangan selama perayaan imlek.

Hujan menjadi hal yang dinantikan selama perayaan Tahun Baru Imlek. Sedangkan, bersih-bersih, makan bubur, pakaian hitam dan putih, serta benda berujung tajam dipercaya sebagai pantangan selama perayaan.

Selama perayaan Imlek, hujan selalu dinantikan. Hal ini terjadi karena Imlek dahulu menjadi penanda berakhirnya musim dingin dan dimulainya musim semi. Bagi masyarakat petani yang akan mulai menanam, hujan menjadi hal yang wajar untuk dinantikan.

Bersih-bersih, misalnya menyapu, menjadi hal yang pantang dilakukan selama Imlek karena dianggap akan “menyapu” nasib baik dan rezeki bersama sampah yang dibersihkan. Bersih-bersih sebaiknya dilakukan sebelum Imlek.

Pada saat Imlek, sangat pantang untuk makan bubur karena bubur merupakan makanan orang sakit sehingga diasosiasikan dengan kesialan di tahun tersebut. Lebih baik memakan sesuatu yang padat seperti lontong dibandingkan bubur yang cair.

Pantangan selama Imlek juga menyangkut pakaian. Selama perayaan Imlek, pakaian berwarna hitam maupun putih pantang dipakai karena melambangkan kesedihan dan kedukaan. Kesedihan dan kedukaan dijauhi karena dianggap dapat terbawa selama tahun tersebut. Oleh karena itu, pakaian warna cerah seperti merah, oranye, dan merah muda lebih dipilih karena melambangkan keceriaan.

Hal lain yang dihindari selama Imlek adalah menggunakan benda-benda berujung tajam, seperti gunting dan pisau. Penggunaan benda-benda tersebut dikhawatirkan dapat mencelakakan yang dianggap sebagai pertanda kesialan yang akan terus berlangsung sepanjang tahun yang baru.

Kegiatan potong rambut juga diperhatikan selama Imlek. Potong rambung selama dan setelah Imlek dihindari karena dianggap dapat memotong rezeki pada tahun tersebut.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Dua gunungan kue keranjang turut dalam kirab Garebeg Sudiro di sekitar Pasar Gede, Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (30/1/2001). Warga Kelurahan Sudiroprajan yang merupakan kawasan pecinan di Solo menggelar tradisi garebeg sebagai bentuk akulturasi budaya untuk menyambut Imlek 2562. Beragam kesenian dari budaya Tionghoa dan Jawa ditampilkan dalam garebeg.

Hari Besar Khonghucu

Meskipun dirayakan secara beragam di berbagai negara sebagai sebuah tradisi, Imlek juga dianggap sebagai hari besar penganut agama Khonghucu.

Setiap tanggal 29 atau 30 bulan 12 Imlek, penganut Khonghucu wajib melakukan sembahyang untuk mengucap syukur atas semua berkah sepanjang tahun. Ibadah akhir tahun tersebut disebut Chuxi atau Zhu Chi. Ibadah ini dilakukan di depan meja abu leluhur masing-masing keluarga sebagai wujud bakti pada leluhur. Pada malam pergantian tahun, juga diadakan acara kumpul seluruh anggota keluarga dengan makan malam bersama.

Selanjutnya, pada tanggal 1 bulan pertama Kongzili diadakan ibadah peringatan tahun baru. Hari tersebut dianggap sebagai hari agung untuk melakukan sembahyang ke hadirat Tuhan (Tian). Selama sembahyang ini, umat Khonghucu juga berjanji untuk hidup lebih baik di tahun yang akan berjalan.

Selanjutnya, diadakan pemberian selamat dan memohon restu kepada orangtua atau yang dituakan. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua minggu sambil bersilaturahmi memberikan ucapan selamat serta saling mendoakan kebahagiaan dan kesejahteraan di tahun yang baru.

KOMPAS/JOHNNY TG

Warga Keturunan Tionghoa sembahyang dalam ragka menyambut Imlek di Vihara Dharma Bakti, Petak Sembilan, Jakarta Barat, (5/2/2000).

Pada hari kedua, umat Khonghucu menyucikan hati dengan menjalankan pantang untuk menyambut sembahyang besar Jing Tian Gong. Pantang dilakukan dengan pantang makanan dan perilaku, membersihkan batin, serta membersihkan badan dengan mandi dan keramas.

Pada tanggal 8 bulan ke 1 Kongzili, dilakukan sembahyang Jing Tian Gong atau Keng Thi Kong pada pukul 23.00-01.00. Sembahyang tersebut dilakukan untuk mohon penyertaan dan bimbingan untuk melaksanakan semua rencana yagn akan dilaksanakan pada tahun baru.

Pada tanggal 15 bulan 1 Kongzili, diadakan sembahyang Shang Yuan kepada bumi sebagai awal musim tanam. Sembahyang ini juga bertepatan dengan peringatan malam purnama pertama di tahun baru. Perayaan ini juga disebut Cap Go Meh, bergembira bersama di bawah naungan sinar bulan purnama pertama di tahun baru.

Perayaan Imlek di Indonesia

Setelah Indonesia merdeka, hari besar orang Tionghoa termasuk dalam hari besar yang diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan penyebutan perayaan hari raya Tionghoa dalam Penetapan Pemerintah 1946 No. 2/Um berjudul Aturan tentang Hari Raya. Aturan tersebut ditetapkan di Yogyakarta oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi pada 18 Juni 1946. Berbagai hari raya yang ditetapkan aturan tersebut adalah hari raya umum, hari raya Islam, hari raya Kristen, dan hari raya Tionghoa.

Dalam pasal 4 aturan tersebut tertulis, Tahun Baru Imlek menjadi salah satu hari raya masyarakat Tionghoa selain peringatan wafat Konghucu, peringatan Tsing Bing (Ceng Beng), dan hari lahir Khonghucu. Tahun baru Imlek ditetapkan pada tanggal 2 Februari, wafat Khonghucu pada 29 Maret, Tshing Bing pada 5 April, dan lahirnya Khonghucu pada 22 September.

Meskipun demikian, hari-hari raya di atas bukan merupakan hari libur nasional. Dalam pasal 5 disebutkan bahwa pada peringatan hari raya Tionghoa semua kantor pemerintah dibuka setengah hari kecuali kantor yang menurut kepala kantornya harus dibuka sehari. Ditambahkan pula bahwa pegawai Tionghoa tetap wajib masuk kantor.

Sebagai gambaran, dalam aturan tersebut disebutkan pula bahwa meskipun semua kantor pemerintah ditutup pada hari raya umum, hari raya Islam, dan Kristen, ada pula perkecualian. Kantor-kantor pemerintah penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka, dibuka sehari atau setengah hari.

KOMPAS/TJAHJA GUNAWAN

Presiden Abdurrahman Wahid disertai Ibu negara Sinta Nuriyah, menghadiri Perayaan Tahun Baru Imlek 2552 yang diadakan oleh Majelis Tinggi Khonghucu Indonesia di Lapangan Tennis Indoor, Senayan-Jakarta, Minggu (28/1/2001). Hadir pula antara lain Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, Ketua MPR Amin Rais, dan lain-lain.

Selama Orde Lama, tak ada aturan pelaksanaan tradisi kepercayaan Tionghoa. Artinya, tidak ada pembatasan pelaksanaan perayaan di ranah privat maupun publik. Baru pada 6 Desember 1967, Jenderal Soeharto, Pejabat Presiden kala itu, menetapkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China. Pokok utama instruksi presiden ini adalah membatasi kegiatan budaya Tionghoa, termasuk di dalamnya perayaan Imlek, agar hanya dilakukan di ranah privat.

Dalam aturan di atas, disebutkan pertimbangan perlunya mengatur secara proporsional agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa di Indonesia. Pengaturan ini dilakukan dengan pertimbangan adanya pengaruh psikologis, mental, dan moral yang kurang wajar terhadap warga negara Indonesia.

Poin pertama instruksi ini adalah ibadah Tionghoa dengan segala tata caranya harus dilakukan dalam lingkup internal relasi keluarga maupun perorangan. Akan tetapi, pembatasan ruang tersebut tidak mengurangi keleluasaan memeluk agama cara ibadat Khonghucu.

Poin kedua instruksi ini secara spesifik menunjuk pada perayaan pesta agama dan adat istiadat Tionghoa hendaknya dilakukan secara tidak menyolok di depan umum, sebaliknya dilakukan sebatas dalam lingkungan keluarga. Poin ini secara eksplisit membatasi perayaan Imlek di ruang publik.

Oleh karena itu, sejak peraturan tersebut ditetapkan hingga 1998, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum, termasuk Cap Go Meh hingga tarian barongsai dan liong.

KOMPAS/ALIF ICHWAN
Presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR Amien Rais, Gubernur DKI Sutiyoso dan Taufik Kiemas, hadir pada Perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2553 yang diadakan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia di Gedung Exhibition Hall A PRJ Kemayoran, Jakarta, Minggu (17/2/2002). Pada kesempatan ini, Presiden mencanangkan bahwa Tahun Baru Imlek sebagai Hari Raya Nasional.

Barulah pada masa Reformasi, aturan ini dicabut oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Pada tanggal 17 Januari 2000, Gus Dur menetapkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Pertimbangan Gus Dur melakukan pencabutan ini adalah penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat merupakan bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia. Pertimbangan lain, Inpres 14/1967 dinilai membatasi ruang gerak warga negara Indonesia keturunan Tionghoa untuk menyelenggarakan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya.

Dalam poin ketiga Keppres 6/2000 ini disebutkan secara eksplisit bahwa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat dilakukan tanpa membutuhkan izin khusus. Dengan demikian, perayaan Tahun Baru Imlek termasuk dalam perayaan yang tidak dibatasi di ranah privat sehingga dapat diperingati di ruang publik.

Langkah pemerintah tersebut diikuti dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2001. SK tersebut menetapkan hari raya dan Tahun Baru Imlek menjadi hari libur fakultatif (Kompas, 23/1/2001). Dengan demikian, bagi mereka yang merayakan Imlek dapat mengambil libur dan tidak dianggap sebagai mangkir pada Imlek 2001. Aturan tersebut juga menjadi dasar libur fakultatif pada Imlek 2002 yang jatuh pada 12 Februari 2002 (Kompas, 7/2/2002).

Dengan dua aturan tersebut, masyarakat Tionghoa  di Indonesia semakin terbuka dalam merayakan Tahun Baru Imlek. Pertunjukan atraksi naga dan barongsai pun kemudian ikut memeriahkan perayaan Tahun Baru Imlek di berbagai tempat. Bahkan, beberapa perkantoran dan sekolah memberlakukan hari libur (Kompas, 13/2/2002).

Tidak berhenti di situ, pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai hari nasional. Penetapan tersebut disampaikan oleh Presiden Megawati pada saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002. Dalam pidato di luar teks, Presiden menyatakan, “Demi kebersamaan kita sebagai warga dan bangsa, dengan ini saya nyatakan Tahun Baru Imlek sebagai hari nasional” (Kompas, 18/2/2002).

Penetapan tersebut disusul dengan munculnya  Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek pada tanggal 9 April 2002. Dalam pasal 1 Keppres ini ditetapkan, Tahun Baru Imlek sebagai hari nasional. Dengan begitu, perayaan ini menjadi hari raya yang diakui dan dirayakan secara nasional serta menjadi hari libur nasional. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Arti Tahun Baru Imlek”, Kompas, 31 Januari 2002, hlm. 4.
  • “Imlek Jadi Hari Libur Fakultatif”, Kompas, 23 Januari 2001, hlm. 6.
  • “Imlek Hari Libur Fakultatif”, Kompas, 7 Februari 2002, hlm. 9.
  • “Imlek dan Kebajikan Universal”, Kompas, 12 Februari 2002, hlm. 4.
  • “Imlek dan Kalender Astronomi”, Kompas, 15 Februari 2002, hlm. 30.
  • “Beragam, Tanggapan terhadap Imlek 2002”, Kompas 13 Februari 2002, hlm. 21.
  • “Presiden Tetapkan Imlek Hari Nasional”, Kompas, 18 Februari 2002, hlm. 1.
Buku
  • S., Marcus. 2015. Hari Raya Tionghoa. Jakarta: Suara Harapan Bangsa
  • Tan, Markus. 2008. Imlek & Alkitab. Jakarta: Bethlehem Publisher
Internet