Paparan Topik | Sumpah Pemuda

Kongres Pemuda Pertama 1926

Kongres pemuda pertama dilaksanakan pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Kawasan Lapangan Banteng (Weltevreden), Jakarta. Dalam kongres ini dibahas berbagai persoalan, seperti pembentukan badan terpusat, gagasan persatuan, peran wanita, peran agama, serta peran bahasa menuju Indonesia merdeka.

KOMPAS/MAMAK SUTAMAT

Para tokoh Kongres Pemuda I dan II bertemu di Gedung Sumpah Pemuda (28/10/1978), tampak M. Tabrani (memegang tongkat) duduk di samping Menteri Abdul Gafur.

Kongres Pemuda Indonesia 1926

Het eerste Indonesische Jeugdcongres

  • Dilaksanakan pada 30 April-2 Mei 1926
  • Pembukaan Kongres di Gedung Vrijmetselaarsloge, Jakarta
  • Bahasa Pengantar: Belanda
  • Tema: Penyebaran Jiwa Kebangsaan Indonesia di Kalangan Pemuda Indonesia

Susunan Panitia

  • Ketua: Mohammad Trabrani (Jong Java)
  • Wakil Ketua: Soemarmo (Jong Java)
  • Sekretaris: Djamaluddin Adinegoro (Jong Soematranen Bond)
  • Bendahara: Soewarso (Jong Java)

Anggota

  • Bahder Djohan (Jong Soematranen Bond)
  • Jan Toule Soulehwij (Jong Ambon)
  • Paul Pinontoan (Jong Celebes)
  • Achmad Hamami (Sekar Roekoen)
  • Sanusi Pane (Jong Bataks Bond)
  • Sarbani (Jong Soematranen Bond)

Peserta:

Pemuda-pemudi anggota dari berbagai organisasi pemuda kebangsaan

Kongres Pemuda Pertama diselenggarakan dengan semangat persatuan kebangsaan. Panitia dan peserta berupaya untuk membentuk suatu badan terpusat bagi organisasi pemuda kedaerahan dan keagamaan yang telah ada.

Lahirnya Budi Utomo pada 1908 ikut memengaruhi pendirian organisasi pemuda di Tanah Air. Berbagai pemuda mendirikan organisasi yang bersifat kedaerahan, seperti Tri Koro Dharmo (kemudian menjadi Jong Java), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Pemuda Betawi, Jong Celebes, Sekar Rukun, maupun Pemuda Timor.

Dalam perkembangannya, muncul pula organisasi dengan cakupan yang lebih luas, misalnya Perhimpunan Indonesia di Belanda yang berkembang menjadi organisasi politik. Di Tanah Air, gagasan akan perlunya perkumpulan pemuda-pemuda di seluruh Hindia Belanda juga semakin berkembang. Salah satunya tecermin dari gagasan Satiman, Ketua Tri Koro Dharmo, bahwa di kemudian hari, organisasinya akan dapat dijadikan perkumpulan bagi pemuda-pemuda di seluruh “Hindia”.

Walaupun gagasan ke arah persatuan semakin berkembang, dalam praktiknya, muncul perdebatan terkait cara, antara membentuk federasi atau fusi. Federasi dipahami sebagai gabungan dari tiap perkumpulan yang sudah ada. Sedangkan fusi adalah peleburan semua organisasi menjadi satu organisasi baru.

Salah satu upaya untuk memperoleh kesatuan pendapat terhadap cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan persatuan para pemuda, digagas suatu Kerapatan Besar yang di kemudian hari disebut sebagai Kongres Pemuda Pertama.

Penyelenggaraan Kongres Pemuda Pertama merupakan hasil dari Konferensi Organisasi Pemuda Nasional pada 15 Agustus 1925 di gedung Lux Orientalis, Jakarta. Konferensi dihadiri oleh para wakil organisasi, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Minahassasche Studeerenden, dan Sekar Roekoen. Hasilnya, dibentuk panitia untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia dengan ketua Mohammad Tabrani, dibantu Soemarmo sebagai wakil ketua, Djamaluddin Adinegoro sebagai sekretaris, dan Soewarso sebagai bendahara. Selain itu, panitia juga dibantu oleh beberapa anggota, yakni Bahder Djohan, Jan Toule Soulehwij, Paul Pinontoan, Achmad Hamami, Sanusi Pane, dan Sarbani.

Menurut Tabrani, seluruh anggota panitia dan pembicara Kongres Pemuda Pertama merupakan para pemuda yang sudah menganut paham persatuan nasional. Walaupun masih menjadi anggota masing-masing perhimpunan, keikutsertaan mereka tidak mewakili perhimpunan masing-masing. Beberapa pembicara yang bukan dari panitia, antara lain, Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond, Stien Adam dari Pelajar Minahasa, Soenardi Djaksodipoera (Mr. Wongsonegoro) dari Jong Java (Kompas, 28/4/1975).

Kongres Pemuda Pertama berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 dengan menggunakan bahasa Belanda. Kongres ini bertujuan untuk membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda dan mencari dasar persatuan bagi Indonesia. Selain itu, dibahas pula hal-hal, seperti kemungkinan pembentukan badan terpusat, memajukan gagasan persatuan, peran wanita, peran agama, serta peran bahasa. Walaupun belum menghasilkan suatu kesepakatan, Kongres Pemuda Pertama menunjukkan usaha ke arah persatuan para pemuda.

KOMPAS/NINA SUSILO
Bangunan berpilar di Jalan Budi Utomo Nomor 1, Jakarta kini menjadi salah satu gedung Kantor Pusat Kimia Farma. Namun, tahun 1926, bangunan ini menjadi saksi perdebatan para pemuda Indonesia untuk menyatukan gerakan menuju kemerdekaan. Kongres Pemuda I tahun 1926 disusul dengan Kongres Pemuda II tahun 1928 menjadi tonggak persatuan Bangsa Indonesia dengan jembatan pemersatunya, Bahasa Indonesia.

Jalannya Kongres

Hari pertama

Berdasarkan buku Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Kongres Pemuda Indonesia Pertama dibuka secara resmi pada tanggal 30 April 1926 di Gedung Vrijmetselaarsloge (sekarang Gedung Kimia Farma, Jalan Budi Utomo, Jakarta) pada pukul 20.00. Pidato pembukaan dibawakan oleh ketua kongres, M Tabrani, sekaligus membuka kongres secara resmi.

Dalam pidato pembukaan, Tabrani, antara lain menyatakan bahwa ada banyak jalan bagi putera-puteri di negara yang terjajah, termasuk Indonesia, untuk melaksanakan kewajibannya membebaskan diri dari penjajah. Ada jalan reaksioner, ada pula jalan nonreaksioner. Semua orang bebas menggunakan cara membebaskan Indonesia sesuai dengan panggilan hatinya. Menurut Tabrani, “mengakui adanya berbagai jalan merupakan langkah pertama ke arah tujuan kita bersama.” Oleh karena itu, ia meminta semua peserta kongres “tidak menjadi tonggak kekuatan-kekuatan yang menentang kemerdekaan Indonesia.”

Terkait kongres, Tabrani menyatakan tujuan kongres adalah “membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda di negeri ini agar dengan demikian diletakkan dasar bagi persatuan Indonesia dengan memandang Indonesia dalam hubungan dengan dunia secara luas.”

Selain itu, ia juga menyatakan sifat kongres pemuda yang sedang berlangsung itu adalah perseorangan. Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan “jika kongres ini bersifat perwakilan, dengan sendirinya hal tersebut akan membawa kesulitan dalam hal jumlah wakil dari berbagai organisasi pemuda yang akan dan yang harus duduk dalam konferensi ini.” Alasan lain, bila “orang-orang yang duduk dalam konferensi itu pertama-tama akan mewakili organisasi, kita tidak dapat berharap bahwa mereka akan bertindak sebagai pemuda Indonesia.” Akan tetapi, demi alasan praktis, yakni mengerjakan kegiatan kepanitiaan, diikutsertakan pula anggota organisasi pemuda yang sudah ada dalam panitia Indonesia Muda.

Di akhir pidato, Tabrani menyatakan, “adalah dambaan saya agar kongres ini akan menjadi suara kaum muda Indonesia yang akan datang, yang kelak terpanggil untuk bekerja, berjuang, dan mati demi Kemerdekaan Negeri dan bangsa kita. Bangsa Indonesia di seluruh kepulauan Nusantara, bersatulah! Dengan ini saya menyatakan Kongres ini dibuka.”

Setelah kongres dibuka secara resmi, wakil-wakil dari perkumpulan yang menghadiri kongres diberi waktu untuk ikut berbicara, memberikan dukungan atas penyelenggaraan konggres. Mereka yang diberi kesempatan berbicara adalah anggota dari perkumpulan Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieteng Bond, Sekar Roekoen, Jong Batak, Jong Theosofen Bond, Ambonshce Studeerenden, Minahassasche Studeerenden, Studieclub Indonesia, Boedi Oetomo, Muhamadiyah, serta perorangan yang ikut menyatakan dukungan atas kongres pemuda indonesia yang pertama. Acara dilanjutkan dengan istirahat selama 15 menit.

Setelah istirahat, acara dilanjutkan dengan ceramah dari Soemarto berjudul “Gagasan Persatuan Indonesia”. Dalam ceramahnya, Soemarto memaparkan perkembangan kebangkitan nasional dengan munculnya berbagai organisasi sejak pendirian Budi Utomo. Di sisi lain, ia juga memaparkan perkembangan organisasi pemuda nasional, mulai dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Islameiten Bond, Jong Batak Bond, hingga Perhimpunan Indonesia.

Menurut Soemarto, “hingga kini, tak satu pun organisasi yang pernah menyangkal akan perlu adanya kerja sama dan persatuan.” Oleh karena itu, persatuan Indonesia menjadi semakin mungkin diwujudkan terutama karena memiliki dasar yang sama, yaitu “berada di bawah kekuasaan Belanda.” Dengan tujuan bersama untuk mendapatkan kemerdekaan, Soemarto yakin bahwa kerja sama dapat dan harus dilakukan.

Soemarto melanjutkan uraiannya dengan mengusulkan sebuah cara untuk mewujudkan Indonesia Raya. Ia memberanikan diri, mengusulkan kepada peserta kongres untuk membentuk sebuah perkumpulan untuk kaum muda Indonesia. Perkumpulan tersebut tidaklah menghapus perkumpulan pemuda yang telah ada, tetapi berfungsi sebagai mata rantai yang anggotanya mencakup anggota organisasi yang telah ada dengan dasar Indonesia. Soemarto menutup ceramah dengan pernyataan, “Kaum muda Indonesia, songsonglah persatuan, songsonglah Indonesia Merdeka!”

Acara dilanjutkan dengan diskusi, tanya jawab berdasarkan ceramah yang disampaikan oleh Soemarto. Acara kongres hari pertama ditutup pada pukul 00.15.

KOMPAS/ATM
“Mengenang Mohammad Tabrani Soerjowitjitro”, Kompas, 15 Januari 1984, hlm. 2.

Hari kedua

Hari kedua kongres, Sabtu, 1 Mei 1926, dibuka pada pukul 20.00 dengan pidato dari ketua kongres. Acara utama adalah ceramah tentang kedudukan wanita oleh tiga pembicara, yakni Bahder Djohan, Stientje Ticoalu-Adam, dan Djaksodipoera. Dalam pidato pembukaan, Tabrani menyatakan tema perempuan sengaja dimasukkan dalam kongres untuk menegaskan, perjuangan demi kemerdekaan tak hanya melibatkan kaum pria, tetapi juga wanita.

Pembicara pertama, Bahder Djohan, belum hadir karena kereta api dari Bandung mengalami keterlambatan sehingga materi ceramah dibacakan oleh Djamaloedin. Ceramah Bahder Djohan berjudul “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”.

Dalam ceramah yang dibacakan tersebut, Bahder menyatakan tema perempuan sama mendesaknya untuk dibicarakan seperti perwujudan cita-cita politik dan ekonomi. Di tingkat keluarga, kaum wanita, sebagai ibu, dapat mulai berperan dengan mengajarkan rasa cinta tanah air dan cinta bangsa kepada anak-anak. Dengan demikian, gagasan persatuan bangsa dapat berkembang mulai dari keluarga.

Selain, itu Bahder juga menyatakan, “ruang gerak yang lebih lebar bagi perkembangan kegiatan wanita akan membuka perspektif baru untuk hari depan nusa dan bangsa kita.” Bahder menutup ceramahnya dengan pernyataan, “Hari depan Indonesia terletak di tangan kaum wanita!”

Ceramah dengan tema yang sama dilanjutkan oleh Nona Stientje Ticoalu-Adam. Ia menekankan, meskipun kedudukan kaum wanita di berbagai daerah di Indonesia tidak sama, tetapi ada satu yang sama, yakni desakan batin untuk memperoleh kebebasan dan hak yang lebih banyak.

Nona Adam juga menyerukan,”Janganlah dalam gerakan emansipasi hanya melihat ke Barat.” Menurutnya, kaum wanita dapat memilih yang paling baik dan paling layak untuk dijadikan dasar bagi gerakan emansipasi. Di akhir ceramah, Nona Adam menyatakan, “Laksanakanlah pekerjaan Anda dengan baik karena janganlah lupa bahwa wanita-wanita Indonesia lainnya harus mendapat manfaat dan hasilnya.”

Ceramah ketiga dibawakan oleh Djaksodipoera dengan judul “Rapak Lumuh”. Ia membahas posisi lemah wanita dalam ikatan perkawinan terkait perceraian yang sewaktu-waktu dapat diceraikan oleh suaminya. Sebaliknya, wanita tak dapat menceraikan suaminya. Oleh karena itu, ia menceritakan adanya praktik rapak lumuh di Surakarta, yakni tuntutan dari istri untuk mengajukan cerai ketika istri sudah tak lagi ingin hidup bersama suaminya. Dengan adanya kemungkinan pengajuan cerai dari pihak istri, daya tawar istri sejajar dengan suami sehingga sikap semena-mena dari suami dapat berkurang. Di akhir ceramah, Djaksodipoera menganjurkan agar praktik rapak lumuh diterapkan di tempat lain.

Acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Kesempatan pertama diberikan kepada Bahder Djohan untuk menambahkan penjelasan atas ceramah yang tak dapat disampaikan sendiri. Dilaporkan bahwa diskusi malam itu berlangsung ramai, banyak peserta yang naik ke mimbar untuk menyampaikan pendapatnya. Salah satu peserta yang disebut dalam laporan adalah Nyonya Koesoema Soemantri. Ia mendesak putra-putri Indonesia untuk tidak ketinggalan dalam perjuangan nasional dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Kongres hari kedua ditutup pada pukul 24.00.

KOMPAS/KARTONO RYADI
Bahder Djohan adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada Kabinet Natsir dan Kabinet Wilopo, lahir  30 Juli 1902 di Kota Padang, Indonesia. Pada Kongres Pemuda Pertama, 1926, Bahder Djohan ikut memberikan ceramah pada hari kedua tentang wanita.

Hari ketiga

Kongres hari ketiga, Minggu, 2 Mei 1926, dibuka pada pukul 09.00. Agenda kongres pagi itu adalah mendengarkan ceramah dari dua pembicara, yakni Muhammad Yamin dan Pinontoan.

Yamin memberikan ceramah berjudul “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Masa Mendatang”. Yamin melihat berbagai bahasa yang ada di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangannya. Ia menjelaskan panjang lebar keunggulan dan kelemahan bahasa Jawa. Akan tetapi, ia memberi penekanan pada bahasa Melayu karena sifatnya yang luwes, yakni mudah dipelajari dan menyesuaikan diri sehingga penggunaannya luas. Ia juga yakin bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa percakapan dan bahasa kesatuan bangsa Indonesia.

Sebagai permulaan, Yamin menyarankan untuk mempelajari bahasa Belanda sebagai “kunci untuk membuka jalan menuju harta karun ilmu pengetahuan dan peradaban Barat.” Selanjutnya, setelah tugas bahasa Belanda telah usai, tibalah saatnya bagi “bahasa-bahasa Indonesia untuk menyongsong masa depan yang akhbar.” Oleh karena itu, di bagian akhir ceramah, Yamin mengatakan, “merupakan kewajiban kita, angkatan muda, pembina-pembina Indonesia Raya untuk mengembangkan bahasa-bahasa tersebut agar dapat menjadi suatu kebanggaan kita.”

Sebelum waktu istirahat, para peserta kongres berfoto bersama. Selanjutnya, beberapa orang diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya terkait ceramah yang dibawakan Yamin.

Acara dilanjutkan dengan mendengarkan ceramah dari Pinontoan yang berjudul “Tugas Agama dalam Pergerakan Nasional”. Pinontoan menjelaskan arti agama Islam dan Kristen di Indonesia dalam perjuangan pemuda Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah.

Menurut Pinontoan, untuk membentuk persatuan di antara berbagai kelompok bangsa Indonesia, baik kaum Muslim maupun kaum Kristen perlu meninggalkan fanatisme agama. Dengan memperlihatkan contoh konflik di Belanda dan India, Pinontoan mengajak untuk tidak mengaitkan agama dengan politik. Di akhir ceramah, ia menyatakan, “dalam gerakan persatuan kita, agama tidak boleh langsung berperan. Peranannya, sekalipun tidak langsung, adalah pembentukan manusia yang teguh dan tidak egois, bekerja dengan batin yang kuat, dan tidak egois untuk gerakan persatuan Indonesia.”

Selanjutnya, dibuka waktu tanya jawab. Setelah ketua mengakhiri dengan pidato, kongres ditutup pada pukul 12.30.

Kongres hari ketiga dilanjutkan dengan acara makan malam pada pukul 20.30 di restoran Insulinde. Dalam pidato sebelum bersantap, Tabrani menyatakan bahwa acara makan malam bersama dimaksudkan sebagai suatu lambang perwujudan gagasan persatuan Indonesia. Acara makan malam bersama diakhiri pada pukul 23.00.

IPPHOS
Mr. Wongsonegoro diterima Presiden Sukarno setelah Kabinet Wongsonegoro terbentuk, 30 Juli 1953. Pada tahun 1926, Mr. Wongsonegoro (Djaksodipoera) ikut memberikan ceramah dalam Kongres Pemuda Pertama.

Renungan akhir

Buku terjemahan Verslag van het eerste Indonesisch Jeugdcongres: gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926 menempatkan renungan akhir di akhir laporan. Renungan tersebut disebutkan sebagai bagian dari pidato penutupan kongres yang disampaikan oleh Tabrani.

Bangkitlah, bangkitlah!

Anda putra-putri Indonesia!

Kongres Pemuda Indonesia  yang pertama sudah berakhir. Sehubungan dengan itu, kami masih harus menyampaikan pesan penting kepada semua putra-putri Indonesia.

Saudara-saudara, Anda yang telah menghadiri Kongres Pemuda Indonesia I dari awal sampai akhir, pasti setuju dengan kami bahwa Kongres telah mencapai sukses dengan gemilang. Seluruh pertemuan bernafaskan gagasan persatuan Indonesia, sebuah pemikiran yang untuk mewujudkannya, kita harus bekerja sekuat tenaga. Bukankah di sana letak kekuatan kita? Suatu kekuatan di samping kekuatan-kekuatan lain yang akan memberikan kemampuan kepada kita untuk berjuang dengan sukses untuk kemerdekaan nusa dan bangsa kita.

Bila Anda bertanya-tanya apa yang kami inginkan dari Anda, kami akan menjawab: perwujudan cita-cita gagasan persatuan Indonesia telah dicapai oleh Kongres  yang baru lalu itu. Kini gagasan tersebut telah menjadi kenyataan. Di bahu Anda terletak kewajiban suci untuk menjaga agar gagasan itu mewarnai kehidupan Anda sehari-hari. Oleh karena itu, kekuatan gagasan kita bukan terletak dalam menerima dan menegaskan gagasan tersebut, melainkan dalam penerapan praktisnya. Camkanlah! (LITBANG  KOMPAS)

Referensi

Pembicara Kongres

Jumat, 30 April 1926
20.00-24.15

  • M Tabrani (Pidato Pembukaan)
  • Soemarto (Gagasan Persatuan Indonesia)

Sabtu, 1 Mei 1926
20.00-24.00

  • Bahder Djohan* (Kedudukan Wanita Dalam Masyarakat)
  • Stientje Ticoalu-Adam (Kedudukan Wanita dalam Masyarakat)
  • Djaksodipoera (Rapak Lumuh)

*Materi dibacakan oleh Djamloedin karena Bahder Djohan belum datang.

Minggu, 2 Mei 1926
09.00-12.30

  • Muhammad Yamin (Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Masa Mendatang)
  • Pinontoan (Tugas Agama dalam Pergerakan Nasional)

20.30-23.00

  • Makam Malam di Restoran Insulinde
  • M Tabrani (Pidato)
Arsip Kompas
  • “Teroka: Formalinisasi Bahasa Indonesia”. Kompas, 13 Februari 2020, hlm. 12.
  • “Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia”. Kompas, 18 Oktober 2009, hlm. 28.
  • “Pengungkapan Sejarah Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa”. Kompas, 28 April 1975, hlm. 3.
  • “Mengenang Mohammad Tabrani Soerjowitjitro”. Kompas, 15 Januari 1984, hlm. 2.
Buku
  • Aman, Mimi D. (ed.). 1993. Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama: Diadakan di Weltervreden dari 30 April sampai 2 Mei 1926. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI dan Yayasan Kawedri. (Terjemahan dari: Verslag van het Eerste Indonesisch Jeugdcongres, Gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926)
  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia: Dari Budi Utomo Sampai Dengan Pengakuan Kedaulatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Kementerian Pendidikan Nasional. 2016. Merayakan Indonesia Raya. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
  • Leirissa, RZ, S. Sutjianingsih, GA Ohorela, Suryo Haryono, dan Muchtarudin Ibrahim. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Jakarta: Depdikbud.