Biola milik WR Supratman yang dimainkan saat pencetusan sumpah pemuda pertama 28 Oktober 1928 kembali dimainkan oleh Idris Sardi pada peringatan hari Sumpah Pemuda di Museum Sumpah Pemuda Jakarta (28/10/2005).
Fakta Singkat
- Sumpah Pemuda diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Tanggal ini diperingati sebagai hari bersejarah yang menandai persatuan pemuda Indonesia dari berbagai suku dan agama.
- Isi Sumpah Pemuda terdiri dari tiga butir ikrar. Ikrar ini menyatakan persatuan tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia.
- Sumpah Pemuda dihasilkan dalam Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta). Kongres ini diselenggarakan oleh berbagai organisasi pemuda untuk memperjuangkan persatuan nasional.
- Sumpah Pemuda melambangkan persatuan pemuda dari berbagai suku dan agama di Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda menghapus perbedaan etnis dan kedaerahan demi kemerdekaan Indonesia.
Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober menjadi pengingat penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kongres Pemuda Kedua, yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928, menghasilkan deklarasi Sumpah Pemuda. Deklarasi ini dirilis oleh para pemuda dari berbagai latar belakang etnis, suku, dan agama, yang saling bersatu demi tumpah darah, bangsa, dan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
Generasi Z yang tumbuh di era digitalisasi rentan terhadap pengaruh budaya asing. Penelitian Hasrian, Akbar, & Raharjo (2024) menunjukkan bahwa semangat persatuan dalam Sumpah Pemuda mengingatkan generasi Z untuk mempertahankan nasionalisme dan memperkuat identitas kebangsaan.
Pada peringatan 96 tahun Sumpah Pemuda tahun ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga menggunakan logo yang sarat makna. Keberagaman pemuda digambarkan melalui warna berbeda, merah-putih melambangkan perubahan positif, dan warna cornsilk serta emas muda menunjukkan potensi pemuda. Simbol terbang mencerminkan harapan agar pemuda membawa Indonesia ke masa depan yang lebih baik.
Sumpah Pemuda merupakan tonggak utama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, menjadi titik awal penyatuan semangat nasionalisme di kalangan pemuda. Pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II menghasilkan ikrar bersama, yang berisi tiga poin penting: pengakuan bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.
Dilansir dari Museum Sumpah Pemuda, ikrar ini mencerminkan kesadaran kolektif untuk mewujudkan persatuan nasional, yang pada saat itu sangat penting untuk melawan kolonialisme Belanda. Sumpah Pemuda menggarisbawahi pentingnya persatuan dalam keberagaman sebagai kekuatan dalam perjuangan melawan penjajahan.
Dalam perspektif sejarah, Sumpah Pemuda sering dianggap sebagai fondasi penting bagi gerakan kemerdekaan Indonesia. Mengacu pada artikel Kompaspedia berjudul “Sumpah Pemuda: Sejarah dan Makna Bahasa Indonesia,” kongres ini menjadi momen di mana para pemuda dari berbagai daerah dan latar belakang bersatu untuk menyatakan visi tentang Indonesia merdeka.
Salah satu aspek krusial dari Sumpah Pemuda adalah peranannya dalam mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Dalam konteks perjuangan kemerdekaan, ikrar “Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia” menegaskan bahwa bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga simbol identitas nasional yang mengatasi perbedaan suku dan budaya di Nusantara. Dengan demikian, bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat solidaritas dan semangat kebangsaan di antara rakyat Indonesia, menjadi landasan bagi persatuan dalam perjuangan menuju kemerdekaan.
Memperingati Hari Sumpah Pemuda, pelajar mengunjungi Museum 10 Nopember di Surabaya, Rabu (28/10/2015). Dalam museum tersebut mereka mendapat pembelajaran tentang perjuangan pemuda dari berbagai suku dan agama dalam mempertahankan kemerdekaan.
Generasi Z dan Nasionalisme di Era Digital
Di tengah derasnya arus globalisasi, generasi Z banyak dikritik karena cenderung apatis terhadap nasionalisme. Namun, penelitian Hasrian, Akbar, dan Raharjo (2024) menunjukkan bahwa generasi ini memiliki peluang unik untuk meredefinisi nasionalisme dengan memanfaatkan teknologi dan platform media sosial.
Sebab, berbeda dengan generasi sebelumnya, yang perjuangannya melawan kolonialisme bersifat fisik, Generasi Z kini dihadapkan pada tantangan kompleks seperti disinformasi, radikalisasi digital, dan pengaruh budaya asing.
Oleh karena itu, Widiyono (2019) menilai bahwa semangat persatuan yang ditekankan dalam Sumpah Pemuda perlu disesuaikan dengan zaman.
Generasi Z diharapkan dapat mengembangkan pemikiran kritis dan kesadaran kolektif yang berbasis pada dialog lintas budaya dan solidaritas global. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka dapat menjadikan semangat persatuan sebagai alat melawan fragmentasi sosial yang diakibatkan oleh globalisasi, baik dalam konteks lokal maupun internasional. Ini memungkinkan mereka untuk memperkuat identitas nasional sekaligus berperan aktif di panggung dunia.
Semangat Perjuangan Generasi Z
Melalui perspektif yang lebih luas, generasi Z dapat memandang persatuan bukan hanya sebagai warisan sejarah, tetapi sebagai bentuk solidaritas yang dinamis, mengatasi fragmentasi yang muncul akibat globalisasi. Mereka memiliki kemampuan untuk membawa semangat kebersamaan ini ke tingkat yang lebih tinggi, memperkuat identitas nasional sekaligus berperan aktif di komunitas global.
Teknologi dan media sosial telah menjadi alat utama bagi generasi Z dalam mempromosikan persatuan dan nasionalisme tersebut. Dalam konteks ini, platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai ruang untuk membangun kesadaran kolektif terkait isu-isu sosial.
Misalnya, kampanye digital seperti #BersatuMelawanRasisme mengajak masyarakat untuk menghormati perbedaan budaya dan latar belakang, mencerminkan bagaimana generasi ini menggunakan media sosial untuk merespons tantangan-tantangan sosial yang dihadapi oleh Indonesia. Dengan akses yang tak terbatas ke berbagai informasi dan jaringan global, generasi Z dapat dengan cepat mengorganisir gerakan yang mempromosikan nilai-nilai nasionalisme dan persatuan.
Dalam penelitian oleh Santoso & Murod (2021) menyatakan bahwa perjuangan generasi Z tidak lagi terfokus pada kemerdekaan fisik, melainkan pada penguatan nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Gerakan seperti #ReformasiDikorupsi, yang viral di media sosial, menunjukkan bagaimana generasi ini mengkritisi sistem politik yang korup dan tidak transparan.
Hal tersebut mencerminkan kegigihan mereka dalam memperjuangkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan adil. Generasi Z tidak lagi berjuang dengan senjata, tetapi melalui kritik sosial, advokasi, dan penggunaan teknologi untuk memobilisasi dukungan luas.
Selain korupsi, generasi Z juga aktif dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan kesetaraan. Mereka tidak segan untuk mengadvokasi hak-hak kelompok marginal, baik melalui kampanye daring maupun aksi nyata di lapangan.
Ini mengindikasikan komitmen generasi ini terhadap nilai-nilai kemanusiaan, yang dipengaruhi oleh akses mereka terhadap informasi global dan tren gerakan sosial di berbagai negara (Prasetya, 2021). Penggunaan media sosial sebagai alat advokasi ini mencerminkan bagaimana teknologi telah mengubah cara generasi Z berjuang untuk perubahan sosial.
Aktivisme digital generasi Z juga terlihat dalam gerakan lingkungan seperti #SaveOurPlanet, yang menyerukan perlindungan lingkungan dan perubahan kebijakan terkait keberlanjutan. Santoso & Murod (2021) melihat melalui media sosial, mereka dapat memobilisasi massa untuk melakukan aksi nyata seperti penanaman pohon atau protes terhadap perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan.
Selain itu, kolaborasi lintas komunitas di media sosial memperkuat rasa kebangsaan di kalangan generasi Z. Misalnya, berbagai komunitas dari suku, agama, dan latar belakang sosial yang berbeda sering bekerja sama dalam proyek-proyek kemanusiaan, seperti bantuan untuk korban bencana alam. Inisiatif semacam ini mencerminkan semangat gotong-royong yang menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia, dan bagaimana generasi muda mengadaptasi nilai-nilai tersebut di era digital.
Namun, generasi Z juga menghadapi tantangan dalam menjaga nilai-nilai persatuan di tengah derasnya pengaruh globalisasi. Teknologi dan keterbukaan informasi global sering kali membuat mereka terpapar pada nilai-nilai yang mungkin bertentangan dengan kebudayaan dan identitas nasional.
Hal ini dapat mempengaruhi pandangan mereka tentang kebangsaan, di mana identitas global kadang lebih dominan dibandingkan dengan identitas nasional. Oleh karena itu, penting bagi generasi Z untuk terus menguatkan pemahaman mereka terhadap sejarah dan nilai-nilai nasionalisme yang menjadi fondasi bangsa.
Pada akhirnya, meskipun tantangannya berbeda dari generasi sebelumnya, Generasi Z tetap berkomitmen untuk memajukan bangsa. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka dapat menjaga semangat Sumpah Pemuda dan menerapkannya dalam konteks global yang terus berubah. Mereka membuktikan bahwa perjuangan untuk Indonesia yang lebih baik bisa dilakukan tidak hanya dengan senjata, tetapi juga dengan ide, inovasi, dan kolaborasi.
Partisipasi Aktif Generasi Z
Generasi Z membawa harapan baru dalam memperkuat persatuan dan nasionalisme Indonesia dengan memanfaatkan teknologi secara kreatif. Melalui media sosial seperti Instagram dan Twitter, mereka menyebarkan pesan-pesan positif terkait toleransi, inklusivitas, serta persatuan lintas suku, agama, dan budaya. Kampanye-kampanye digital yang mereka galang berhasil menciptakan dialog terbuka di ruang publik dan mendorong kesadaran sosial yang lebih luas.
Partisipasi generasi Z dalam politik dan isu-isu sosial menandakan optimisme bagi masa depan Indonesia. Mereka tidak hanya mengikuti, tetapi juga aktif mempengaruhi arah kebijakan publik melalui advokasi online, petisi, dan aksi langsung. Keterlibatan ini menunjukkan bahwa generasi muda semakin kritis terhadap isu-isu seperti korupsi, keadilan sosial, dan hak asasi manusia.
Dengan kesadaran sosial yang tinggi serta akses teknologi yang luas, generasi Z menjadi penggerak penting dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih inklusif dan transparan. Keterlibatan mereka memberikan harapan bahwa masa depan Indonesia akan lebih dinamis, adil, dan mampu bersaing di era globalisasi. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Azzahra, N. A. S., & Santoso, G. (2023). Filsafat konten nasionalisme, patriotisme, dan perjuangan untuk generasi Z bangsa Indonesia. Jurnal Pendidikan Transformatif, 2(2), 214-226.
- Widiyono, (2019). Pengembangan Nasionalisme Generasi Muda di Era Globalisasi. Jurnal Populika, 7(1), 12.
- Hasrian, H., Akbar, A. A., & Raharjo, D. H. (2024). Globalisasi dan Nasionalisme pada Generasi Z: Sebuah Studi Implikasi dalam Penerapan Nilai-Nilai Pancasila. Civil and Military Cooperation Journal, 1(2), 59-64.
- Puspamurti, G., & Najicha, F. U. (2023). Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Generasi Z.
- Prasetya, H. (2021). Upaya Bela Negara Generasi Z Berbasis Pengembangan Media Sosial. Jurnal Kebangsaan, 1(2), 9.
- Zahra, S. A., Aulia, A. N., & Santoso, G. (2023). Efek Pengaruh Sumpah Pemuda Terhadap Generasi Z Dalam Kegiatan Kemanusiaan. Jurnal Pendidikan Transformatif, 2(2), 202-2013.
- “Sumpah Pemuda dan Kongres Pemuda Kedua”, Kompaspedia.kompas.id, 28 Oktober 2020
- “Sumpah Pemuda: Sejarah dan Makna Bahasa Indonesia”, Kompaspedia, 28 Oktober 2022
- Kementerian Pemuda dan Olahraga (2024). Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Sumpah Pemuda Ke-96 Tahun 2024. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga. https://image.kemenpora.go.id/files/pengumuman_file/2024/10/15/71/2693pedoman-hsp-2024.pdf