Paparan Topik | Pilkada Serentak

Pilkada Serentak: Calon Tunggal, Kotak Kosong, dan Mandeknya Kaderisasi Partai

Calon tunggal dalam pilkada di sejumlah wilayah menjadi strategi partai untuk memenangkan kontestasi politik di daerah. Tingginya biaya politik, sulitnya regulasi pilkada, dan mandeknya kaderisasi partai menjadi penyebab maraknya fenomena kotak kosong di Indonesia.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Sejumlah elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, akademisi, budayawan, pengamat politik, dan politisi menggelar aksi damai di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2278/2024). Mereka memberi dukungan dan mengawal putusan MK tentang Pilkada. Mereka juga mengutuk keras usaha-usaha yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah untuk menggagalkan putusan MK terkait Pilkada.

Fakta Singkat Kotak Kosong

  • Kotak kosong adalah istilah untuk pilkada dengan satu pasangan calon sehingga kotak yang lain tak berisi nama calon atau kosong.
  • Pasangan calon tunggal sah memenangkan pemilu bila memperoleh 50% dari suara sah.
  • Bila kotak kosong menang, pilkada diulang dan pejabat sementara akan memimpin daerah tersebut (UU No. 10, 2016 tentang pilkada).

Calon Tunggal Pilkada Serentak

Tahun Pilkada Serentak (daerah) Calon Tunggal (daerah)
2015 269 3
2017 101 9
2018 171 16
2020 25 25
2024 37 44

Sumber: Litbang Kompas/igp, diolah dari pemberitaan Kompas.

Meningkatnya kotak kosong pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) menjadi persoalan tersendiri. Kemunculan calon tunggal awalnya merupakan solusi dari Mahkamah Konstitusi agar pilkada tidak tertunda selama dua tahun. Namun peraturan ini justru menjadi buah simalakama yang mendorong sejumlah petahana bersama dengan partai-partai politik “mendesain” agar tak ada lawan dalam pilkada.

Sejak Pilkada serentak berlangsung pada tahun 2015, gejala penyakit demokrasi berupa calon tunggal melawan kotak kosong sebenarnya sudah terlihat. Dari Pilkada serentak yang berlangsung di 269 daerah, tercatat tiga daerah dengan bakal calon petahana yang cukup kuat menggelar pilkada dengan calon tunggal.

Fenomena ini terus berlanjut pada Pilkada 2017. Pilkada yang berlangsung serentak di 101 daerah, diwarnai calon tunggal melawan kotak kosong di 9 daerah. Pada 2018 jumlah calon tunggal meningkat menjadi 16 daerah dari 171 daerah. Pada Pilkada 2020 jumlah calon tunggal semakin mendominasi dengan 25 paslon tunggal berkontestasi di 25 kabupaten/kota di 12 provinsi.

Menurut Ramlan Surbakti, Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, setidaknya ada empat faktor penyebab maraknya fenomena kotak kosong, pertama parpol peserta pemilu gagal mempersiapkan kadernya, kedua proses pencalonan yang diatur dalam UU belum terbuka dan kompetitif, ketiga komposisi keanggotaan DPRD membuat satu partai sulit memenuhi ambang batas pencalonan, dan keempat ada celah untuk “membeli partai” agar menjadi calon tunggal (28/7/2018).

Hampir senada dengan Ramlan Surbakti, Syamsuddin Haris, Guru Besar Riset Lipi, menyebut ada tiga faktor penyebab demokrasi kotak kosong. Pertama, regulasi pilkada dalam bentuk UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 terlalu berat untuk mengajukan paslon, kedua tingginya mahar politik, dan ketiga kegagalan atau mandeknya kaderisasi parpol (3/7/2018).

Terkait tingginya biaya politik pernah dikeluhkan oleh sejumlah tokoh. Mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti pernah mengungkap dimintai mahar puluhan miliar rupiah agar bisa diusung oleh Partai Gerindra dalam Pilgub Jawa Timur. Sementara Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta yang maju dalam Pilgub Jawa Barat 2018, mengaku dimintai mahar Rp 10 miliar oleh oknum partainya sendiri.

KOMPAS/MADINA NUSRAT
Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Dedi Mulyadi, saat diwawancara, di kediamannya di Subang Jawa Barat, Selasa (28/5/2024), terkait dengan rencananya di kontestasi Pemilihan Gubernur Jawa Barat pada Pemilihan Kepala Daerah 2024 yang akan digelar serentak pada 27 November 2024.

Kotak Kosong

Kotak kosong pertama kali digunakan pada Pilkada 2015. Seiring penyelenggaraan Pilkada istilah “kotak kosong” menjadi populer sekaligus menemukan pemaknaan baru. Kotak kosong adalah istilah untuk pilkada dengan satu pasangan calon sehingga kotak yang lain tak berisi nama calon atau kosong.

Menurut Titi Anggraini, anggota dewan pembina Perludem (Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi), Kotak kosong merupakan alternatif pilihan politik yang ditawarkan kepada pemilih. Titi menjelaskan, konsep kotak kosong di Indonesia hanya muncul saat pasangan calon yang mendaftar hanya satu saja. Padahal di luar negeri, kotak kosong berlaku juga untuk Pemilu dengan calon lebih dari satu (1/9/2024).

Kotak kosong memiliki istilah berbeda-beda di dunia. Seperti di India misalnya, kotak kosong dikenal dengan nama none of the above (NOTA), sementara di Kolombia kotak kosong dikenal dengan voto en blanco. Istilah kotak kosong juga dikenal di Perancis dengan nama vote blanc, dan Kanada dengan istilah I don’t support anyone. Karena di Indonesia konsep kotak kosong tidak ada untuk pemilu dengan calon lebih dari satu, maka pemilih cenderung merusak surat suara.

Mengutip Pasal 54D ayat 1 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon tunggal dapat sah memenangkan pemilu bila memperoleh 50 persen dari suara sah. Bila tidak memenuhi angka itu pasangan calon tunggal kalah dari kotak kosong. Pilkada akan diulang dan pasangan calon dapat mencalonkan pada pemilihan berikutnya. Penjabat sementara kepala daerah akan memimpin daerah tersebut apabila kotak kosong yang menang.

KOMPAS/SUCIPTO

Sebuah spanduk yang mengajak warga untuk mencoblos kolom kosong atau kotak kosong jika tidak setuju dengan calon tunggal yang ada di Pilkada 2020 Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (26/9/2020). Belum ada aturan detail terkait kampanye kolom kosong, KPU Balikpapan menyarankan warga melakukan sosialisasi.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Meningkatnya fenomena calon tunggal dan kotak kosong pada Pilkada disadari oleh berbagai kalangan dapat merusak sistem demokrasi. Ambang batas penetapan calon kepala daerah yang tercantum pada Pada Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dianggap terlalu besar dan memberatkan parpol yang hanya memiliki sedikit kursi di DPRD.

Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10, 2016, menyebutkan ”Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan calon jika memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”

Peraturan ini turut andil mendorong maraknya fenomena kotak kosong. Berbagai usulan untuk memagari agar sistem demokrasi tetap sehat pun bermuncukan antara lain memberikan ambang batas bawah jumlah pemilih yang mencoblos dan menetapkan batasan minimal untuk bisa dinyatakan menang dari kotak kosong.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas bersama anggota Badan Legislatif usai mengikuti rapat pengambilan putusan tingkat I Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (21/8/2024). Baleg DPR sepakat mengesahkan RUU Pilkada. Pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada, Baleg DPR melakukan pembahasan kilat RUU Pilkada.

Pada 20 Agustus 2024 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 membuka peluang bagi partai-partai politik untuk mengusung calonnya sendiri tanpa harus berkoalisi. Putusan ini menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah di tengah tren koalisi gemuk di berbagai daerah.

Publik berharap, konstelasi politik dalam pilkada serentak 2024 dapat berubah total setelah Mahkamah Konstitusi mengubah syarat pencalonan pilkada. Namun, menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebanyak 37 daerah akan diisi oleh pasangan calon tunggal melawan kotak kosong (23/9/2024).

Menurut Mada Sukmajati, Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, maraknya kotak kosong pada Pilkada 2024 merupakan bentuk kegagalan partai politik dalam melakukan fungsi mendasarnya untuk mencalonkan kadernya sendiri dalam pilkada (23/9/2024). Selain itu masyarakat dinilai semakin sulit untuk mencalonkan diri karena sejumlah daerah yang dikuasai oleh politik dinasti. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • Kebangetan kalau Kalah Sama Kotak Kosong. Kompas, 12 Desember 2015. Hlm. 22.
  • Dari Solusi Jadi Masalah. Kompas, 29 September 2016. Hlm. 5.
  • Calon Tunggal Bahayakan Demokrasi. Kompas, 17 Januari 2017. Hlm. 5.
  • Berjuang Suarakan Kotak Kosong. Kompas, 15 Februari 2017. Hlm. 1.
  • Kampanye Kotak Kosong Kurang Intensif. Kompas, 17 Februari 2017. Hlm. 21.
  • Catatan Pilkada Serentak 2017. Kompas, 9 Maret 2017. Hlm. 6.
  • Saatnya Mengatasi Calon Tunggal. Kompas, 30 Januari 2018. Hlm. 5.
  • Saat Calon Pilkada Hanya Satu. Kompas, 26 Juni 2018. Hlm. 5.
  • Kotak Kosong Wadahi Aspirasi. Kompas, 28 Juni 2018. Hlm. 18.
  • Seusai Kotak Kosong ”Melawan” Petahana. Kompas, 29 Juni 2018. Hlm. 5.
  • Demokrasi Kotak Kosong. Kompas, 3 Juli 2018. Hlm. 6.
  • Balada ”Kotak Kosong” Masuk ke MK. Kompas, 24 Juli 2018. Hlm. 5.
  • Fenomena Calon Tunggal. Kompas, 28 Juli 2018. Hlm. 6.
  • Menyoal Munculnya Calon Tunggal. Kompas, 24 Februari 2020. Hlm. A.
  • Calon Tunggal Merusak Demokrasi. Kompas, 10 Maret 2020. Hlm. 2.
  • Uji Materi Pencalonan Bisa Jadi Alternatif Solusi. Kompas, 11 Maret 2020. Hlm. 2.
  • Daya Lawan Kolom Kosong Belum Bertaji. Kompas, 9 Januari 2021. Hlm. E.
  • Kotak Kosong dan Despotisme Baru. Kompas, 17 Juli 2024. Hlm. 7.
  • Warga Bukan Kotak Kosong. Kompas, 8 Agustus 2024. Hlm. 1.
  • Konstelasi Politik Pilkada Pascaputusan MK. Kompas, 22 Agustus 2024. Hlm. 6.
  • Putusan Mahkamah Konstitusi dan Manuver DPR. Kompas, 23 Agustus 2024. Hlm. 2.
  • Putusan MK Ubah Konstelasi Politik di Pilkada. Kompas, 24 Agustus 2024. 2.
  • Tajuk Rencana: Menjaga Akal Sehat di Pilkada. Kompas, 29 Agustus 2024. Hlm. 6.
  • KPU Tekan Potensi Kotak Kosong. Kompas, 31 Agustus 2024. Hlm. 1.
Laman
  • https://www.antaranews.com/berita/4338011/kpu-pilkada-calon-tunggal-sementara-tersebar-di-38-wilayah
  • https://setkab.go.id/ini-aturan-jika-kotak-kosong-menang-pilkada-serentak-2018/
  • https://nasional.kompas.com/read/2024/09/23/16373111/tok-37-paslon-tunggal-versus-kotak-kosong-di-pilkada-2024-ini-daftarnya?page=all